Oleh: Dr Anwar Budiman SH MH
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Krisnadwipayana, Jakarta
TRIBUNNEWS.COM - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mulai mewacanakan adanya calon presiden independen atau non-partai politik untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029.
Hal tersebut menyusul Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 62/PUU-XXI/2023 yang dibacakan Kamis (2/12/2024) lalu.
Dengan putusan tersebut, MK membatalkan Pasal 222 Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur "presidential threshold" atau ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi parlemen atau 25% suara sah nasional hasil pemilu sebelumnya.
Dengan putusan tersebut, kini semua parpol atau gabungan parpol, termasuk parpol gurem peserta Pemilu 2024 dapat mengajukan capres/cawapres di Pilpres 2029 nanti karena presidential threshold menjadi 0%.
Putusan fenomenal tersebut menyusul putusan MK sebelumnya yang juga fenomenal, yakni Putusan No 116/PUU-XXI/2023 tertanggal 29 Februari 2024 yang menghapus "parliamentary threshold" atau ambang batas parlemen 4% yang tertuang dalam Pasal 414 ayat (1) UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Putusan ini akan berlaku mulai Pemilu 2029, sehingga semua parpol peserta pemilu dapat menempatkan perwakilannya di DPR meskipun perolehan suaranya secara nasional kurang dari 4%.
Kini, DPD RI sekali lagi mulai mewacanakan adanya capres independen untuk Pilpres 2029 mendatang. Tentu saja syarat utamanya adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) harus melakukan amandemen Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 supaya capres independen atau non-parpol dapat maju.
Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 berbunyi, "Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum."
Jika nanti DPD sudah bulat mengusulkan adanya capres independen dan juga telah menyepakati amandemen Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, maka bola sanjutnya ada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Bahkan DPR RI-lah yang akan sangat menentukan.
Sebab, MPR terdiri atas Anggota DPR dan DPD. Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menyatakan "Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan
diatur lebih lanjut dengan undang-undang."
DPR periode 2024-2029 terdiri atas 575 orang anggota. Sedangkan DPD periode yang sama terdiri atas 152 orang anggota, di mana setiap provinsi diwakili oleh empat orang.
Jika di MPR dilakukan pemungutan suara atau voting maka DPR-lah yang akan menang. Sebab itu, suara DPR sangat menentukan dalam pengambilan keputusan di MPR.
Pertanyaannya, jika DPD mengusulkan amandemen Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 supaya capres independen atau non-parpol dapat maju dalam pilpres ke depan, apakah DPR akan menyetujuinya?
Saya tidak yakin DPR akan setuju. Sebab majunya capres independen akan mengancam keberadaan parpol.
Akan terjadi deparpolisasi. Parpol akan menjadi tidak diperlukan lagi dalam pencalonan presiden. Parpol akan kehilangan pamornya. Parpol bisa menjadi "lame duck" (bebek lumpuh) dalam pilpres.
Padahal, kewenangan mengusulkan capres/cawapres itulah yang selama ini menjadi daya tawar atau "bargaining power" parpol untuk masuk kabinet capres/cawapres terpilih.
Pun, sebagai bargaining power untuk mendapatkan sumber daya finansial dari capres/cawapres yang diusung.
Jika capres maju dari jalur independen, keberadaan parpol akan terancam. Parpol tidak punya bargaining power untuk masuk di kabinet. Parpol juga tidak punya bargaining power untuk meraup pendanaan dari capres.
Di sisi lain, capres yang maju dari jalur independen juga belum tentu mendapat dukungan signifikan dari pemilih.
Lihat saja calon kepala daerah independen, baik calon gubernur-wakil gubernur, calon bupati-wakil bupati atau calon walikota-wakil walikota yang sejauh ini belum banyak yang menang dalam pilkada di Indonesia.
Sebut saja Pilkada Jakarta 2024 yang baru lalu di mana cagub-cawagub independen, Dharma Pongrekun-Kun Wardhana hanya berada di posisi buncit dari tiga pasangan calon dengan raihan suara hanya 10%.
Sepanjang sejarah pilkada di Indonesia, baru 6 calon independen yang pernah menang.
Terbaru di Aceh dalam Pilkada 2024 di mana ada 2 pasang calon yang menang, yakni di Kota Sabang dan Kabupaten Aceh Besar.
Total calon independen di Pilkada 2024 ada 61 pasang.
Berkaca dari fenomena itulah, satu sisi keberadaan parpol terancam, sisi lain dukungan bagi calon independen tak akan signifikan, maka DPR diprediksi tidak akan menyetujui amandemen Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 agar capres independen dapat maju di pilpres ke depan.