TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah politikus PDIP, Yasonna Laoly Hamonangan (YLH) bepergian ke luar negeri.
Yasonna Laoly dicegah KPK ke luar negeri bersama dengan rekan satu partainya, Hasto Kristiyanto.
Yasonna dan Hasto dicegah bepergian ke luar negeri dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019–2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Perkara itu merupakan pengembangan dari kasus eks calon anggota legislatif PDIP Harun Masiku yang hingga kini masih menjadi buronan.
Yasonna Laoly adalah mantan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) selama dua periode saat Joko Widodo (Jokowi) menjabat sebagai presiden.
Sementara saat ini, Yasonna Laoly menjadi anggota DPR RI dan masuk Komisi XIII DPR yang membidangi isu reformasi regulasi dan HAM.
Ia kembali terpilih menjadi legislator dalam Pileg 2024 dengan meraup 83.045 suara di dapil 1 Sumatera Utara.
Yasonna Laoly lahir di Sorkam, Tapanuli Tengah pada 27 Mei 1953. Sehingga saat ini, Yasonna Laoly berusia 71 tahun.
Mengutip dari yasonnahlaoly.com, nama "Yasonna" diambil dari bahasa Nias yaitu "Yaso Nasa" yang artinya "masih ada lagi".
Harapannya, setelah kelahiran Yasonna, masih ada lagi adik-adik Yasonna yang akan terlahir.
Sementara "Hamonangan" dalam bahasa Batak berarti "kemenangan". Dan "Laoly" merupakan salah satu marga dalam masyarakat Nias.
Yasonna Laoly memang mewarisi gen dari dua etnis yang berbeda, yakni ayah bersuku Nias bernama F Laoly dan ibu bersuku Batak bernama R Sihite.
Ayahnya berlatar belakang polisi, dengan pangkat terakhir mayor. Kemudian, menjadi anggota DPRD Kota Sibolga dan anggota DPRD Tapanuli Tengah dari Fraksi ABRI.
Dalam kehidupan pribadi, Yasonna Laoly menikah dengan Elisye Widya Ketaren serta dikaruniai empat anak yaitu Novrida Isabella Laoly, Fransisca Putri Askari Laoly, Yamitema Tirtajaya Laoly, dan Jonathan Romy Laoly.
Pada 10 Juni 2021, istri Yasonna Laoly, Elisye Widya Ketaren meninggal dunia di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan.
Sulung dari enam bersaudara ini menghabiskan masa kecil dan remaja di Sibolga. Termasuk pendidikan, ia menamatkan sekolah mulai dari SD, SMP, hingga SMA di Sibolga.
Lulus SMA, Yasonna melanjutkan pendidikan jurusan hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Semasa kuliah, ia mulai aktif berorganisasi.
Ia mengikuti beberapa organisasi, di antaranya Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) pada tahun 1976.
Sementara di internal kampus, Yasonna aktif dalam kegiatan senat mahasiswa, dan sempat menjabat Sekretaris Umum Senat Mahasiswa Fakultas Hukum.
Di tahun keempat kuliah, Yasonna mulai menjadi pengacara dengan menangani perkara perdata dan pidana. Kasus pertama yang dia tangani adalah kasus perceraian.
Profesi ini dilanjutkan hingga setelah lulus dari USU sampai ia diterima bekerja sebagai penasihat hukum Hasan Chandra.
Karier Yasonna lantas berkembang, bukan hanya sebagai pengacara, tapi juga sebagai dosen. Ia menjadi Pembantu Dekan I di Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen.
Pada 1983, Universitas HKBP Nommensen mengirimnya untuk kuliah nongelar di Roanoke College, di Salem, Virginia, Amerika Serikat selama 1 tahun.
Lulus dari program tersebut, Yasonna langsung kuliah S2, juga atas bantuan Universitas HKBP Nommensen, di Virginia Commonwealth University, AS.
Kemudian, ia mengambil program doktor di North Carolina State University, AS.
Atas saran beberapa teman, Yasonna pun terjun ke dunia politik dan memilih PDIP. Ia pun mengikuti Pemilu 1999 dan terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (1999- 2004) mewakili Kepulauan Nias.
Di partai berlambang banteng itu, Yasonna penah dipercaya sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan di DPD PDIP.
Kariernya semakin melejit setelah menjadi anggota DPR RI. Ia dipercaya menduduki jabatan strategis, di antaranya Ketua Fraksi PDIP MPR RI dan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI.
Hingga akhirnya, pada Presiden ke-7 RI, Jokowi mengangkatnya sebagai Menkumham selama dua periode berturut-turut, mulai 2014-2024.
