Pengacara soal KPK Periksa Eks Penyidik: Hasto Kristiyanto Ditarget Sejak Lama
kumparanNEWS January 09, 2025 02:00 PM
KPK memeriksa mantan penyidiknya, Ronald Paul Sinyal, dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.
Pengacara Hasto, Todung Mulya Lubis, mengatakan pemeriksaan tersebut sekaligus mengkonfirmasi kliennya sudah sejak lama.
"Pemeriksaan mantan Penyidik KPK dalam perkara HK pada Selasa kemarin (8/1) semakin menegaskan KPK sedang menutupi kelemahan dalam pembuktian atau kekurangan bukti, dan sekaligus mengkonfirmasi HK memang ditarget sejak lama," kata Todung dalam keterangannya, Kamis (9/1).
Ronald didalami seputar keterlibatan Hasto dalam perkara yang menjeratnya. Termasuk soal penanganan perkara Harun Masiku di saat ia masih bertugas di KPK.
Menurut Todung, keterangan Ronald tidak lagi valid, bahkan dikhawatirkan akan menimbulkan bias. Sebab Ronald tidak secara langsung melihat peristiwa pidana yang terjadi.
"Sehingga tindakan pemeriksaan seperti ini jelas melanggar KUHAP jika tetap dipaksakan oleh KPK," ujarnya.
"Aneh, seperti jeruk makan jeruk. Penyidik kok memeriksa mantan Penyidik yang menangani perkara yang sama? Kalau hal-hal ini diperbolehkan kenapa tidak langsung saja Penyidik menyimpulkan seseorang bersalah dan menjatuhkan hukuman sekaligus?" sambung Todung.
Todung menjelaskan, pemeriksaan penyidik wajarnya dilakukan di pengadilan. Pemeriksaan itu dikenal dengan istilah saksi verbalisan dan hanya bisa dilakukan oleh majelis hakim jika ada saksi yang mengubah keterangan karena ada tekanan atau paksaan.
Keterangan Ronald pun, dinilai Todung, sudah merupakan kesimpulan pribadi. Bertentangan dengan fakta persidangan eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, yang menjadi terpidana penerima suap perkara itu.
"Padahal di putusan justru terbukti seluruh dana tersebut berasal dari Harun Masiku," ungkapnya.
Untuk itu, Todung mengajak KPK untuk menghentikan praktik penegakan hukum yang tidak dijalankan secara profesional. Terlebih yang sengaja menarget salah satu pihak.
"Bagaimana mungkin pendapat atau imajinasi mantan penyidik seolah-olah dibungkus menjadi fakta hukum?" tutur Todung.
Todung menduga, ada upaya penggiringan opini publik dalam pemeriksaan eks penyidik itu. Seolah, keterangan yang disampaikan ingin menutupi kelemahan pembuktian perkara ini.
Khususnya soal pernyataan Ronald yang menyebut sedianya Hasto sudah ingin dijerat sebagai tersangka sejak 2020 lalu.
"Hal ini menurut Kami semakin mempertegas Pak Hasto memang ditarget sejak lama. Nggak dapat di tahun 2020, kemudian dicari-cari terus kesalahannya hingga sekarang di era Pimpinan baru ditersangkakan ketika Pak Hasto keras sekali mengkritik praktik pengerusakan demokrasi di Indonesia," jelasnya.
Apalagi, pada hari yang sama, eks kader PDIP Effendi Simbolon meminta Megawati Soekarnoputri mundur dari kursi ketua umum sebagai buntut penetapan Hasto sebagai tersangka.
"Hal ini juga semakin menegaskan bahwa yang hendak diserang adalah PDIP dan Bu Mega, sehingga Kami semakin meragukan perkara ini adalah murni penegakan hukum," katanya.
"Kami berharap pemberantasan korupsi tidak ditunggangi kepentingan pihak-pihak tertentu untuk menghabisi lawan politik. Kejadian demi kejadian, perkara demi perkara yang sedang berjalan semakin mencemaskan jika pihak-pihak penegak hukum dapat dimanfaatkan atau salah langkah dalam kasus-kasus seperti ini," pungkas dia.
Sebelumnya, Ronald mengaku dicecar seputar keterlibatan Hasto dalam perkara suap itu. Termasuk dalam perintangan penyidikannya.
"Tadi sih sekitar 20 pertanyaan dari terkait bagaimana penanganan dan keterlibatan HK (Hasto Kristiyanto) itu sendiri dan juga Donny ya," ujar Ronald usai diperiksa.
Ronald menjelaskan, dirinya memang sempat menangani perkara Harun Masiku sejak awal bergulir hingga disingkirkan karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Ia mengakui, Hasto sendiri sebenarnya sudah diajukan sebagai salah satu calon tersangka dalam perkara Harun. Namun, batal karena adanya perintangan.
"Sebenarnya pada 2020 kita sudah mengajukan pengembangan penyidikan terkait tersangka yang terbaru ini," ungkap Ronald.
"Seperti saya sampaikan di media-media sebelumnya, ada perintangan terkait penanganan kasus tersebut," tambah dia.
Kasus Hasto
Saat ini, Hasto berstatus tersangka dalam dua perkara, yakni dugaan suap Komisioner KPU dalam proses Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
Dalam perkara dugaan suap oleh Harun Masiku, Hasto diduga menjadi pihak yang turut menyokong dana. Ia dijerat sebagai tersangka bersama Donny Tri Istiqomah selaku orang kepercayaannya.
Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW. Caranya adalah dengan menyuap Komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio F dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan–seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya–untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam hp-nya dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Harun Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.
Terkait penetapan tersangka itu, Hasto menegaskan bahwa dirinya dan PDIP bakal menghormati dan menaati proses hukum yang tengah berjalan. Namun saat dipanggil sebagai tersangka Senin lalu, Hasto tak memenuhinya dan meminta untuk dijadwalkan ulang.