Fikih Ekologi dalam Upaya Penanganan Kerusakan Alam
GH News January 04, 2025 03:04 AM

TIMESINDONESIA, PONOROGO – Dewasa ini, kerusakan alam menjadi persoalan yang semakin mendesak. Dampak dari deforestasi, pencemaran, polusi, dan eksploitasi sumber daya yang berlebihan telah mengancam keseimbangan ekosistem. 

Efek yang ditimbulkan bukan hanya dirasakan sebagian orang saja, namun hamper menyeluruh di seluruh dunia. Menurut Sayyid Hossen Nasr, krisis lingkungan yang dialami dunia saat ini bukan hanya krisis ekologi, tapi juga merupakan krisis spiritual manusia modern.

Usaha dalam penanganan kerusakan ini bukan hanya tanggung jawab segelintir orang saja, tapi memerlukan kesadaran kolektif dari seluruh lapisan masyarakat. Tanpa tindakan yang tepat, ancaman kerusakan semakin nyata dan akan mengancam kelangsungan kehidupan di masa yang akan datang.

Pengertian Fikih Ekologi

Fikih Ekologi sering disebut juga dengan Fikih Bi’ah adalah cabang dari ilmu fikih yang mengatur hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Hal Ini, berhubungan tentang bagaimana tugas manusia diciptakan adalah sebagai khalifah di muka bumi yang juga diberi peran untuk ikut merawat dan melestarikan alam.

Pembahasan Ekologi berfokus pada ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Merupakan faktor abiotik, antara lain suhu,air, kelembapan, cahaya, dan topografi, dan biotik adalah mahluk hidup yang terdiri dari manusia, tumbuhan dan mikroba.

Ekologi juga berbicara mengenai tingkatan-tingkatan organisasi mahluk hidup, seperti populasi, komunitas, serta ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan system yang menunjukkan kesatuan.

Dengan demikian ekologi bukan semata-mata berurusan dengan pencemaran dan kerusakan alam. Ekologi mengandung pengertian yang lebih luas, lebih mendalam dan lebih filosofis menyangkut kehidupan dan interaksi yang ada di dalamnya.

Fikih Ekologi dalam Konservasi Lingkungan

Dewasa ini fikih ekologi memiliki posisi dan peran yang krusial dalam upaya konservasi lingkungan. Dengan mengaplikasikan fiqh ekologi, kita dapat lebih sadar terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Prinsip ini mendorong masyarakat untuk berlaku adil terhadap lingkungan dan menjaganya dari kerusakan lebih lanjut.

Fikih ekologi membantu menciptakan kesadaran yang mendalam akan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Melalui pendekatan ini, masyarakat diajarkan untuk tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan. Masyarakat diajak untuk mempertimbangkan keadilan ekologis, di mana setiap tindakan kita harus memperhatikan dampak jangka panjang terhadap bumi. 

Prinsip ini membantu dalam menciptakan keselarasan antara kebutuhan manusia dan kesehatan lingkungan. Fikih Ekologi memberi pencerahan, panduan, dan batasan bagi umat manusia khususnya umat Islam dalam menjaga kelangsungan alam.

Fikih Ekologi dalam Penanggulangan Krisis Lingkungan

Dalam Deklarasi Rio de Janerio tahun 1922 yang dihasilkan United Nations Conference of Environment and Devilopment (UNCED) menekankan pentingnya pembangunan yang berkelanjutan yang adil dan bertanggungjawab terhadap lingkungan. Dalam forum ini ada lima dokumen utama yang dihasilkan yang mencangkup prinsip-prinsip keadilan lingkungan yang penting bagi kelestarian alam.

Pertama, prinsip keadilan antar generasi mengatur agar pemanfaatan sumber daya alam dilakukan secara adil antara generasi sekarang dan yang akan datang. 

Kedua, prinsip keadilan dalam satu generasi menekankan bahwa kerusakan lingkungan harus dilihat sebagai tanggungjawab bersama dari semua individu dalam satu generasi. 

Ketiga, prinsip pencegahan diri menegaskan bahwa meskipun belum ada bukti ilmiah yang pasti mengenai ancaman kerusakan lingkungan, tindakan preventif harus tetap dilaksanakan. 

Keempat, Prinsip Perlindungan Keragaman Hayati merupakan syarat utama bagi keberhasilan prinsip keadilan antar generasi. Melindungi keanekaragaman hayati merupakan bagian dari upaya pencegahan kepunahan spesies dan menjaga keseimbangan ekosistem, yang dampaknya pada kelangsungan generasi yang akan datang. 

Dalam fikih ekologi, setiap makhluk baik bernyawa ataupun tidak memiliki status hukum muhtaram (terlindungi), artinya dilindungi eksistensinya sebagai makluk ciptaan Allah SWT. 

Dalam pandang fikih ekologi siapapun dilarang merusak atau membinasakan mahluk hidup dengan tanpa alasan yang jelas yang dibenarkan oleh syariat. Allah SWT mensyariatkan untuk memelihara kemaslahatan dan mencegah kerusakan. 

As-Syatibi menjelaskan bahwa tujuan hukum islam terbagi menjadi lima aspek utama, yakni hifdz al-din (menjaga agama), hifdz al-nafs (menjaga jiwa), hifdz al-‘aql (menjaga akal), hifdz al-nasl (menjaga keturunan, hifdz al-mal (menjaga harta benda).

Ada keterkaitan yang kuat antara prinsip-prinsip lingkungan Internasional dan fiqh ekologi. Hal ini menunjukkan adanya sinergi antara pendekatan sekuler dan spiritual dalam menjaga lingkungan. Dalam kedua pendekatan ini, perlindungan terhadap alam merupakan amanah yang harus diemban bersama.

Implementasi Fikih Ekologi dalam Kebijakan Lingkungan

Implementasi fikih ekologi dalam kebijakan lingkungan dapat memberikan kerangka etis dan spiritual yang kuat bagi pemangku kebijakan dan masyarakat. Dengan memasukkan nilai-nilai fikih ekologi ke dalam regulasi, diharapkan tercipta keselarasan antara kebijakan, agama, dan prinsip keberlanjutan. 

Pendekatan ini memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan serta kesejahteraan umum.

Dalam kebijakan publik, penerapan fikih ekologi dapat mendorong pengelolaan sumber daya yang lebih bijaksana, adil, dan bertanggung jawab. Pemerintah dapat memperkuat regulasi terkait perlindungan lingkungan dan konservasi alam dengan landasan moral spiritual yang lebih mendalam. 

Ini termasuk mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal tanpa menimbulkan kerusakan yang berkelanjutan.

***

*) Oleh : Muhdhori Ahmad, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ponorogo.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.