TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri soal penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti sempat jadi polemik beberapa waktu lalu.
Jumat 5 Juli 2024, di hadapan kader-kader PDIP, Megawati dalam pidatonya menantang AKBP Rossa Purbo Bekti untuk menghadap dirinya.
"Saya berani kalau umpamanya suruh datang Rossa, ngadepin aku," kata Megawati pada acara pengucapan sumpah janji jabatan pengurus DPP PDIP di Jakarta kala itu, sebagaimana dikutip dari pemberitaan Kompas.com berjudul "Megawati Tantang Rossa Purbo Bekti Menghadap, Eks Penyidik KPK: Harus Dianggap Permintaan Tokoh Bangsa".
Megawati mengatakan bahwa KPK merupakan lembaga yang dibentuk saat masa pemerintah dirinya sebagai presiden kelima RI.
Sedangkan Rossa yang berpangkat AKBP dianggap setara dengan letnan kolonel atau letkol.
"Gile, orang KPK yang bikin itu saya. Gile deh. Panggil dia aja, pangkatnya apa? Apa ini baru letkol saja, belum jenderal," kata dia.
"Saya panglima tertinggi (sebagai presiden saat itu), yang misahin polisi (dari ABRI) itu saya. Keren lho, saya ini," imbuh Megawati.
Megawati kala itu menyinggung soal Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sudah dua kali diperiksa sebagai saksi oleh KPK.
Penyidik KPK saat itu juga menyita ponsel serta buku catatan Hasto yang diklaim terdapat informasi internal partai di dalamnya.
"Saya bilang sama si Hasto, 'Lo berani dateng enggak, To? Masak kalah sama aku. Aku aja dateng sampai 3 kali, lho, To', ku bilang. Yo dateng lo, ini, Bu. Terus siapa sih yang manggil kamu? Tanyain namanya, gitu kan. Namanya Rossa. Tulis tuh, kamu (wartawan). Ibu bilang yang manggil Pak Hasto namanya Rossa," ungkap Megawati.
Sepekan kemudian atau Kamis 11 Juli 2024, Staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bermana Kusnadi mendatangi Propam Mabes Polri untuk melaporkan AKBP Rossa Purbo Bekti.
Adapun aduan tersebut terkait dugaan pelanggaran prosedur penyitaan ponsel milik Kusnadi yang diterima dengan Nomor SPSP2/003111/VII/2024/BAGYANDUAN tertanggal 11 Juli 2024.
PDIP juga melaporkan Rossa ke sejumlah lembaga seperti Dewas KPK, Komnas HAM, dan Propam Polri.
Mereka juga mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
AKBP Rossa Purbo Bekti bahkan telah dipanggil oleh Dewas KPK dan Komnas HAM.
“Update terakhir dari Dewas baru memanggil Kasatgas penyidikan yang dilaporkan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Minggu (21/7/2024).
“Komnas HAM saya terinfo sudah sempat hadir ke Komnas HAM,” ucap Tessa dikutip dari Kompas.com.
Namun apakah dia masih memegang jabatan itu saat ini belum ada informasi lebih lanjut.
Diketahui, Rossa Purbo baru mulai bertugas di KPK tahun 2016.
Kala itu, Rossa Purbo masih berpangkat sebagai Komisaris Polisi (Kompol).
Kini ia berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) dan mengemban jabatan sebagai Penyidik Tindak Pidana Korupsi Ahli Madya KPK.
Adapun jabatan itu tergabung dalam unit kerja Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi di KPK.
Alumni di Akademi Kepolisian (Akpol) 2006 ini rupanya sudah berpengalaman bertugas di KPK.
Tercatat sudah hampir 10 tahun Rosa Purbo Bekti mengabdi di KPK.
Ia diketahui pernah terlibat dalam penyelesaian berbagai kasus korupsi kelas kakap.
Dikutip dari Pos Belitung, Rossa turut aktif dalam mengusut kasus e-KTP yang menjerat pelbagai penjabat negara.
Ia bahkan pernah tergabung dalam tim yang melakukan OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Dalam kasus korupsi yang menjerat Syahrul Yasin Limpo, Rossa bertugas sebagai kepala satgas KPK.
Selain itu, Rossa juga pernah turut mencari keberadaan Harun Masiku di PTIK pada 8 Januari 2020.
Keterlibatan Rossa dalam kasus Harun Masiku pun sempat menimbulkan polemik hingga menyebabkan ia pernah ingin dikembalikan ke Polri oleh Firli Bahuri yang menjabat Ketua KPK saat itu.
Namun akhirnya, AKBP Rossa berhasil kembali berdinas di KPK.
Rossa diduga merupakan sosok yang menyita handphone milik Hasto karena menduga Sekjen PDIP itu memiliki kaitan dengan Harun Masiku.
Atas hal tersebut, Rossa dilaporkan oleh anak buah Hasto ke Dewas KPK dan Bareskrim Polri hingga Komnas HAM.
Kasus Harun Masiku mencuat lagi pekan ini setelah Sekjen PDIP jadi tersangka dan dicekal bepergian ke luar negeri terkait kasus Harun Masiku.
Bahkan eks Menteri Hukum dan HAM yang juga kader PDIP Yasonna Laoly ikut dicekal bepergian ke luar negeri, juga terkait kasus Harun Masiku.
Kasus suap Harun Masiku berawal saat tim KPK menggelar operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020.
Dari hasil operasi, tim KPK menangkap delapan orang dan menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Keempat tersangka adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, kader PDI-P Saeful Bahri, dan Harun Masiku.
Namun, saat itu Harun lolos dari penangkapan.
Tim penyidik KPK terakhir kali mendeteksi keberadaan Harun di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan.
Harun hingga kini masih berstatus buronan dan masuk DPO.
Ia diduga menyuap Wahyu dan Agustiani untuk memuluskan langkahnya menjadi anggota DPR melalui pergantian antarwaktu (PAW).