Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga di Indonesia pada kuarter II tahun 2024 lalu berkontribusi sebesar 54.53 persen terhadap PDB nasional.
Dari jumlah persentase yang relatif besar ini, 22.69% di antaranya dialokasikan untuk konsumsi makanan dan minuman selain restoran.
Mengetahui hal tersebut, program makan bergizi gratis yang tengah ramai diperbincangkan menjadi lebih masuk akal untuk direalisasikan.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Irjen Lotharia Latif, mendorong kerja sama untuk menyukseskan program tersebut.
"Penguatan tata kelola perikanan, pendampingan teknis kepada kelompok nelayan, dan fasilitasi pengembangan kebijakan berbasis masyarakat menjadi fokus utama kerja sama ini," kata Lotharia melalui keterangan tertulis, Minggu (29/12/2024).
Sebagai contoh, pada awal Desember 2024 lalu, Aruna menginisiasi PKS dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang secara khusus ditujukan untuk memperkuat pengelolaan perikanan berkelanjutan.
Guna mendukung program makan bergizi gratis yang telah menjadi wacana besar nasional, kerja sama ini digadang untuk membuka jalan bagi perikanan yang bertanggung jawab, berkelanjutan, dan dapat diandalkan, khususnya dalam berbagi pakai data perikanan.
Lotharia setuju bahwa berbagi data perikanan dapat membantu realisasi program makan bergizi gratis.
"Dengan demikian, pelaku usaha, pengolah, hingga koperasi yang terlibat dapat diketahui dengan baik," katanya.
Aruna sendiri berharap akan ada banyak nelayan skala kecil yang dapat diberdayakan dengan adanya program ini, sehingga pemerataan ekonomi dapat terjadi.
Co-Founder dan Chief Operating Officer Aruna, Indraka Fadhlillah, mengatakan anggaran untuk program ini mencapai Rp450 triliun dan ditujukan untuk menjangkau 81 juta orang.
"Jumlahnya fantastis, ya, melebihi jumlah penduduk Singapura. Dengan skala sebesar ini, semua keputusan harus berdasarkan riset dan data yang bisa dipertanggungjawabkan. Untuk itu, kami sudah mulai melakukan penyelarasan melalui advokasi dengan berbagai pihak,"
Kendati konsumsi makanan dan minuman selain restoran mendominasi pengeluaran rumah tangga, pemenuhan gizi, terutama protein, masih menunjukkan ketimpangan yang cukup signifikan di antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan rendah.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2019 menyatakan bahwa Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian yang dinilai ideal adalah 2,100 kkal untuk energi dan 57 gram untuk protein per kapita per hari.
Di lain sisi, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi masyarakat Indonesia masih berada sedikit di bawah AKG, yakni 2,087.64 kkal per kapita per hari.
Untuk konsumsi protein, Indonesia sejatinya sudah melampaui angka yang disarankan, yakni 62.33 gram per kapita per hari. Hanya saja, capaian ini belum merata.
Dilihat dari kelas sosialnya, kelompok penduduk 20 persen terbawah hanya mengonsumsi 1,663.05 kkal per hari, tertinggal jauh oleh kelompok penduduk 20 persen teratas yang mencapai 2,504.91 kkal.
Sama halnya dengan protein—kelompok terbawah hanya mengonsumsi 45.76 gram per hari, sementara kelompok teratas mencapai 81.22 gram, hampir dua kali lipat lebih tinggi daripada kelompok terbawah.
Hal ini juga paralel terjadi pada angka konsumsi ikan, udang, cumi, kerang, dan daging.
Karena sumber proteinnya berkualitas tinggi, protein hewani dinilai memiliki harga yang lebih tinggi, sehingga pembelian hanya dapat dilakukan oleh kelompok masyarakat yang berada.