Jumiati Baru Pulang Kampung Tewas Dibacok Suaminya, Sang TKW Disuruh Ambilkan Buku saat Jemur Baju
Mujib Anwar January 03, 2025 11:30 AM

TRIBUNJATIM.COM - Padahal baru pulang ke Indonesia, TKW tewas dibacok suami cuma gara-gara diabaikan.

TKW bernama Jumiati (25) harus meregang nyawa usai dibacok suaminya sendiri gegara hal sepele.

Padahal dia baru beberapa hari pulang ke kampung halamannya seusai bekerja di luar negeri.

Pelaku adalah suaminya bernama Ilham (30), warga Desa Tanjung Mas, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Peristiwa terjadi pada Rabu (1/1/2025), sekitar pukul 11.30 WITA, di rumah mertuanya, tepatnya di Lingkungan Songgela, Kecamatan Asakota, Kota Bima.

Kejadian ini pun dikonfirmasi kebenarannya oleh kepolisian setempat.

Kasubsi Humas Polres Bima Kota, Aipda Nasrun membenarkan adanya insiden pembunuhan istri tersebut.

Kejadian ini berawal saat sang suami datang untuk menjenguk korban yang baru beberapa hari pulang kerja dari luar negeri.

Setibanya di kediaman mertua, Ilham kemudian memanggil sang istri yang saat itu tengah menjemur pakaian.

Karena tak dihiraukan istrinya, pelaku sontak masuk ke dalam rumah mertua untuk mencari sesuatu.

"Setelah itu pelaku meminta buku kepada korban, namun korban tetap melanjutkan jemur pakaian," kata Nasrun saat dikonfirmasi pada Rabu.

Merasa tidak mendapat respons yang baik, Ilham dan istrinya lantas terlibat cekcok mulut hingga berujung aksi pembacokan.

Pelaku membacok bahu kanan istrinya menggunakan golok sebanyak dua kali hingga membuat korban jatuh bersimbah di tanah.

"Setelah membacok istrinya, pelaku langsung kabur ke area pegunungan di wilayah Songgela," ujarnya.

Jumiati, wanita asal Nusa Tenggara Barat tewas dibacok suami setelah beberapa hari pulang ke Indonesia dari bekerja di luar negeri.
Jumiati, TKW asal Nusa Tenggara Barat tewas dibacok suami setelah beberapa hari pulang ke Indonesia dari bekerja di luar negeri (Kompas.com)

Sementara itu korban dibawa ke rumah sakit menggunakan sepeda motor.

Sejumlah warga berupaya mengejar pelaku, namun sampai saat ini belum ditemukan.

Nasrun mengatakan, korban sempat mendapat perawatan tim dokter, namun nyawanya tak tertolong akibat pendarahan hebat yang dialami Jumiati.

"Korban dinyatakan meninggal tak lama setelah menjalani perawatan di rumah sakit," kata Nasrun.

Kisah pilu TKW lainnya datang dari Maryam (54), warga Dusun Jaddih Laok, Desa Jaddih, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan.

Ia selamat dari jerat hukuman mati yang dijatuhkan oleh pengadilan Arab Saudi. 

Kini Maryam telah kembali ke Tanah Air sejak awal Desember 2024 setelah 30 tahun meninggalkan keluarganya sebagai pekerja migran di Arab Saudi.

Maryam berangkat ke Arab Saudi tahun 1994 saat ia masih berusia 24 tahun.

Maryam yang menikah di usia 15 tahun meninggalkan sang suami dan ketujuh anaknya.

Kini anak pertama Maryam, Hartatik, sudah berusia 41 tahun.

Sementara anak bungsunya atau yang ketujuh, Turmudzi, berusia 35 tahun.

Selama bekerja di Arab Saudi, Maryam menggunakan nama Hanan Muhammad Mahmud.

Selama 15 tahun, ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga majikannya, Yahya Muhammad Jabar.

