AMERIKA - Skandal keamanan siber terbesar dalam sejarah Amerika Serikat terungkap. Hacker China yang dijuluki "Salt Typhoon" berhasil menembus jaringan telekomunikasi AS dan mencuri data serta menyadap panggilan telepon jutaan warga Amerika, termasuk tokoh-tokoh politik penting.
Anne Neuberger, wakil penasihat keamanan nasional untuk siber dan teknologi yang sedang berkembang, mengungkapkan bahwa setidaknya sembilan penyedia telekomunikasi AS telah dibobol oleh kelompok hacker Tiongkok tersebut.
"Begitu mereka masuk, mereka memiliki akses penuh ke data Amerika, yang memungkinkan mereka untuk melacak lokasi jutaan orang dan merekam panggilan telepon sesuka hati," ungkap Neuberger.
Pencurian Data dan Penyadapan Skala Besar
Serangan siber ini diyakini menargetkan jutaan warga Amerika, terutama di wilayah Washington D.C. "Kami percaya tujuannya adalah untuk mengidentifikasi pemilik telepon dan apakah mereka merupakan target pemerintah yang menarik untuk kegiatan spionase dan pengumpulan intelijen," jelas Neuberger.
Meskipun belum jelas berapa banyak warga Amerika yang terdampak, Neuberger menambahkan bahwa "mungkin kurang dari 100" orang yang menjadi target penyadapan panggilan telepon dan pesan teks.
Kronologi dan Investigasi
Aktivitas Salt Typhoon pertama kali terdeteksi awal tahun ini. FBI mengumumkan investigasi atas aktivitas peretasan tersebut pada Oktober, setelah The Wall Street Journal pertama kali melaporkan pelanggaran tersebut sebulan sebelumnya.
Neuberger mengatakan bahwa pemerintah AS telah memberikan panduan kepada perusahaan telekomunikasi kunci sejak dini, tetapi para hacker Tiongkok terbukti "sangat berhati-hati" dan sulit dilacak.
Dampak dan Upaya Penanganan
Skandal ini menimbulkan keprihatinan serius tentang keamanan infrastruktur kritis AS dan privasi warga negara. Neuberger menekankan pentingnya memperkuat pertahanan siber dan menyerukan kepada Komisi Komunikasi Federal (FCC) untuk meresmikan persyaratan keamanan baru bagi operator telepon.
"Kami tidak akan meninggalkan rumah dan kantor kami tidak terkunci, namun infrastruktur kritis kami seringkali tidak memiliki praktik keamanan siber dasar yang akan membuat infrastruktur kami lebih berisiko, lebih mahal, dan lebih sulit bagi negara dan penjahat untuk diserang," kata Neuberger.
Pemerintah AS juga bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi untuk memperbaiki panduan keamanan dan menuntut pertanggungjawaban Tiongkok atas serangan siber tersebut.
Analisis: Espionase Siber dan Ketegangan Geopolitik
Serangan siber oleh Salt Typhoon menunjukkan meningkatnya ancaman espionase siber dan saling serang di dunia maya yang didorong oleh persaingan geopolitik. Data dan informasi telah menjadi "senjata" baru dalam pertarungan kekuasaan antar negara.
Data dan Tren:- Kejahatan siber global menelan biaya lebih dari USD6 triliun pada 2021. (Cybersecurity Ventures)
- Serangan ransomware meningkat 105% pada tahun 2021. (SonicWall)
- Pencurian data pribadi meningkat 274% dalam lima tahun terakhir. (RiskBasedSecurity)