Relawan PrabowoGibran Rumah Keluarga Bersama (RKB) memberikan tanggapan terkait isu kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen dan upaya pemberantasan korupsi di awal pemerintahan baru.
Ketua Umum RKB, Wigit Bagoes Prabowo mengungkapkan, terkait kenaikan PPN 12 persen, itu dilandasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada 2021.
Sehingga ia menegaskan PPN 12 persen bukan produk pemerintahan Presiden Prabowo.
"Cikal bakal PPN 12 persen ini kan produk inisiasi partai penguasa sebelumnya yaitu PDIP. Itu merupakan produk legislatif tahun 20192024," ungkap Wigit melalui keterangan tertulis, Senin (23/12/2024).
Saat itu, lanjutnya, Ketua DPR RI dijabat oleh Ketua Umum DPP PDIP, Puan Maharani.
Selain itu, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU HPP saat itu adalah Dolfie Othniel Frederic Palit yang juga merupakan politisi PDIP.
Wigit berharap PPN 12 persen ini tidak menurunkan daya beli masyarakat.
Terlebih, ia bersyukur PPN 12 persen diterapkan untuk barang mewah.
Kemudian terkait penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, RKB berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa semakin baik.
Wigit berharap seluruh jajaran KPK dapat menjalankan tugas secara baik dalam pemerintahan Prabowo.
Diketahui, jajaran Pimpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK terpilih masa jabatan 20242029 telah resmi dilantik pada Senin (16/12/2024) pekan lalu.
Setyo Budiyanto resmi menjabat sebagai Ketua KPK. Selain itu, dilantik pula Wakil Ketua KPK yaitu Fitroh Rohcahyanto, Ibnu Basuki Widodo, Johanis Tanak, dan Agus Joko Pramono.
Pada kesempatan yang sama, Presiden juga melantik Gusrizal sebagai Ketua Dewas KPK periode 20242029. Sementara Benny Jozua Mamoto, Chisca Mirawati, Sumpeno, dan Wisnu Baroto didapuk sebagai Wakil Ketua Dewas KPK.
"Saat ini kami wait and see melihat KPK menunjukan langkah nyata dalam pemberantasan korupsi," ungkap Wigit.
Secara khusus ia menegaskan mendukung program pengembalian aset dan kerugian negara yang dilakukan oleh para koruptor.
"Selama ini kita disuguhkan OTT KPK, penangkapan korupsi oleh kejaksaan, itu sudah kemajuanbagus, tapi ke depan harus ditingkatkan juga, jangan hanya sekedar ditangkap tetapi juga harusmengembalikan hasil jarahan yang telah dikorupsi."
"Kami mendukung programprogram pengembalian aset negara yang dikorupsi," ungkap Wigit.
Diberitakan sebelumnya, Juru Bicara PDIP, Chico Hakim mengaku geram partainya disudutkan karena dianggap menjadi insiator dari kenaikan tarif PPN 12 persen pada 1 Januari 2025 mendatang.
Tudingan itu karena fraksi PDIP memimpin panitia kerja UU HPP sebagai cikal bakal dari kenaikan PPN 12 persen. Panja itu dipimpin Wakil Ketua Komisi XI DPR Fraksi PDIP saat itu, Dolfie Othniel Fredric Palit.
Menurutnya, inisiator UU HPP bukanlah berasal dari PDIP. Dia menyatakan pihak yang mengusulkan aturan perpajakan itu merupakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.
"Inisiator UU HPP itu pemerintah melalui Kementerian Keuangan. Komisi 12 waktu itu dipimpin oleh Fraksi Golkar dan oleh komisi menunjuk Ketua Panja dari PDIP. Jadi salah besar kalau dikatakan inisiatornya adalah PDIP," kata Chico saat dikonfirmasi, Senin (23/12/2024).
Chico juga menolak PDIP dianggap pihak yang harus bertanggung jawab karena UU HPP tersebut.
Dia mengungkit bahwa UU HPP adalah produk DPR RI secara kelembagaan yang disetujui oleh 8 fraksi DPR RI.
"Akar masalahnya bukan soal siapa yang inisiasi atau bertanggung jawab, melainkan bagaimana mencari jalan keluar," jelasnya.
Sementara itu Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus menjelaskan partainya tidak menyalahkan Presiden Prabowo Subianto soal penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.
Deddy mengatakan, PDIP hanya meminta pemerintah mengkaji ulang hal tersebut, apakah sudah sesuai dengan kondisi ekonomi Indonesia.
Pasalnya, PDIP tak mau ada persoalan baru yang muncul di awal pemerintahan Prabowo karena adanya kenaikan PPN 12 persen tersebut.
"Kita minta mengkaji ulang, apakah tahun depan itu sudah pantas kita berlakukan pada saat kondisi ekonomi kita tidak sedang baikbaik saja. Kita minta itu mengkaji," ujar Deddy dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (23/12/2024).
"Jadi itu bukan bermaksud menyalahkan Pak Prabowo tetapi minta supaya dikaji dengan baik, apakah betulbetul itu menjadi jawaban dan tidak menimbulkan persoalanpersoalan baru," kata Deddy.
Kendati demikian, Deddy mengatakan, jika pemerintah percaya diri penerapan PPN 12 persen itu tidak akan menyengsarakan rakyat, maka diteruskan pun tidak mengapa.
"Tapi kalau pemerintah percaya diri itu tidak akan menyengsarakan rakyat, silakan terus. Kan tugas kita untuk melihat bagaimana kondisi," ungkapnya.