TRIBUNNEWS.COM - Betapa malang nasib Haryono, sopir yang melaporkan penembakan oleh anggota Polres Palangka Raya, Brigadir Anton Kurniawan Setiyanto, terhadap seorang warga bernama Budiman Arisandi di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Setelah ditetapkan menjadi tersangka meski melaporkan kejadian tersebut, Haryono kini dituduh menjadi penyedia sabu.
Hal ini diketahui saat terjadinya silang versi antara Haryono dan Brigadir Anton saat rekonstruksi penembakan yang digelar di Mapolda Kalteng pada Senin (6/1/2025).
Mulanya, pengacara Haryono, Parlin Bayu Hutabarat, menilai adanya kejanggalan dari rekonstruksi yang digelar versi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Brigadir Anton.
Kejanggalan yang dimaksud yaitu Haryono dituduh menjadi penyedia sabu. Padahal, menurut Parlin, kliennya tidak membawa apapun saat masuk ke mobil.
"Misalnya ada tuduhan klien kami menyediakan sabu, sementara dalam rekonstruksi tadi jelas bahwa klien kami masuk ke mobil AKS, dia tidak membawa apa-apa," kata Parlin, Senin, usai rekonstruksi, dikutip dari Tribun Kalteng.
Parlin menyebut, saat rekonstruksi, Brigadir Anton-lah yang justru menawarkan sabu ke Haryono.
Haryono pun menuruti permintaan Brigadir Anton. Namun, Parlin menegaskan kliennya tersebut terpaksa harus mengonsumsi sabu tersebut.
"Di dalam mobil AKS itu, AKS sendiri yang menawarkan sabu (ke Haryono), jadi kalau ada tuduhan klien kami yang membawa sabu, itu tidak benar, itu suatu kejanggalan," tutur Parlin.
Parlin mengungkapkan kejanggalan rekonstruksi semakin kuat ketika Haryono tidak terbukti mengonsumsi narkoba lewat tes yang dilakukan sebanyak lima kali.
"MH itu, dari mulai tes urine, tes darah, tes rambut, tes bulu, lima kali dites selama diproses di penyidikan ini, hasilnya negatif semua untuk narkoba," jelasnya.
Adapula tuduhan di mana Haryono dianggap memindahkan pistol milik Brigadir Anton.
Padahal, kata Parlin, tersangka tidak mengetahui posisi senjata tersebut.
Lebih lanjut, Parlin menegaskan, saat rekonstruksi digelar, Haryono dalam kondisi tertekan karena menjadi saksi mahkota atas kejadian mengerikan tersebut.
"Situasi mencekam itu membuat MH terancam, karena AKS membawa pistol," tutur Parlin.
Tak hanya sampai di situ, perbedaan versi juga terjadi terkait sosok yang membuang jasad Budiman.
Dari pihak Haryono, Parlin menegaskan kliennya bukanlah sosok yang memiliki ide untuk membuang jasad korban.
Namun, dia hanya disuruh oleh Brigadir Anton.
"Versi MH, yang menarik mayat itu adalah AKS, lalu AKS meminta bantuan MH untuk mengangkatkan kaki mayat itu, ini logis, nanti kita buktikan di persidangan, siapa yang jujur dan siapa yang tidak jujur," jelas Parlin, dikutip dari Kompas.com.
Sementara, menurut pengacara Brigadir Anton, Suriansyah Halim, justru Haryono-lah pemilik ide untuk membuang jasad Budiman.
Bahkan, imbuhnya, Haryono juga memikirkan lokasi pembuangan jasad korban.
"Dari awal klien saya itu sudah mengakui dia menembak, tapi dalam hal mencari lokasi membuang mayat, pembuangan mayat itu si MH (Haryono, red) yang berperan penuh," ungkapnya, Senin.
Kendati demikian, Halim mengatakan adanya perbedaan versi antara Haryono dan kliennya tak mengubah pasal yang disangkakan terhadap mereka.
"Menurut saya, terkait perbedaan kronologi tidak akan mengubah pasal. Hakim dan JPU nanti hanya ingin tahu kejadian yang masuk akal."
"Klien kami juga sudah mengakui pembunuhannya, tadi juga dia mengatakan kalau yang membawa sabu itu MH," ujarnya
Sebelumnya, Kapolda Kalteng, Irjen Djoko Poerwanto, membeberkan kronologi penembakan oleh Brigadir Anton terhadap Budiman saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR pada 17 Desember 2024.
