Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penerbangan pesawat internasional biasanya akan menghindari daerah rawan konflik untuk menjaga keamanan selama perjalanan.
Akan tetapi, jika memantau jalur penerbangan pesawat udara melalui Flight Radar, ada sebuah wilayah yang sangat dihindari oleh penerbangan internasional meski bukan daerah rawan konflik. Wilayah tersebut adalah Pegunungan Tibet.
Pengamat Penerbangan Alvin Lie, menjelaskan pesawat-pesawat akan menempuh jalur yang lebih panjang dan lebih jauh, walaupun memakan biaya lebih mahal dan waktu tempuh terbang lebih lama untuk menghindari Pegunungan Tibet.
"Hal ini dilakukan karena di dataran tinggi Tibet banyak pegunungan tinggi yang meningkatkan resiko bagi penerbangan. Ingat bahwa penerbangan ini tidak hanya mengukur ketinggiannya dari permukaan laut, tapi juga memperhatikan jarak antara ketinggian pesawat dengan permukaan," tutur Alvin dikutip dari laman YouTube Alviaton, Rabu (1/1/2025).
Alan kedua, di kawasan dataran tinggi Tibet jumlah bandara sangat terbatas dan infrastruktur penerbangan kurang mendukung untuk pendaratan darurat.
Dataran tinggi Tibet dikenal sering mengalami kondisi cuaca ekstrem dan tidak menentu, ditambah anginnya bisa sangat kencang, badai salju dan mampu menimbulkan turbulensi yang intens.
"Geografi pegunungan ini menciptakan fenomena turbulensi yang disebut mountain wave turbulence, yaitu angin yang berputar karena membentur gunung dan puncak-puncak gunung, sehingga dapat membahayakan penerbangan," jelas Alvin.
Guncangan intens inilah yang dihindari oleh pilot. Selain berbahaya, tentunya tidak nyaman bagi penumpang selama perjalanan.
Bukan hanya itu, faktor lainnya penerbangan menghindari Pegunungan Tibet adalah suhu rendah ketika musim dingin bisa menyebabkan berbagai kondisi tidak baik bagi pesawat.
"Suhu rendah ini dapat menyebabkan pembekuan bahan bakar, pembentukan es pada sayap, sehingga mengganggu aerodinamik dan dapat mengganggu sistem kendali pesawat. Maka dari itu dataran tinggi Tibet dihindari," ungkapnya.
Selain itu, wilayah Tibet dengan bentuk permukaan yang sedemikian rupa tidak miliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung cakupan radar dan fasilitas komunikasi.
Kondisi ini membuat pengatur lalu lintas udara menjadi kesulitan untuk memantau pergerakan pesawat secara akurat dan dalam kondisi darurat komunikasi menjadi sangat terbatas, serta menghambat koordinasi dalam upaya penyelamatan.
"Maka dari itu, jalur penerbangan dirancang menghindari wilayah pegunungan Tibet, untuk meningkatkan keamanan penerbangan dan mengurangi resiko bagi penumpang dan awak pesawat. Jalur alternatif memang lebih panjang, waktu tempuhnya juga lebih panjang tapi lebih memberikan kondisi yang nyaman dan lebih aman bagi penerbangan kita," ucap Alvin Lie.