TRIBUNNEWS.COM - Politikus Partai Nasdem, Irma Suryani Chaniago, mengatakan bahwa Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) tidak dapat dijadikan acuan dalam menilai tingkat korupsi.
Pernyataan ini disampaikan Irma menanggapi rilis OCCRP yang mencantumkan nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, sebagai salah satu pemimpin paling korup di dunia.
Irma menyebut bahwa daftar nama dalam rilis OCCRP tidak berdasarkan data dan fakta.
"Yang pertama, lembaga tersebut (OCCRP) merilis berdasarkan polling. Bukan data dan fakta," kata Irma, Rabu (1/1/2025).
OCCRP diketahui mengumpulkan nominasi melalui Google Form yang dibagikan sejak 22 November 2024.
Irma juga berpendapat bahwa penilaian yang memasukkan Jokowi sebagai pemimpin terkorup tidak hanya berkaitan dengan isu korupsi, tetapi juga dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri pemerintah.
Menurut Irma, salah satu faktor yang mungkin mendasari penilaian tersebut adalah keputusan Jokowi yang lebih memilih untuk menjalin kerjasama dengan China, yang sering bersinggungan dengan Amerika Serikat (AS).
OCCRP diketahui, merupakan salah satu organisasi jurnalisme investigasi terbesar di dunia yang berkantor pusat di Amsterdam, Belanda.
"Dugaan saya karena Jokowi lebih memilih bekerja sama dengan lawan politik AS, yaitu China, karena investasi China jauh lebih menguntungkan daripada AS, di mana semua investasi AS selama ini merugikan Indonesia dalam bagi hasil," papar Irma.
Menanggapi tuduhan tersebut, Jokowi mempertanyakan bukti yang mendasari penilaian tersebut.
"Hehehe, ya terkorup, korup apa yang dikorupsi? Apa ya dibuktikan?" kata Jokowi di rumahnya di Kelurahan Sumber, Banjarsari, Solo pada Selasa, 31 Desember 2024.
Jokowi menambahkan, banyak tuduhan yang tidak berdasar dan merupakan framing jahat.
"Sekarang banyak sekali fitnah dan tuduhan tanpa ada bukti," ujarnya.
Ia juga meminta media untuk menanyakan langsung kepada pihak yang melontarkan isu tersebut.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).