Siap Hadapi Kenaikan PPN Jadi 12 Persen, Pemerintah Beri Sederet Insentif bagi Masyarakat
JAKARTA - Masyarakat Indonesia bersiap untuk penyesuaian kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2025. Untuk itu, Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah dengan memberikan insentif dalam beberapa paket stimulus sebagai upaya menjaga daya beli masyarakat.
Keputusan untuk menaikan tarif PPN ini diharapkan dapat menjaga pertumbuhan ekonomi dan kesehatan APBN guna melakukan pembangunan di semua sektor. Kenaikan tarif PPN juga sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Tak tanggung-tanggung, total insentif PPN diproyeksikan mencapai Rp265,6 triliun pada 2025 dengan menyasar kelompok masyarakat menengah ke bawah dan UMKM yang berpotensi terdampak atas kebijakan kenaikan tarif PPN.
Menurut Ekonom Permata Bank Josua Pardede, pemberian insentif dan stimulus oleh pemerintah berpotensi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang bergantung pada pelaksanaan yang efektif dan kebijakan pendukung.
“Insentif dan stimulus yang diberikan pemerintah memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” ujarnya.
Sederet Insentif yang DiberikanInsentif atas penyesuaian kenaikan tarif PPN 12 persen akan diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada kelompok masyarakat menengah ke bawah yang rentan terdampak dan sektor UMKM.
Dengan target penerima insentif yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, Josua menilai jika telah tepat sasaran. “Jadi secara keseluruhan, paket insentif dan stimulus yang diberikan pemerintah umumnya telah dirancang secara tepat sasaran untuk melindungi kelompok rentan dan mendukung pertumbuhan sektor UMKM,” ucapnya.
Adapun insentif tersebut adalah tepung terigu, gula industri, dan Minyak Kita tetap pada angka 11 persen, yang berarti pemerintah menanggung 1 persen PPN dari ketiganya. Lalu, bantuan pangan berupa 10 kg beras untuk penerima 16 juta penerima manfaat diskon 50 persen untuk pelanggan listrik dengan daya rendah selama dua bulan, Januari-Februari 2025.
Selanjutnya, pemerintah juga memberikan insentif untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) dan kendaraan bermotor hybrid. Sementara, pada sektor perumahan bakal diberikan PPN DTP pembelian rumah. Adanya subsidi di sektor perumahan ini bermaksud pemerintah akan menanggung PPN pembelian rumah dengan harga jual sampai Rp5 miliar atas Rp2 miliar pertama, skema diskon 100 persen pada Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.
Kemudian untuk UMKM adanya perpanjang insentif PPh final 0,5 persen hingga 2025 untuk pelaku UMKM dengan omzet kurang dari Rp500 juta per tahun dibebaskan pajak. Pada sektor padat karya diberikan subsidi 5 persen untuk revitalisasi mesin dan insentif PPh pasal 21 ditanggung pemerintah untuk pekerja berpendapatan hingga Rp10 juta per bulan.
Insentif Dorong Pertumbuhan EkonomiKehadiran insentif, disebut Josua, dapat berpotensi positif pada pertumbuhan ekonomi, misalnya yang pertama, insentif untuk sektor rumah tangga dapat meringankan beban belanja sehingga bisa menjaga konsumsi yang menjadi pendorong utama PDB Indonesia.
“Kedua, kebijakan seperti insentif pajak dan program perlindungan sosial bagi UMKM membantu sektor ini bertahan dan berkembang. UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia, berkontribusi signifikan pada penciptaan lapangan kerja dan pendapatan nasional,” kata Josua.
Ketiga, lanjutnya, perbaikan dalam penyaluran subsidi energi untuk kelompok miskin dapat mengurangi ketimpangan dan meningkatkan kesejahteraan. Penghematan anggaran dari subsidi yang lebih efisien dapat dialokasikan untuk belanja produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Keempat, pengalihan anggaran subsidi energi ke infrastruktur dan sektor industri padat karya menciptakan multiplier effect, seperti peningkatan produktivitas dan daya saing ekonomi.
Josua menjelaskan, keberhasilan stimulus dan insentif dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang dengan ketepatan sasaran, alokasi anggaran yang efisien, dan pengelolaan risiko eksternal turut menjadi faktor pendukung di antaranya. Sebaliknya, melalui strategi yang tepat insentif bisa menjadi landasan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“Dengan strategi yang tepat, insentif ini tidak hanya menjaga daya beli masyarakat tetapi juga menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ucapnya.
Pemerintah Indonesia telah mencanangkan paket stimulus dengan mempertimbangkan secara seimbang sisi permintaan kelompok menengah ke bawah. Hal tersebut guna menjaga daya beli masyarakat dan menstimulasi perekonomian. Bahkan, proyeksi angka insentif kenaikan tarif PPN 12 persen disebut lebih besar dari 2020 saat menghadapi pandemi Covid-19.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, untuk mendesain paket stimulus ini telah mempertimbangkan secara seimbang sisi permintaan terutama kelompok menengah ke bawah yang tetap dimaksimalkan untuk dilindungi perlindungannya dan bantuannya.
Pemerintah juga berkomitmen untuk terus menerima dan mendengar berbagai masukan guna memperbaiki sistem dan kebijakan perpajakan yang berkeadilan.
“Ini adalah sebuah paket lengkap komprehensif. Dengan terus melihat data, mendengar semua masukan, memberikan keseimbangan, dan menjalankan tugas kita untuk menggunakan APBN dan perpajakan sebagai instrumen menjaga ekonomi, mewujudkan keadilan dan gotong royong,” tuturnya.
Menurut Peneliti Ekonomi di Indonesia Development Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna, paket stimulus yang diberikan juga bisa menjadi solusi jangka panjang apabila dirancang dengan baik.
“Paket stimulus yang tepat sasaran dapat membantu masyarakat menengah bawah dan UMKM, tetapi jika tidak dirancang dengan baik, hanya akan menjadi solusi sementara tanpa dampak panjang,” tuturnya.