Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas dugaan pelanggaran kode etik.
Ia dilaporkan oleh pihak pelapor bernama Alfadjri Aditia Prayoga.
Dasar laporan tersebut yakni karena Rieke Diah Pitaloka menolak kebijakan PPN 12 persen di tahun 2025 mendatang.
Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, membenarkan informasi ini.
Ia menyampaikan laporan terhadap Rieke Diah Pitaloka telah diterima pihaknya pada Jumat (20/12/2024).
"Laporan ada, laporan ada. Benar, surat saya saya tanda tangan kok. Enggak mungkin ada surat kalau enggak ada laporan, benar ada laporan," ujar Dek Gam, Minggu (29/12/2024), dilansir Kompas.com.
Pelapor menilai pernyataan Rieke Diah Pitaloka dianggap memprovokasi warga untuk menolak kebijakan PPN 12 persen.
Meski begitu, Dek Gam belum mau berkomentar lebih jauh soal pelaporan tersebut.
Dia hanya menegaskan MKD kemungkinan bakal menunda pemanggilan Rieke yang seharusnya dilakukan Senin (30/12/2024), besok.
"Iya surat pemanggilan itu, iya surat pemanggilan itu memang aku tanda tangan. Tapi kan kita masih libur (sidang) nih, masih reses."
"Jadi anggotaanggota masih di dapil. Jadi kita tunda dulu lah," jelas Dek Gam.
Pernyataan Rieke soal PPN 12 PersenSebelumnya, Rieke Diah Pitaloka diketahui memiliki pandangan yang berbeda dengan kebijakan Prabowo Subianto.
Terlebih soal kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen.
Untuk itu, pihaknya meminta Presiden Prabowo Subianto membatalkan rencana tersebut.
Ia meyakini keputusan itu akan berdampak besar kepada masyarakat.
Rieke Diah Pitaloka khawatir kebijakan ini justru akan membuat meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Selain itu, kenaikan PPN juga berpotensi akan menaikan harga kebutuhan pokok.
"Berdasarkan pertimbangan ekonomi dan moneter antara lain angka PHK meningkat, deflasi selama kurang lebih lima bulan berturutturut yang harus diwaspadai berdampak pada krisis ekonomi dan kenaikan harga kebutuhan pokok," ujar Rieke Diah Pitaloka, Sabtu (21/12/2024).
Rieke menjelaskan argumentasi pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen sesuai pasal 7 UU Nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan dinilai tidak tepat.
Dia meminta pemerintah harus mengambil secara utuh aturan tersebut.
"Saya sangat mendukung Presiden Prabowo menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen," jelasnya.
Rieke Diah Pitaloka justru mengusulkan agar pemerintah menerapkan dengan tegas self assessment monitoring system dalam tata kelola perpajakan.
Di antaranya, perpajakan selain menjadi pendapatan utama negara, berfungsi sebagai instrumen pemberantasan korupsi, sekaligus sebagai basis perumusan strategi pelunasan utang negara.
Selain itu, terwujudnya satu data pajak Indonesia, agar negara mampu menguji SPT wajib pajak, akurasi pemetaan, perencanaan penerimaan dan pengeluaran negara secara komprehensif, termasuk pendapatan yang legal maupun ilegal.
Diketahui, pemerintah telah memutuskan untuk tetap memberlakukan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024.
Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024).
Ia mengklaim, kebijakan tarif PPN 12 persen ini telah sesuai dengan amanat UndangUndang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Sesuai dengan amanat UU HPP dengan jadwal yang ditentukan tarif PPN akan naik 12 persen per 1 Januari 2025," kata Airlangga.