TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Pelaksanaan Pilkada 2024 sudah selesai. Komisi Pemilihan Umum (KPU) di masing-masing daerah sudah melakukan rekapitulasi dan diketahui siapa pemenang Pilgub (pemilihan gubernur) maupun Pilbup (pemilihan bupati).
Walapun memang ada beberapa calon kepala daerah (Cakada) yang dinyatakan kalah dalam hitungan KPU masih melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Setelah Pilkada usai, masih muncul gejolak di masyarakat. Misalnya pendukung Cakada yang dinyatakan kalah masih belum bisa menerima kekalahan.
Sementara dari sisi kubu yang menang, muncul oknum tim pendukung yang mulai menawarkan jabatan kepada ASN (Peraturan Sipil Negara) dengan syarat membayar tarif tertentu. Hal bukan tidak terjadi di salah satu bahkan mungkin beberapa daerah.
Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddik (UIN KHAS) Jember, Dr. Wildani Hefni menjelaskan, jika memang terjadi isu ada oknum mulai menjajakan jabatan di sebuah daerah, maka pasangan calon kepala daerah terpilih harus segera membereskan dan memastikan bahwa tidak ada oknum yang melakukan hal-hal yang sifatnya negatif dan tercela.
"Apakah dia mengatasnamakan kelompok pemenang atau tidak mengatasnamakan siapapun itu adalah tindakan tercela," kata dia saat dikonfirmasi, Kamis (26/12/2024).
Menawarkan jabatan yang dilakukan oknum apalagi mengatasnamakan kontestan yang menang Pilkada merupakan tindakan manipulatif dan koruptif.
Oleh karena itu kata dia, perilaku yang mengarah pada tindakan manipulatif tersebut harus segera dibereskan.
Apalagi mengaku dari kubu pemenang. Maka Cakada terpilih harus bisa membendung itu. Terlepas apakah oknum tersebut adalah mantan tim suksesnya di Pilkada kemarin.
“Calon terpilih akan diuji integritasnya. Bisa tidak merealisasikan pemerintahan yang baik,” jelas dia.
Alumni the Australian National University (ANU) Australia itu juga menerangkan, bahwa isu-isu seperti itu menjadi tantangan yang berat bagi pemenang untuk bisa menyelesaikannya.
"Jika itu bisa diselesaikan maka tantangan seperti itu ke depan akan mudah dilalui, " terang dia.
Memang salah satu tantangan dalam sistem pemilihan one man one vote adalah akan ada banyak orang mengaku memiliki ‘saham’ sehingga mereka menawarkan jabatan kepada ASN.
“ASN juga harus menyadari, bahwa perilaku seperti itu harus dijauhi. Jika memang ada buktinya harus dilaporkan kepada pihak berwajib," saran dia.
Tindakan oknum yang seperti itu sangat tidak dibenarkan, berbahaya hingga bisa berdampak buruk pada satu sistem pemerintahan yang akan berjalan 5 hingga 10 tahun ke depan.
"Ini akan mencederai proses demokrasi. Apalagi dalam konteks pemilihan baru selesai. Seharusnya roda pemerintahan yang akan dijalani berjalan mulus tanpa ada isu-isu seperti itu. Ini tantangan bagi Paslon terpilih untuk meng-clear-kan ini. Harus diwaspadai oleh siapapun," tegas Dekan Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember tersebut. (*)