Transaksi Digital Kena PPN 12 Persen, Google hingga Tokopedia, DJP: Kelebihan Pajak Dikembalikan
Anak Agung Seri Kusniarti January 04, 2025 05:33 AM

TRIBUN-BALI.COM  – Meski pemerintah secara resmi memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen untuk barang dan jasa mewah saja, realitas di lapangan menunjukkan bahwa transaksi digital sudah dikenakan tarif serupa.

Transaksi di platform seperti di Google, Apple hingga layanan kredit iklan di Shopee dan Tokopedia, semuanya sudah menerapkan tarif PPN 12%. Bukti dari penerapan PPN 12% ini bisa dilihat dari layanan Apple One, di mana pelanggan membayar Rp 149 ribu per bulan. Dari jumlah tersebut, tercatat bahwa Rp 15.964 dioalokasikan sebagai PPN 12%.


Kasus serupa juga terlihat pada layanan kredit iklan di Shopee. Dalam salah satu transaksi, top up saldo iklan Shoppe juga dikenakan PPN 12%. Selain itu, di Tokopedia, untuk pembelian kredit iklan sebesar Rp 100 ribu, konsumen harus membayar tambahan Rp 12 ribu sebagai PPN, sehingga total yang harus dibayar sebesar Rp 112 ribu.

Meski tarif PPN 12% ini seharusnya berlaku untuk kategori barang dan jasa mewah saja, penerapan pada transaksi digital menuai kritikan dari masyarakat. Misalnya saja melalui platform X, salah satu akun mempertanyakan kebijakan PPN 12% yang tetap dikenakan pada layanan digital. “Sekarang top up Tokopedia ada kena PPN 12%, bagaimana ya ini katanya yang kena barang mewah saja,” tulis akun @v**a.

Akun lainnya juga mempertanyakan kebijakan pemerintah yang dinilai sangat membingungkan, mengingat sudah banyak penyedia layanan digital yang mengenakan PPN 12% di setiap transaksi.

 “Ada perubahan di UU? Atau di buat Perppu? Atau cuma pernyataan? Kok penyedia sudah banyak include PPN 12%? Koordinasinya bagaimana?,” tanya akun @f**e.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak apabila sudah melakukan pembayaran pajak dengan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% pada 2025.

Hal ini menanggapi keluhan konsumen yang tetap membayar tagihan dengan tarif PPN 12% pada transaksi digital meski tidak tergolong barang dan jasa mewah.

Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo dalam Konferensi Pers di Jakarta, Kamis (2/1) mengatakan, bahwa saat ini pihaknya sedang menyiapkan skema untuk mengatur pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut.  

“Ini yang lagi kita atur transisinya seperti apa. Referensinya kalau sudah kelebihan di pungut ya dikembalikan. Ya dengan caranya memang bisa macam-macam, dikembalikan kepada yang bersangkutan bisa, kalau tidak membetulkan faktur pajak nanti dilaporkan juga bisa. Enggak ada masalah,” ujar Suryo. 

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal menegaskan bahwa hak Wajib  Pajak akan tetap dijamin sepenuhnya. Oleh karena itu, pihaknya tengah menyiapkan mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut dan akan diumumkan dalam beberapa hari ke depan. 

“Haknya wajib pajak tidak akan ada yang dikurangi. Jadi kalau memang ternyata seharusnya 11%, tetapi terlanjur dipungut 12% kita akan kembalikan. Mekanisme pengembaliannya sedang kita siapkan,” kata Yon. 

Yon berharap hanya sedikit Wajib Pajak yang membayar pajak dengan tarif PPN 12%, mengingat keputusan PPN 12% sudah diumumkan lebih awal pada 31 Desember 2024.

“Mudah-mudahan karena ini sudah diumumkan di depan, hanya beberapa tertentu saja yang sudah terlanjur memunut dengan tarif PPN 12%,” katanya. (kontan)

Evaluasi Sistem 

Di sisi lain, Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo menjelaskan bahwa pihaknya juga akan mengevaluasi sistemnya agar lebih mendukung kelancaran penerapan kebijakan PPN di 2025.

“Sistem kami pun juga nanti kami lihat, kira-kira ada yang bisa diubah tidak, diperbaiki lah kira-kira. Jadi supaya implementasinya smooth,” kata Suryo dalam Konferensi Pers di Jakarta, Kamis (2/1).

Selain itu, Suryo Utomo mengaku juga telah bertemu dan melakukan diskusi dengan pelaku usaha ritel sejalan pemberlakuan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12?lam PMK 131/2024. Seperti yang diketahui, tarif PPN 12% hanya diberlakukan untuk barang dan jasa mewah saja. Artinya, baran atau jasa non mewah seperi ritel tidak ada kenaikan tarif PPN atau tetap 11%.

Suryo mengatakan bahwa sesuai hasil diskusi, pemerintah memberikan masa transisi selama tiga bulan bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan sistem mereka. “Saya mencoba untuk mengajak bicara pelaku ritel, kira-kira dengan begini apa yang harus dilakukan. Ya memang harus dilakukan mengubah sistem. Jadi kami lagi dikusi, kira-kira tiga bulan cukup tidak sistem mereka diubah," ujar Suryo.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa pembelian barang-barang kebutuhan sehari-hari mulai dari shampoo hingga sabun tidak akan mengalami kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Artinya, barang-barang tersebut akan tetap berlaku tarif PPN 11% yang saat ini sudah berlaku. “Yang selama ini sudah 11% tidak ada kenaikan. Jadi, mulai shampoo, sabun dan segala macam yang sudah sering di media sosial, itu sebenarnya tetap tidak ada kenaikan PPN," katanya. (kontan)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.