JAKARTA - Protes terhadap rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 2025 dianggap hal yang wajar. Adapun penolakan itu disampaikan oleh elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), ditunjukkan lewat demo oleh mahasiswa, hingga petisi online.
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) R Haidar Alwi menilai penolakan yang datang dari sebagian kelompok merupakan sesuatu yang wajar. Dia yakin bahwa seiring berjalannya waktu akan bisa dipahami dan diterima oleh masyarakat sambil terus melakukan sosialisasi dan edukasi.
"Ada penolakan itu wajar. Yang namanya kebijakan menaikkan harga atau tarif pajak risikonya ditolak. Apalagi kalau PDIP, sudah jelas kan oposisi. Buktinya waktu menjadi partai penguasa, PDIP menyetujui undang-undang-nya dan ketika PPN naik dari 10% ke 11% pada tahun 2022 lalu, PDIP terima. Sekarang aja menolak karena oposisi," ungkapnya, Minggu (29/12/2024).
Dia pun mengaitkan rencana pemerintah menaikkan PPN tersebut dengan musim liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru). “Katanya ekonomi sulit, tapi di musim liburan kita saksikan arus lalu lintas semakin padat, tempat-tempat wisata membludak, cafe-cafe ramai dan gadget laris manis,” katanya.
“Betul apa tidak? Dan itu fakta. Makanya rakyat jangan mudah terprovokasi diperalat untuk menjatuhkan pemerintah," sambungnya.
Dia mengatakan, kenaikan tarif PPN merupakan kebijakan untuk rakyat. "Tambahan penerimaan negara yang diperoleh dari kenaikan tarif PPN yang dipungut dari rakyat akan kembali kepada rakyat dalam bentuk dan manfaat berbeda dengan jumlah berkali-kali lipat," kata R Haidar Alwi.
Dia melanjutkan, tak hanya untuk menjaga stabilitas perekonomian negara, pembangunan di berbagai sektor maupun kebijakan jangka panjang lainnya. Akan tetapi, lanjut dia, rakyat juga bisa merasakan manfaatnya melalui program makan siang bergizi, bantuan sosial serta insentif sebagai kompensasi seperti diskon listrik, dan pembelian rumah.
"Barang-barang seperti minyak, tepung terigu, dan gula industri kenaikan PPN-nya ditanggung pemerintah. Dan yang paling penting sembako, pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, angkutan umum, jasa keuangan dan rusun tidak dikenakan PPN," pungkasnya.