TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Simak pemberlakuan kenaikan pajak maupun tarif, selain Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 Persen, yang akan dihadapi masyarakat Indonesia pada 2025.
Tahun 2025 tinggal menghitung hari.
Namun, masyarakat Indonesia akan dihadapkan dengan sejumlah kebijakan pajak maupun non-pajak yang akan memengaruhi pengeluaran sehari-hari.
Misalnya:
Meski kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pemasukan negara, sayangnya timbul kekhawatiran bahwa kebijakan tersebut nantinya akan memengaruhi daya beli masyarakat.
Berikut rincian singkat deretan kebijakan pajak maupun non-pajak yang diberlakukan pemerintah pada 2025:
1. Tarif PPN 12 persen
Pemerintah mulai memberlakukan penyesuaian tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen pada Januari 2025 mendatang.
Menurut klaim pemerintah, penyesuaian PPN 12 persen ini hanya berlaku pada barang dan jasa premium.
Namun, tidak dipungkiri bahwa nantinya, masyarakat harus bersiap merasakan dampak kenaikan harga barang maupun jasa.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani menilai bahwa kenaikan PPN 12 persen untuk barang mewah atau premium hanyalah dalih pemerintah.
Padahal, menurutnya, kenaikan pungutan ini akan berdampak kepada produk termasuk jasa.
Shinta menegaskan, kenaikan tarif PPN yang akan dimulai pada awal tahun depan akan berdampak secara menyeluruh, bukan hanya pada dunia usaha.
Sebab, barang yang akan dikecualikan hanyalah bahan sembako seperti pangan. Namun, selebihnya dipastikan terdampak kebijakan ini.
"Bahwa disebut pengenaaan untuk barang mewah atau premium itu bisa saja, tapi semua jenis barang dan jasa ini terkena (kenaikan)," ujar Shinta, Kamis (19/12/2024).
2. Kenaikan Tarif Pajak Bangun Rumah Sendiri
Sejalan dengan kenaikan tarif PPN umum menjadi 12 persen, tarif PPN atas kegiatan membangun sendiri (KMS) juga bakal naik menjadi 2,4 persen pada tahun 2025, dari sebelumnya sebesar 2,2 persen.
Merujuk pada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2022, tarif PPN untuk KMS dihitung berdasarkan besaran tertentu yang merupakan hasil dari perkalian 20 persen dengan tarif PPN umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN.
"Dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud (...) berupa nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan untuk setiap Masa Pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah," bunyi Pasal 3 ayat (3) beleid tersebut, dikutip Minggu (22/12/2024).
Nah, tarif PPN KMS yang berlaku saat ini adalah sebesar 2,2 persen yang merupakan hasil dari 20 persen dikali tarif PPN umum sebesar 11 persen.
Dengan begitu, ketika tarif PPN umum benar-benar akan naik menjadi 12 persen mulai 2025, maka tarif PPN KMS juga akan ikut meningkat menjadi 2,4 persen.
Adapun saat terutangnya PPN KMS terjadi ketika mulai dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai.
Dalam PMK 61/2022, aturan tersebut berlaku dalam beberapa syarat. Bangunan yang dibangun dalam KMS harus memiliki konstruksi utama yang terdiri dari bahan seperti kayu, beton, batu bata, baja dan/atau sejenisnya, serta diperuntukkan untuk tempat tinggal atau kegiatan usaha.
Kemudian, kriteria lainnya yang menentukan bangunan tersebut masuk dalam kategori KMS adalah luas bangunan minimal 200 meter persegi.
Artinya, jika bangunan tidak mencapai luas tersebut, maka tidak akan dikenakan PPN atas KMS sebesar 2,4 persen.
Adapun pembangunan bisa dilakukan secara sekaligus dalam suatu jangka waktu tertentu, atau secara bertahap selama tenggat waktu antara tahapan membangun tersebut tidak lebih dari dua tahun. Jika waktunya lebih dari dua tahun, maka pembangunan tersebut dianggap sebagai proyek terpisah.
3. Pungutan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)
Pemerintah juga berencana memberlakukan kebijakan cukai MBDK pada 2025. Hal ini dikarenakan pemerintah telah membidik target penerimaan dari kebijakan tersebut dalam APBN 2025.
Pungutan cukai MBDK ini berpotensi menaikkan harga pada minuman berkemasan, sehingga dapat memicu penurunan permintaan barang dan jasa.
4. Pemberlakuan Opsen Pajak Kendaraan Bermotor
Pemerintah akan mulai menerapkan opsen pajak atau pungutan tambahan pajak kendaraan bermotor mulai 5 Januari 2025.
Opsen pajak kendaraan bermotor adalah amanat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Dari beleid tersebut, nantinya Pemerintah Provinsi dapat memungut opsen dari Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLBB).
Sementara, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat memungut opsen dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Nah, untuk opsen pajak kendaraan bermotor, baik PKB dan BBNKB yang berhak dikenakan oleh pemkab/pemkot adalah sebesar 66 persen dari PKB dan BBNKB yang diterima pemprov.