TRIBUNNEWS.COM - Tujuh warga Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten bernasib nahas.
Dia justru dilaporkan ke polisi imbas melakukan aksi unjuk rasa terkait jalan rusak akibat proyek galian tanah yang dilakukan pada 16 Desember 2024 silam.
Dikutip dari Tribun Banten, ketujuh warga yang dilaporkan antara lain Tarmidi, Muntadir, Wati, Melawati, Erik, dan Sutisna Suandi.
Adapun salah satu warga yang dilaporkan atas nama Tarmidi merupakan Ketua RT setempat.
Tarmidi menyebut adanya surat pemanggilan terhadap dirinya dan warga lain terjadi sehari setelah membuat laporan terkait desakan penutupan galian tanah ilegal pada Senin (30/12/2024).
Laporan itu disampaikan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lebak, Polres Lebak, hingga Pj Gubernur Banten Ucok Abdulrauf.
"Setelah kami lapor, tanggal 31-nya itu, kami tujuh orang dapat surat pemanggilan pemeriksaan dari Polda Banten," katanya dikutip pada Sabtu (4/1/2025).
Tarmidi mengaku bingung atas surat pemanggilan dari Polda Banten terhadap dirinya dan keenam warganya.
Menurutnya, pemanggilan oleh polisi seharusnya dilakukan terhadap pengusaha galian tanah ilegal tersebut lantaran dinilai sudah merusak akses jalan warga.
"Jadi kenapa kami yang dipanggil? Harusnya kan pengusaha yang dipanggil, karena mereka membuat jalan kami rusak," ucapnya.
Tarmidi juga menyebut protes warga juga didukung dengan pernyataan dari Dinas ESDM Banten yang menyebut galian tanah di desanya merupakan ilegal.
Dia mengungkapkan pihak yang melaporkan ke polisi adalah pengusaha dari galian tanah ilegal tersebut.
"Kami bingung, lah kok bisa kami yang dilaporkan pihak pengusaha, gara-gara demo," katanya.
"Padahal mereka buat jalan lingkungan kami rusak," sambungnya.
Adapun Tarmidi dan enam warga lainnya dilaporkan atas dugaan penghasutan dan kekerasan terhadap orang dan barang yang dijerat dengan Pasal 160 dan/atau Pasal 170 KUHP.
Dinas ESDM Akui Galian Tanah Ilegal
Pernyataan Tarmidi tersebut dibenarkan oleh Plt Kepala Dinas ESDM Banten, Deri Dariawan.
Dia mengatakan pemilik galian tanah tersebut seharusnya bisa dipidana karena tidak memiliki izin.
"Ya harus dipidanakan. "Karen pertama ilegal (Tidak berizin) itu adalah tindakan pidana, sudah jelas tindakan pidana," katanya.
Tak cuma ilegal, Deri mengatakan galian tanah itu juga telah menerobos Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lebak.
Meski bisa dipidana, namun ESDM Banten tidak bisa berbuat banyak, karena tidak memiliki kewenangan untuk penyelidikan.
"Jadi RTRW ini Kabupaten Lebak itu tidak boleh ada izin baru. Kalau perpanjangan (tambang) yang dulu, nggak apa-apa. Tapi yang baru tidak diperbolehkan di tata ruangnya," katanya.
Kepala Desa Ogah Bantu Warga karena Ingin Netral dan Punya Kesibukan
Di sisi lain, Kepala Desa Mekarsari, Iwan Sopiana mengaku tidak bisa ikut membantu warganya yang dilaporkan ke polisi karena ingin netral atau tidak memihak salah satu pihak.
"Jika masyarakat salah silahkan dilaporkan oleh pengusaha, jika sebaliknya pengusaha galian tanah itu salah, silahkan laporkan," ujarnya.
Selain itu, dia juga mengaku tidak bisa mendampingi warganya yang dilaporkan karena adanya kesibukan.
Kendati demikian, Iwan mengatakan dirinya sudah berupaya untuk turut melaporkan pengusaha galian tanah ilegal itu ke polisi.
"Karena saya punya kesibukan, dan saya kemungkinan tidak bisa mengawal ke Polda Banten," ujarnya pada Jumat (3/1/2025).
"Kemarin, tujuh warga sudah datang ke rumah saya, (minta) agar pihak pengusaha galian tanah bisa mencabut laporan, tapi saya upayakan," sambungnya.
Di sisi lain, Iwan mengeklaim bahwa keluhan warga terkait jalan rusak sudah dipenuhi oleh pengusaha.
Namun, dia mengaku tidak mengetahui apakah galian tanah tersebut telah berizin atau belum.
Pasalnya, dirinya hanya mengurus izin lingkungan di masyarakat bersama RT/RW.
"Desa hanya mengurus izin lingkungan, kalau yang lainya saya tidak tahu," katanya.
Warga Sudah Diperiksa Polda Banten Kemarin
Sejumlah warga yang dilaporkan pun telah memenuhi panggilan dari Polda Banten pada Jumat siang kemarin.
Tarmidi mengatakan hanya ada dua orang yang diperiksa yaitu dirinya dan Muntadir.
"Sisanya akan diperiksa hari Senin," jelasnya.
Meski mengaku keberatan, Tarmidi mengaku bakal memenuhi seluruh proses hukum yang ditujukan kepadanya.
"Jelas kami kaget. Tapi nggak apa-apa kami akan penuhi (Panggilan klarifikasi) ini," katanya.
Sementara warga lainnya, Muntadir berharap polisi dapat bersikap adil dalam menangani kasus ini. Mereka mendesak agar penambang tanah merah ilegal juga dapat ditindak tegas.
"Jangan sampai keadilan hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas," katanya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Banten, Kombes Didik Heriyanto membantah bahwa pemanggilan terhadap ketujuh warga Desa Mekarsari tersebut adalah bentuk intimidasi.
Dia mengatakan pemanggilan adalah terkait laporan dari pihak tambang.
"Tidak ada intimidasi, kita hanya menjalankan prosedur. Karena warga itu dilaporkan, salah kalau tidak dilakukan pemanggilan," kata Didik.
(Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Banten/Engkos Kosasih/Misbahudin)