Maryam menangis bisa pulang ke Madura setelah lolos dari hukuman mati di Arab Saudi
Maryam menangis bisa pulang ke Madura setelah lolos dari hukuman mati di Arab Saudi (Kompas.com)

Namun di tahun 2009, Maryam dijatuhi hukuman mati.

Perkara itu berawal saat majikannya muncul dalam kondisi marah-marah dan melakukan kekerasan pada dirinnya.

Maryam yang membela diri kemudian menyiram majikannya dengan air panas.

"Karena saya dihina, dicaci maki, dan rambut saya dijambak. Saya siram majikan saya dengan air panas mengenai bahu kanan dan sebagian wajahnya," kata dia, Rabu (4/12/2024).

Tindakan tersebut dilaporkan oleh adik Yahya, Husen Mohammad Jabar, yang kemudian mengakibatkan Maryam ditangkap dan diadili di Pengadilan Jeddah.

"Saya tidak salah. Saya tidak membunuh majikan saya. Tapi saya divonis hukuman mati."

"Pengadilan Arab Saudi tidak adil kepada saya," tegas dia.

Selama menjalani proses hukum, Maryam mengaku merasa terisolasi dan tidak tahu harus mengadu kepada siapa.

Satu-satunya orang yang bisa diajak berkomunikasi adalah penerjemah yang ditunjuk oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI).

"Penerjemah dari KJRI itu orang Sumenep. Hanya dia yang bisa komunikasi dengan saya selama saya disidang di pengadilan," tutur Maryam.

Selama di penjara, ia mengalami perlakuan yang tidak manusiawi, termasuk makanan yang tidak layak konsumsi.

"Saya hanya makan roti dan bubur selama di penjara. Kalau ada daging, suruh makan kepada penjaganya."

"Karena dagingnya mentah, masih ada darahnya, sepertinya tidak dicuci bersih," kenang dia.

TKW Arab Saudi, Hanan binti Muhammad Mahmud atau Maryam binti Ahmad (54) bebas dari hukum Qisas dan langsung mengecek kondisi gubuk rumahnya di Desa Jaddih, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan, Rabu (4/12/2024)
TKW Arab Saudi, Hanan binti Muhammad Mahmud atau Maryam binti Ahmad (54) bebas dari hukum qisas dan langsung mengecek kondisi gubuk rumahnya di Desa Jaddih, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan, Rabu (4/12/2024). (TribunJatim.com/Ahmad Faisol)

Melalui KJRI, Maryam berharap bisa dibebaskan dengan membayar denda yang ditetapkan oleh pengadilan.

Namun permohonan tersebut tak kunjung dipenuhi.

"Yang tetap marah ke saya adalah Husen Mohamad Jabar."

"Kalau keluarga majikan lainnya, termasuk kedua anak majikan yang saya asuh sejak kecil, sudah memaafkan," ungkap Maryam.

Maryam akhirnya dibebaskan setelah menjalani hukuman selama 15 tahun tujuh bulan.

Hidup puluhan tahun di Saudi membuat ada banyak dialek Arab yang keluar dari mulutnya, meski dia masih lancar berbahasa Indonesia.

Maryam seharusnya bisa bebas lebih awal pada tahun 2022 jika dia mampu membayar denda sebesar Rp1,6 miliar.

Namun karena dia tidak memiliki uang, ia terpaksa menunggu.

Saat di penjara, ia sempat dua kali dipindahkan dari Penjara Briman ke Penjara Dzahban di Jeddah.

Maryam mengaku sempat kehilangan harapan untuk kembali ke Tanah Air.

Lalu pada 30 November 2024, seorang warga Arab Saudi membayar denda tersebut, yang memungkinkan Maryam untuk kembali ke rumah.

"Saya tidak tahu siapa yang ikhlas membayar denda yang diminta Pemerintah itu. Saya berterima kasih, semoga Allah membalasnya dengan pahala yang berlipat," ungkap dia lirih.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.