Bea Cukai mengadakan kampanye "Gempur Rokok Ilegal" untuk memutus peredaran rokok ilegal di berbagai daerah dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat di lima wilayah, yaitu Sumenep, Aimas, Sintang, Makassar, dan Sumedang.
Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pengawasan peredaran rokok ilegal, memberikan pemahaman tentang bahaya rokok ilegal, dan menjelaskan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) dalam pemberantasan rokok ilegal.
“Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian peredaran rokok ilegal di daerah, memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai bahaya rokok ilegal, serta menjelaskan pemanfaatan DBH CHT (dana bagi hasil cukai hasil tembakau) terhadap pemberantasan rokok ilegal,” ujar Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo.
Kegiatan sosialisasi dapat dilakukan dengan dua acara, yaitu sosialisasi mandiri dan sosialisasi kolaborasi.
Sosialisasi mandiri merupakan kegiatan edukasi yang dilaksanakan oleh tim penyuluh atau tim terkait lainnya pada Bea Cukai sesuai dengan agenda yang terjadwal.
Sementara sosialisasi kolaborasi merupakan kegiatan edukasi yang dilakukan Bea Cukai bersama pemerintah daerah, kementerian/lembaga, pihak swasta, serta pemangku kepentingan atau mitra Bea Cukai.
Kegiatan sosialisasi mandiri telah dilaksanakan di beberapa Kanwil, seperti Bea Cukai Madura kepada masyarakat di Kabupaten Sumenep pada Sabtu (14/12) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Papua di Kabupaten Aimas pada Senin (02/12) hingga Jumat (06/12).
Sementara kegiatan sosialisasi kolaborasi telah dilaksanakan oleh Bea Cukai Nanga Badau bersama Radio Republik Indonesia (RRI) Kabupaten Sintang pada Selasa (03/12), Kanwil Bea Cukai Sulawesi Bagian Selatan bersama Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada Selasa (10/12), dan Bea Cukai Bandung bersama Pemerintah Kabupaten Sumedang pada Rabu (18/12).
Rokok ilegal memberikan dampak negatif bagi negara dan masyarakat.
Pertama, rokok ilegal merugikan pendapatan negara dengan mengurangi potensi penerimaan dari cukai.
Kedua, rokok ilegal dapat menghambat perkembangan industri tembakau, sebab menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat.
Ketiga, rokok ilegal berisiko menyebabkan masalah kesehatan yang lebih serius dibandingkan rokok legal, karena mengandung bahan yang tidak sesuai dengan standar regulasi.
Budi mengungkapkan bahwa kolaborasi sosialisasi yang dilakukan oleh Bea Cukai bersama pemerintah daerah didanai oleh DBH CHT.
DBH CHT merupakan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau provinsi penghasil tembakau.
Melalui kolaborasi ini diharapkan tercipta kepatuhan hukum di masyarakat.
“Dalam hal penegakan hukum di bidang cukai, sosialisasi merupakan langkah preventif Bea Cukai untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Sinergi yang kuat antara Bea Cukai, pemerintah daerah, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan kepatuhan hukum,” pungkas Budi.