JAKARTA - Petisi yang meminta Presiden Prabowo Subianto membatalkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen, banjir dukungan. Hingga Senin (23/12/2024) pukul 14.07 WIB, petisi tersebut tembus 174.740 tanda tangan.
Diketahui, petisi tersebut dibuat pada 19 November 2024. Yang dipetisi adalah Presiden Republik Indonesia. Dilihat di laman change.org, terdapat gambar berwarna biru di bagian halaman petisi tersebut. "Menarik pajak tanpa timbal balik untuk rakyat adalah sebuah kejahatan. Jangan minta pajak besar kalau belum becus melayani rakyat. Tolak PPN 12% ," demikian tulisan yang tertera di gambar tersebut.
Petisi yang dimulai oleh Bareng Warga ini mengkritisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang isinya mulai 1 Januari 2025 Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Sebelumnya, atau kira-kira dua tahun lalu Pemerintah sudah pernah menaikkan PPN. Dari yang tadinya 10% naik ke angka 11%.
"Rencana menaikkan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitan masyarakat. Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik," demikian isi petisi tersebut.
Di bagian lain petisi tersebut juga disebutkan soal data pengangguran terbuka. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, angkanya masih sekitar 4,91 juta orang. Kemudian dari 144,64 juta orang yang bekerja, sebagian besar atau 57,94% bekerja di sektor informal. Jumlahnya mencapai 83,83 juta orang.
"Urusan pendapatan atau upah kita juga masih terdapat masalah. Masih dari data BPS per Bulan Agustus, sejak tahun 2020 rata-rata upah pekerja semakin mepet dengan rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP). Trennya sempat naik di tahun 2022, namun kembali menurun di tahun 2023. Tahun ini selisihnya hanya 154 ribu rupiah," tulis petisi tersebut.
Atas dasar itu, lanjut petisi tersebut, pemerintah perlu membatalkan kenaikan PPN yang tercantum dalam UU HPP. "Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membesar dan menyebar ke mana-mana," demikian bagian akhir petisi tersebut.
Sebelumnya, pada Kamis (19/12/2024), elemen masyarakat sipil menyerahkan petisi online yang ditandatangani oleh ratusan ribu warga kepada Kementerian Sekretariat Negara. Petisi tersebut berisi desakan terhadap pemerintah untuk segera membatalkan kenaikan PPN 12 persen.
"Kita bawa petisi yang hari ini kita mau serahkan ke Setneg. Ini adalah tanda tangan yang dihimpun secara digital melalui petisi online oleh hampir 113 ribu lebih dan akan terus bertambah yaitu penolakan untuk PPN 12 persen," kata Perwakilan dari pemilik Twitter @barengwarga, Risyad Azhari, di Kompleks Kemensetneg, Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Risyad menjelaskan latar belakang petisi penolakan tersebut bahwa kenaikan PPN 12 persen dirasa memberatkan untuk rakyat.
"Latar belakangnya kalau saya yang bilang mungkin banyak ya. Kalau saya sendiri menyadur dari tim ahli aja. Ada orang-orang yang memang ahli di bidang ekonominya. Tapi memang saya rasa hari ini jika dipaksakan terlalu berat buat rakyat," kata Risyad.
Risyad menyebut bahwa kenaikan PPN tersebut tidak relevan untuk diberlakukan saat ini. "Jelas kita tahu bahwa PPN 12 persen ini dirancang di tahun 2021, yang kalau kita lihat relevansinya hari ini, tidak relevan dari ekonomi warganya sendiri, dari tabungannya sendiri. Kita lihat, tahu, merosot kan. Kita lihat juga middle class sudah rontok ke bawah ya kan. Jadi rasa-rasanya tidak bijak kalau dipaksakan untuk terus naik PPN-nya ke 12 persen," katanya.
Risyad berharap pemerintah dapat membatalkan kenaikan PPN tersebut. "Jadi kami harap itu dibatalkan. Isi tuntunannya cuma satu yaitu batalkan PPN 12 persen," tandasnya.
Sementara, pemerintah berencana menambah bantuan sosial (bansos) bagi keluarga tidak mampu. Peningkatan program jaring pengaman sosial ini untuk mengantisipasi kenaikan PPN 12% dan rencana pembatasan subsidi.
Hal ini diungkapkan Tenaga Ahli Menteri Sosial Bidang Perencanaan dan Evaluasi Kebijakan Strategis, Andy Kurniawan dalam keterangannya, Senin (23/12/2024).
Menurutnya, program reguler bantuan sosial Kemensos akan diperkuat sambil menunggu program bansos tambahan dari pemerintah yang rencananya juga akan digelontorkan. "Hingga saat ini bantuan sosial tambahan masih dalam tahap pembahasan, diharapkan dapat menjadi bantalan untuk membantu mengurangi beban pengeluaran masyarakat, khususnya keluarga miskin," kata Andy.
Beragam program bansos reguler yang akan digelontorkan Kemensos di antaranya percepatan penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) yang menyasar 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Semula dijadwalkan pada akhir triwulan I akan dipercepat pada awal tahun 2025. Selain itu, Bantuan Pangan Non Tunai atau sembako untuk 18,8 juta KPM juga akan disalurkan setiap bulan, dan segera digelontorkan di awal Tahun 2025. Sejak awal 2025 nanti, Kemensos juga akan menanggung bantuan makan bergizi gratis untuk 36.000 Penyandang Disabilitas dan 101.000 lansia.