Djoko mengungkapkan peristiwa berawal dari saksi bernama Haryono mengemudikan mobil Daihatsu Sigra yang ditumpangi oleh Brigadir Anton ke Jalan Tjilik Riwut, Kelurahan Sei Gohong, Kecamatan Bukti Batu, Palangka Raya pada 27 November 2024.
Lalu, sesampainya di tempat kejadian perkara (TKP), Brigadir Anton bertemu Budiman dengan dalih dirinya memperoleh informasi adanya pungutan liar (pungli).
"Pada hari Rabu, tanggal 27 November 2024, saksi Haryono bersama dengan Anton ke arah TKP Jalan Tjilik Riwut kilometer 39 di Kecamatan Bukit Batu, Palangkaraya."
"Dalam perjalanan di sekitar kilometer 39, Saudara Anton menghampiri korban dan menyampaikan kepada korban bahwa dia merupakan anggota Polda dan mendapat info ada pungutan liar di Pos Lantas 38," katanya, dikutip dari YouTube Komisi III DPR.
Djoko mengatakan pertemuan antara Brigadir Anton dan Budiman terjadi di pinggir jalan.
Dia menyebutkan korban merupakan sopir ekspedisi yang tengah melakukan perjalanan dari Banjarmasin.
Setelah itu, Djoko menyebut Brigadir Anton mengajak korban masuk ke mobil yang ditumpanginya untuk menuju Pos Lantas 38 yang disebut adanya pungli.
"Kemudian Saudara Haryono diperintahkan Anton untuk menjalankan kendaraan ke arah Kasongan yang masuk ke Kabupaten Katingan," katanya.
Saat mobil melaju, Haryono mendengar suara letusan tembakan yang dilesakkan oleh Brigadir Anton ke arah Budiman
Djoko menyebut korban duduk di samping Haryono saat peristiwa penembakan tersebut terjadi. Sementara, Brigadir Anton duduk di kursi bagian belakang.
Tak cukup sekali, Brigadir Anton menembak sebanyak dua kali terhadap korban.
"Selang tiga detik dari suara letusan tembakan pertama, Anton memerintahkan Saudara Haryono untuk memutar kembali kendaran ke arah Kasongan dan terdengar kembali suara letusan kedua yang dilakukan Anton," katanya.
Djoko mengungkapkan setelah penembakan, jasad Budiman dibuang dan mobil milik korban dicuri oleh pelaku.
Lalu, kata Djoko, Haryono baru melaporkan kejadian tersebut ke Polres Palangka Raya pada Selasa (10/12/2024).
Setelah adanya laporan tersebut, Djoko mengungkapkan Satreskrim Polres Palangka Raya menerbitkan Laporan Polisi (LP) Nomor LP/A/13/XIII/2024/SPKT. SATRESKRIM POLRESTA PALANGKA RAYA tertanggal 11 Desember 2024.
Djoko mengatakan lalu Satreskrim Polres Palangka Raya langsung melakukan olah TKP dan memeriksa Brigadir Anton.
"Dari tanggal 11 itu, kita memintai keterangan atau menjadi tidak bebas dia dalam rangka pemeriksaan Saudara Anton."
"Kemudian mobil, dalam hal ini mobil Sigra, kita lakukan olah TKP kemudian melakukan gelar perkara apakah dengan kecukupan alat bukti bisa dilakukan penyidikan," jelasnya.
Djoko mengungkapkan pihaknya langsung melakukan penyidikan secara maraton dengan melakukan autopsi jenazah Budiman hingga uji DNA.
Akhirnya, Brigadir Anton terbukti melakukan pembunuhan disertai pencurian dengan kekerasan terhadap Budiman dan ditetapkan sebagai tersangka.
"Kita yakini bahwa dalam kelengkapan pembuktian kita telah terjadi dugaan peristiwa pencurian dengan kekerasan, mengakibatkan meninggalnya orang, dan menghilangkan nyawa dengan sengaja dalam format Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat ke-1 KUHP, dalam hal ini penjelasannya, adalah bersama-sama atau penyertaan," urainya.
Namun, Haryono, yang melaporkan peristiwa penembakan itu, juga turut ditetapkan menjadi tersangka.
(Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Kalteng/Ahmad Supriandi)(Kompas.com/Akhmad Dani)