Namun sebelum masa jabatannya berakhir, Yasonna Laoly dicopot Jokowi pada 19 Agustus 2024 dan digantikan Supratman Andi Agtas.
Yasonna Laoly terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 27 Maret 2024 saat masih menjabat sebagai Menkumham.
Tercatat, ia memiliki harta kekayaan sebesar Rp 25.309.128.446 atau Rp 25,3 miliar.
Aset terbanyak yang dimilikinya adalah kas dan setara kas sebesar Rp 10,4 miliar kemudian harta bergerak lainnya sebanyak Rp 4,7 miliar.
Yasonna Laoly masih mempunyai 18 bidang tanah dan bangunan dengan nilai Rp 3,8 miliar.
Di garasinya, terparkir 3 mobil Toyota senilai Rp 1 miliar.
Selengkapnya, inilah daftar harta kekayaan Yasonna Laoly dikutip Tribunnews.com dari elhkpn.kpk.go.id:
A. TANAH DAN BANGUNAN Rp 3.839.090.126
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp 1.047.250.200
HARTA BERGERAK LAINNYA Rp 4.716.499.000
SURAT BERHARGA Rp 227.922.000
KAS DAN SETARA KAS Rp 10.478.367.120
HARTA LAINNYA Rp 5.000.000.000
Sub Total Rp 25.309.128.446
UTANG Rp 0
TOTAL HARTA KEKAYAAN Rp 25.309.128.446
Sebelum akhirnya dicegah bepergian ke luar negeri, Yasonna Laoly sempat menjalani pemeriksaan di KPK sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku pada Rabu (18/12/2024).
Yasonna mengaku dicecar penyidik KPK terkait surat yang disampaikannya selaku ketua DPP PDIP bidang hukum, HAM, dan perundang-undangan ke Mahkamah Agung (MA) dan data perlintasan Harun Masiku.
"Penyidik sangat profesional ya menanyakan sesuai dengan posisi saya sebagai ketua DPP kemudian posisi saya sebagai menteri hukum dan HAM mengenai perlintasan Harun Masiku itu saja," ucap Yasonna usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2024).
Yasonna sebagai ketua DPP PDIP mengirimkan surat ke MA untuk meminta fatwa mengenai PAW anggota DPR yang meninggal dunia.
Diketahui, kasus suap yang menjerat Harun Masiku bermula dari meninggalnya anggota terpilih Fraksi PDIP di DPR dari Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I Nazaruddin Kiemas yang mendapat 34.276 suara pada Pileg 2019.
Lantaran telah meninggal dunia, suara Nazaruddin Kiemas dialihkan ke Riezky Aprilia yang berada di urutan kedua.
Dengan demikian, Riezky mendapat 44.402 suara dan mendapat kursi DPR.
Namun, DPP PDIP memutuskan Harun Masiku yang hanya mendapat suara 5.878 sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemas.
"Kami minta fatwa, saya tanda tangani permintaan fatwa, karena di situ ada perbedaan tafsir antara KPU dan DPP tentang suara caleg yang meninggal. Kapasitas saya sebagai ketua DPP."
"Ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung, untuk permintaan fatwa. Fatwa tentang Keputusan Mahkamah Agung Nomor 57," ujar Yasonna.
Menjawab surat Yasonna tersebut, MA menyatakan supaya ada pertimbangan hukum tentang diskresi partai dalam menetapkan calon terpilih.
Selain soal surat ke MA, Yasonna dicecar penyidik mengenai perlintasan Harun Masiku.
Diketahui, Yasonna yang saat itu menjabat sebagai menkumham sempat menyatakan Harun Masiku berada di luar negeri.
Namun, dalam pemberitaan media saat itu, Harun diketahui telah kembali ke Indonesia.
"Yang kedua ya adalah kapasitas saya sebagai menteri saya menyerahkan tentang perlintasan Harun Masiku," tutur Yasonna.
Dalam pengembangan kasus Harun Masiku, KPK menetapkan Hasto Kristiyanto dan advokat PDIP bernama Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka kasus dugaan suap mengenai penetapan PAW anggota DPR periode 2019–2024.
Selain kasus itu, Hasto juga ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Hasto disebut membocorkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada awal 2020 lalu yang menyasar Harun.
Ia juga diduga memerintahkan anak buahnya yakni Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel agar tidak ditemukan oleh KPK.
Tidak hanya itu, Hasto disebut mengumpulkan beberapa orang saksi terkait perkara agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
(Sri Juliati/Ilham Rian Pratama)