TIMESINDONESIA, JAKARTA – Untuk kali kedua, Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk-yeol, Rabu (25/12/2024) mangkir lagi dari panggilan tim investigasi gabungan untuk diinterogasi terkait darurat militer.
Namun penyidik masih punya wewenang panggilan ketiga dan surat perintah penahanan.
Presiden Yoon Suuk-yeol tidak menanggapi panggilan kedua dari tim investigasi gabungan, yang memintanya untuk hadir pada Natal pagi kemarin untuk diinterogasi terkait penerapan darurat militer singkatnya.
Para penyelidik - yang terdiri dari Badan Investigasi Korupsi (BKI) Pejabat Tinggi, kepolisian, dan Kementerian Pertahanan, akan segera memutuskan langkah selanjutnya, apakah akan mengeluarkan panggilan ketiga atau meminta surat perintah penahanannya.
Sebelumnya, seperti dilansir The Korea Times, tim penyidik meminta Yoon untuk hadir di kantor BKI di Kompleks Pemerintahan Gwacheon, Provinsi Gyeonggi, paling lambat pukul 10.00 WIB pada hari Rabu, sebagai tersangka dengan tuduhan pengkhianatan dan penyalahgunaan kekuasaan.
Seperti pada panggilan pertama pada 18 Desember 2024 lalu, untuk panggilan kedua yang ia tetap mangkir itu, Yoon juga tidak mau menerima panggilan tertulis, yang dikirimkan kepadanya melalui berbagai saluran, termasuk kediaman presiden itu.
Meskipun ada ketidakpatuhan yang jelas dari presiden, namun para penyelidik tetap bersiaga di kantor CIO selama berjam-jam setelah pemanggilan yang tadinya dijadwalkan hadir pukul 10 pagi.
Meskipun tidak menanggapi panggilan tersebut, pihak Yoon juga tetap bungkam pada Hari Natal tanpa mengeluarkan pernyataan tentang masalah tersebut.
Sebaliknya, pengacara Seok Dong-hyeon, teman lama Yoon yang untuk sementara menjabat sebagai perwakilan hukum presiden, mengatakan pada hari Selasa, bahwa menghadiri CIO pada hari Rabu tidak akan mudah, karena presiden belum sepenuhnya membentuk tim pembela hukumnya.
Seok menepis laporan yang menyatakan bahwa Yoon tengah berjuang untuk mendapatkan perwakilan hukum.
Menanggapi laporan media baru-baru ini yang menyatakan presiden menawarkan 700 juta won ($480.000) atau setara dengan Rp 7,76 miliar sebagai biaya pengacara kepada seorang pengacara yang kemudian ditolak, oleh Seok ditulis di Facebooknya, bahwa laporan itu "hanya fiksi."
Seok juga mengatakan tim pembela hukum Yoon, ketika terbentuk, berencana untuk merilis pernyataan resmi setelah Natal.
Terkait penolakan Yoon untuk memenuhi panggilan, tim investigasi berencana untuk menentukan langkah selanjutnya paling cepat pada hari Kamis ini. Langkah-langkah itu termasuk penerbitan panggilan ketiga atau permintaan surat perintah penahanan.
"Sudah menjadi kebiasaan otoritas penyidik memberikan tiga kali kesempatan pemanggilan (kepada tersangka sebelum penahanan), tetapi ada kemungkinan kami tidak mengikuti prosedur yang biasa karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan," kata seorang pejabat CIO.
Sementara itu, Seok juga mengatakan prosedur persidangan pemakzulan di Mahkamah Konstitusi lebih diutamakan daripada penyelidikan CIO. Namun, Yoon juga berulang kali tidak mau menerima dokumen yang dikirim dari pengadilan terkait persidangannya.
Pengadilan mengatakan minggu lalu, bahwa mereka akan menganggap dokumen tersebut sudah diterima. Karena dalam konteks pengiriman dokumen resmi, secara hukum dianggap telah diserahkan kepada penerima yang dituju, meskipun tidak ada bukti penerimaan yang sebenarnya.
Pengadilan dijadwalkan menggelar akan menggelar sidang persiapan pertama terkait kasus pemakzulan Yoon pada hari Jumat besok. Agenda sidang itu untuk mengklarifikasi isu-isu utama dalam persidangan, meninjau bukti, dan menentukan pemilihan saksi.
Dikatakan, bahwa sidang pertama bisa digelar sekalipun Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol atau perwakilan hukumnya tidak hadir. Yoon Suk-yeol mangkir untuk kali kedua atas panggilan Tim Investigasi Gabungan untuk diinterogasi terkait darurat militer singkatnya itu.(*)