Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Ramai-ramai profesor bidang kesehatan yang mengatasnamakan Aliansi Ketahanan Kesehatan Bangsa mengirimkan surat terbuka ke Presiden Prabowo Subianto.
Setidaknya ada lima poin yang ditulis dalam surat tertanggal 31 Desember 2024 itu.
Dalam surat tersebut para profesor menyampaikan kondisi dunia kesehatan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir dan mencatat beberapa isu mendesak yang memerlukan perhatian segera.
Seperti menyoroti ketidakharmonisan hubungan Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dengan sejumlah organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) hingga Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
Adapun Aliansi Kesehatan Indonesia itu terdiri dari Prof. Dr. Djohansjah Marzoeki, dr., Sp.B., Sp.B.P.R.E., Subsp.E.L, Prof. Dr. dr. Sukman Tulus Putra, Sp.A (K) FACC, FESC, Prof. dr. Menaldi Rasmin, Sp.P(K), Prof. dr. Muchtaruddin Mansyur, M.S., PKK., PGDRM., Sp.Ok., Ph.D, Prof. Dr. dr. Zainal Muttaqin, Ph.D, Sp.BS, Prof. DR. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS (K) dan Prof. DR. dr. Hardyanto Soebono, Sp.DV&E (K).
Berikut adalah isi surat terbuka yang diterima Tribunnews.com, Kamis (2/1/2024):
SURAT TERBUKA KEPADA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Kepada Yth: Bapak Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto Djojohadikusumo
Di Jakarta
Bapak Presiden Yang Kami Banggakan, Selamat pagi dan salam hormat. Semoga Bapak selalu diberi kesehatan, keberkahan dan kesuksesan dalam memimpin negeri ini.
Di penghujung tahun 2024, perkenankan kami dari Aliansi Ketahanan Kesehatan Bangsa ingin menyampaikan pandangan kami mengenai kondisi dunia kesehatan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Kami mencatat beberapa isu mendesak yang memerlukan perhatian segera.
1. Profil Kesehatan Masyarakat yang Belum Memuaskan
Profil kesehatan masyarakat Indonesia hingga saat ini masih belum menunjukkan hasil memuaskan.
Di dalam negeri, kita masih menghadapi penyakit menular yang belum terkendali baik, seperti tuberkulosis, HIV/AIDS, malaria dan demam berdarah. Penanganannya belum menunjukkan hasil dan perbaikan signifikan.
Di sisi lain, prevalensi faktor risiko kardiovaskular dan penyakit metabolik seperti penyakit jantung dan diabetes terus meningkat dan belum menunjukkan hasil memuaskan. Pada level regional, profil kesehatan Indonesia jauh tertinggal di tingkat ASEAN.
Indonesia masih berada di empat negara terbelakang di ASEAN dalam hal Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu dan Angka Harapan Hidup. Profil kesehatan yang lemah ini menjadi ancaman serius bagi ketahanan kesehatan bangsa.
2. Fokus pada Proyek Mercusuar daripada Program Pro-Rakyat
Kementerian Kesehatan terlalu fokus melaksanakan proyek-proyek mercusuar, seperti pengadaan ratusan laboratorium kateterisasi (Cath-lab) dan proyek genomik, yang menggunakan dana pinjaman luar negeri.
Proyek ini lebih berorientasi pada domain kuratif dan mengabaikan domain promotif dan preventif yang seharusnya menjadi prioritas pembangunan kesehatan nasional.
Selain itu, proyek-proyek ini tidak mencerminkan keberpihakan pada persoalan kesehatan rakyat banyak dan lebih berorientasi dan menguntungkan kelompok tertentu. Jika proyek-proyek yang tidak pro-rakyat ini terus dilanjutkan, akan terjadi inefisiensi dan pemborosan sumber daya dengan target hasil yang tidak adekuat.
3. Ketidakharmonisan Antara Menteri Kesehatan dan Profesi Kesehatan
Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi disharmoni serius antara Menteri Kesehatan dengan organisasi profesi kesehatan, termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI), serta organisasi lainnya. Banyak penyebab disharmoni ini.
