Amerika Serikat (AS) pada Senin (6/1) mengumumkan peringanan sanksi terhadap Suriah selama enam bulan ke depan. Mereka menyatakan, keputusan ini diambil agar rakyat Suriah bisa lebih mudah mendapatkan kebutuhan pokok setelah rezim Bashar Al-Assad tumbang.
Kementerian Keuangan AS lewat pernyataan resmi menyatakan, mereka kini mengizinkan sejumlah aktivitas dan transaksi di Suriah yang sebelumnya dilarang selama rezim Assad. Akan tetapi, AS menegaskan akan tetap memantau perkembangan di Suriah yang kini diperintah oleh pemerintahan transisi berideologi Islam.
“Langkah tersebut dilakukan untuk membantu memastikan bahwa sanksi tidak menghalangi layanan penting dan keberlanjutan fungsi pemerintahan di seluruh Suriah, termasuk penyediaan listrik, energi, air, dan sanitasi," kata Kementerian Keuangan dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Reuters.
Kemenkeu AS kemudian menjelaskan, keputusan ini turut ditujukan demi mendukung kerja berbagai organisasi internasional dan LSM yang berkaitan dengan kemanusiaan dan proses stabilisasi di Suriah.
"Berakhirnya pemerintahan Bashar al-Assad yang brutal dan represif, yang didukung oleh Rusia dan Iran, memberikan kesempatan unik bagi Suriah dan rakyatnya untuk membangun kembali," kata wakil menteri Keuangan Wally Adeyemo pada kesempatan terpisah di hari yang sama.
"Selama periode transisi ini, Kementerian Keuangan akan terus mendukung bantuan kemanusiaan dan pemerintahan yang bertanggung jawab di Suriah," tambahnya.
Sejak akhir Desember lalu pemerintahan transisi di Suriah berupaya melobi Barat untuk pencabutan sanksi.
Tetapi, sejumlah negara belum menunjukkan tanda akan mencabut sanksi secara penuh. AS dan Inggris memastikan akan melihat bagaimana pemerintahan baru Suriah berjalan dan mengelola kekuasaan sebelum mengambil keputusan.