Menengok Sentra Industri Tahu Tamanan Bondowoso, Gunakan Resep Turun-Temurun
Haurrohman January 05, 2025 07:31 PM

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Bondowoso - Jika di Jawa Barat ada Tahu Sumedang. Maka, di Bondowoso ada Tahu Tamanan.

Tahu khas di dibuat di sentra pembuatan tahu Bondowoso, yakni di Kecamatan Tamanan.

Rasa tahunya gurih, berwarna kekuningan dengan bagian luarnya yang crispy. Namun di dalamnya bertekstur lembut dan berongga, menjadikan tahu tamanan memiliki cita rasa yang tak sama dengan daerah lainnya.

Tahu Tamanan ini kerap dibeli untuk dikonsumsi atau pun dijual kembali.

Pembeli biasanya ada yang langsung memakan tahu tamanan dengan cabai merah. Atau pun dicocol menggunakan petis.

Sementara pedagang bakso dan pedagang cilok banyak yang membuat pentol tahunya menggunakan tahu Tamanan. 

Harganya relatif sangat murah, per bijinya dihargai Rp 400 untuk tahu ukuran besar, dan Rp 200 untuk tahu ukuran kecil. Jika membeli satu kresek besar, hanya Rp 10 ribu.

Di Kecamatan Tamanan, khususnya di Desa Kalianyar dan Desa Tamanan, ada banyak industri tahu rumahan. Baik yang dijual langsung di rumahnya, atau pun dijual ke pasar-pasar di sekitaran Bondowoso, Jember, hingga Situbondo.

TribunJatimTimur.com mendatangi industri tahu UD Barokah, di Desa Kalianyar, Kecamatan Tamanan.

Industri tahu milik Karwati (40) ini berada di pinggir jalan Tamanan. Cukup ramai didatangi pengunjung. Dalam sehari, bisa memproduksi 1,5 kwintal kedelai atau 50 bak papan tahu.

Meski baru berdiri 8 tahun, industri tahu Karwati ini merupakan pecahan dari industri tahu milik kakeknya yang telah ada sejak tahun 80-an.

Karena sudah berkeluarga, dirinya memutuskan untuk membuka sendiri industri tahu rumahan. Namun, tetap menggunakan resep turun temurun.

"Punya bapak tetap buat di rumah, saya buka di depan terpisah," ujarnya pada Minggu (5/1/2025).

Menurutnya, pembuatan tahu Tamanan ini tak beda jauh dengan tempat lain. Yakni diawali dengan merendam kedelai sejak pukul 24.00 WIB, hingga usahanya dibuka pada pukul 04.30 WIB.

Selanjutnya, kedelai tersebut dicuci, dan diselep. Kedelai yang sudah halus seperti bubur, kemudian akan dididihkan. Dilanjutkan, dengan disaring dan diperas untuk diambil air kedelai hasil perasan.

"Ampasnya tidak dibuang, dijual untuk pakan sapi. Satu persalnya dibeli Rp 50 ribu," terangnya.

Setelah itu, perasan air kedelai akan diberi cuka khusus untuk proses fermentasi. Setelah dirasa cukup, barulah akan dituangkan ke loyang cetakan tahu.

Tahu yang dibuat hari ini tak lantas di goreng hari ini juga. Namun, akan digoreng untuk esok harinya.

Dirinya menyebut tak tahu pasti mengapa banyak masyarakat suka tahu Tamanan. Namun, yang jelas tahu buatannya ini memperhatikan betul kualitas kedelai dan cuka resep keluarga.

Karena, dua hal inilah yang menentukan rasa dan kualitas tahu yang dihasilkan.

"Kalau kedelainya jelek kan tahunya juga jelek," ujarnya.

Selama proses pembuatan tahu, kata Karwati, dirinya menggunakan kayu bakar untuk mengehemat pengeluaran bahan bakar.

"Kalau pakai kompor, dan gas cuma jualan satu papan dan dua papan itu," urainya.

Dalam penjualan satu hari, dirinya bisa mendapatkan Rp 3 juta, dari modal sekitar Rp Rp 2,5 juta.

"Kalau karyawan saya itu ada 6 orang. 3 orang laki-laki, 3 orang perempuan," ujarnya.

Abel (20), pembeli tahu Tamanan menceritakan dirinya suka sekali karena tekstur dan rasanya pas untuk dibuat Jigor (kanji tahu goreng). Belum lagi harganya yang relatif murah.

"Murah soalnya, rasanya juga pas. Kalau di tempat lain ada yang kecut, tengahnya itu ada yang keras," jelasnya.

 

Cerita Kecamatan Tamanan, jadi industri Tahu

 

Jika ke Bondowoso bertanya sentra industri tahu, semua masyarakat Bumi Ki Ronggo ini akan langsung menyebut Kecamatan Tamanan.

Meski begitu, tak banyak orang Kecamatan Tamanan yang tahu mengapa bisa menjadi sentra insustri tahu. Padahal, menurut sejumlah pengakuan warganya, Kedelai yang ditanam di kawasan tersebut pun kurang bagus.

Wanita berusia 70 tahun, Misyani menduga mungkin karena dulu di Tamanan dan Kalianyar ini, banyak aliran sungai yang tak dalam dengan air yang sangat jernih.

Ia ingat betul sebelum almarhum suaminya berhenti berjualan tahu di tahun 80-an. Masyarakat kala itu mulai banyak membuka usaha tahu. Namun, karena dalam pembuatan tahu harus menggunakan banyak air.

Maka yang membuka industri tahu saat itu, haruslah membuat rumah produksi di pinggiran sungai.

"Tapi sungai dulu di sini, airnya jernih dan bersih," ujarnya.

Ia mengatakan, industri tahu pertama kali di Kecamatan Tamanan ada sekitar tahun 1960-an. Hanya ada dua saat itu perusahaan tahu.

Proses pembuatan tahu jaman dulu, selain memanfaatkan air sungai, juga menggunakan alat yang sangat tradisional. Seperti pegilasan untuk menghancurkan kedelai, bungkus tahu yang menggunakan daun.

"Kalau dulu tahu-tahu Tamanan itu dijual pakai daun, kita nyebutnya bekol. Kalau dulu pemasarannya gunakan kereta api. Kalau sekarang kan sudah pakai plastik, dijual di rumah, dan pasar," pungkasnya.

 

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

 

 

(Sinca Ari Pangistu/TribunJatimTimur.com)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.