Ketidakharmonisan ini mengakibatkan kurangnya komunikasi, kerjasama dan inklusifitas antara kedua pihak, yang pada akhirnya menciptakan kondisi tidak kondusif bagi dunia kesehatan Indonesia.
Ketidakharmonisan dalam komunikasi antara Menteri Kesehatan dan para profesi kesehatan di Indonesia kerap menjadi sorotan. Narasi yang terbangun di media sosial sering kali terkesan kurang mendukung dan menyudutkan profesi kesehatan.
Hal ini menciptakan kesan seolah-olah terdapat jarak signifikan antara Menteri dengan profesi kesehatan.
Ibarat seorang panglima perang yang tidak berkomunikasi dengan pasukannya sendiri. Jika situasi ini terus berlanjut, program-program kesehatan tidak akan dapat berjalan dengan baik dan sukses, mengingat organisasi profesi adalah pemangku kepentingan utama dalam pembangunan kesehatan Indonesia.
Tanpa keterlibatan optimal organisasi profesi, program kesehatan yang direncanakan akan sulit memperoleh hasil maksimal.
4. Campur Tangan dalam Ranah Profesi
Kementerian Kesehatan mencampuri terlalu jauh urusan yang seharusnya menjadi ranah organisasi profesi.
Undang-Undang Kesehatan No. 17/2023 dibuat tanpa melibatkan organisasi profesi yang sah.
Dalam undang-undang tersebut, Kementerian Kesehatan mengambil alih program pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan, konsil, kolegium, dan perangkat lain yang seharusnya menjadi ranah keprofesian.
Karena sikap ini, Kementerian Kesehatan telah berkali-kali disomasi oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan juga telah mengajukan berbagai judicial review terhadap kebijakan-kebijakan Kementerian Kesehatan tersebut.
Baru-baru ini, pembentukan kolegium secara sepihak oleh Kementerian kembali memicu somasi. Kondisi kekisruhan ini akan terus terjadi jika tidak ada perbaikan dan kesepakatan. Dan ini akan mengganggu program pembangunan kesehatan yang digaungkan oleh Bapak Presiden.
5. Krisis Kepemimpinan Berbasis Keahlian
Adanya carut-marut isu kesehatan serta belum memuaskannya pencapaian bidang kesehatan disebabkan oleh adanya krisis kepemimpinan profesional kesehatan.
Dalam beberapa tahun terakhir, kepemimpinan bidang kesehatan dipegang oleh pejabat yang tidak memiliki wawasan maupun pengalaman adekuat di bidang kesehatan.
Hal ini berdampak pada pola komunikasi yang kurang efektif serta kebijakan yang tidak menyentuh substansi utama persoalan kesehatan.
Seperti halnya bidang pendidikan, sektor kesehatan sepantasnya dipimpin oleh seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman di bidang kesehatan.
Untuk memastikan kebijakan yang komprehensif dan berbasis kebutuhan nyata, seorang Menteri Kesehatan idealnya adalah sosok dengan pengetahuan, pendidikan, dan pengalaman yang mendalam di bidang kesehatan.
Dengan keahlian ini, ia mampu memahami persoalan kesehatan secara mendalam serta memberikan solusi relevan dan sesuai dengan kebutuhan.
USULAN
Berdasarkan berbagai masalah yang tersebut diatas, kami menilai progres pembangunan kesehatan masih jauh dari kata memuaskan.
Dengan kondisi ini, sulit bagi negara ini mempersiapkan masyarakat Indonesia berkualitas dalam menyongsong Indonesia Emas.
Untuk itu, kami sangat berharap dan mengusulkan Bapak Presiden dapat meninjau dan merevisi program-program serta kebijakan yang tidak pro-rakyat ini. Juga mempertimbangkan adanya kepemimpinan berbasis profesionalisme dan keahlian dalam bidang ini.
Dengan ini, kita berharap bidang kesehatan dapat menjadi penyejuk dan penyelesaian berbagai tantangan bidang kesehatan dan bangsa, bukan menjadi bahan toksik bagi masyarakat Semoga usulan ini dapat menjadi masukan berharga dan menginspirasi langkah konstruktif bagi Bapak Presiden untuk menangani berbagai isu krusial ini.