TRIBUNNEWS.COM - Masyarakat dihebohkan dengan pagar laut yang terpasang dan membentang sepanjang 30 kilometer (Km) di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Pagar misterius tersebut melintasi perairan Tangerang dan membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.
Kini, Direktorat Jenderal Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyegel pagar laut tersebut.
Penyegelan ini merupakan arahan langsung dari Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono.
"Bapak Menteri Sakti Wahyu Trenggono sudah memerintahkan Ditjen PSDKP untuk mengambil tindakan, di antaranya melakukan penyegelan dan investigasi mendalam,” kata Staf Khusus Menteri KP Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Doni Ismanto Darwin dalam keterangan tertulis, Kamis (9/1/2025).
Lantas, apa sebenarnya pagar laut yang terbuat dari pohon bambu tersebut?
Struktur bangunan pagar laut di Tangerang ini terbuat dari pohon bambu, dengan tinggi rata-rata 6 meter dan membentang sepanjang 30,16 km.
Pagar laut tersebut memiliki pintu di setiap 400 meter yang memungkinkan perahu masuk.
Dikutip dari Kompas.com, pagar misterius itu kali pertama ditemukan pada tanggal 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait dengan aktvitas pemagaran laut ini.
Berdasarkan catatan DKP Banten, pagar laut itu masih sepanjang 7 km pada 19 Agustus 2024.
Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan bahwa pagar ini membentang di sepanjang 16 desa yang melibatkan enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.
Kawasan ini merupakan tempat tinggal sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebutkan bahwa pemasangan pagar laut itu dilakukan oleh warga pada malam hari.
Mereka yang bekerja memasang pagar laut tersebut digaji Rp100 ribu per hari sejak Juli 2024.
Hingga saat ini, belum diketahui siapa pemilik yang bertanggun jawab atas pemasangan pagar ini.
Belum diketahui juga soal tujuan dan fungsi pembangunan pagar laut di Tangerang.
"Untuk apa? Kita belum bisa mengidentifikasi karena beragam informasinya," kata Fadli Afriadi, Rabu (8/1/2025), dikutip dari Kompas.com.
Akibat adanya pagar laut tersebut, nelayan mengeluhkan terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari untuk berburu ikan.
Diketahui, pemasangan pagar juga melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur zona-zona perairan untuk berbagai kepentingan, termasuk perikanan tangkap, pariwisata, hingga rencana pembangunan waduk lepas pantai.
Pagar laut ini turut menjadi sorotan sejumlah pihak, di antaranya yakni mantan Sekretaris BUMN Said Didu dan juga Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan.
Pagar laut di Tangerang tersebut dikatakan misterius lantaran pemerintah tak tahu siapa pemiliknya.
Said Didu turut merespons soal keberadaan pagar laut yang berada di Tangerang itu.
"Sudah sering diungkap tapi semua tidak ada yang berani," kata Said Didu dalam sebuah unggahan video di akun X miliknya pada Selasa (8/1/2025) dikutip dari Tribun Tangerang.
Dalam video yang berdurasi 1.54 menit itu, Said Didu mengaku sudah mengungkap perihal keberadaan pagar laut sepanjang puluhan meter itu.
"Saya sering menyatakan bahwa di PIK 2, sudah terjadi negara dalam negara, bahwa yang ingin membantah bahwa itu tidak terjadi, fakta menunjukan ini dibelakang saya, ini sekitar 1-2 kilometer itu terlihat laut yang sudah dipagar," ujarnya.
Said Didu dalam pernyataanya di video itu juga menyampaikan bahwa keberadaan pagar misterius itu sudah diperiksa oleh 9 lembaga.
"Itu sudah diperiksa 9 lembaga, termasuk angkatan laut, sudah pernah memeriksa pagar ini, dan memang menemukan ada pagar sepanjang 23 kilometer, tapi anehnya tidak ada satupun lembaga yang berani menyatakan siapa yang membangun pagar," ujarnya.
Sementara itu, wakil ketua komisi IV DPR RI, Ahmad Yohan, meminta pemerintah harus tegas dan segera membongkar pagar misterius tersebut.
"Pemerintah harus tegas, bongkar pagar laut yang merugikan warga. Kasihan mereka tidak bisa melaut untuk mencari nafkah. Masyarakat jangan dirugikan dengan alasan pembangunan. Masyarakat lah yang memiliki negara, bukan satu-dua orang atau perusahaan," kata Yohan dalam pernyataannya yang diterima Tribunnews, Rabu(8/1/2025).
Yohan menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah oleh satu-dua orang, atau perusahaan pengembang kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
"Kalau benar dugaan pagar laut ini dibangun oleh pihak pengembang PSN PIK 2, Agung Sedayu Group, saya tegaskan negara tidak boleh kalah oleh mereka," ujarnya.
Ia juga akan mendesak dilakukan evaluasi terhadap pembangunan PSN PIK 2 dalam rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Kami mendukung langkah Kementerian ATR/BPN mengkaji ulang PSN PIK 2. Kami juga apresiasi, kemarin Pimpinan DPR Pak Sufmi Dasco juga membuka peluang kaji ulang proyek tersebut," ucap Politikus PAN ini.
DKP Banten mengaku sudah mengunjungi lokasi dan menemukan bahwa pagar laut tersebut tidak berizin.
Tim DKP Banten juga telah melakukan pengecekan lokasi pemagaran dan berkoordiasi dengan camat dan kepala desa setempat pada 5 September 2024.
Hasilnya, tak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.
Akan tetapi, masyarakat belum mengeluhkan soal aktivitas pembangunan pagar tersebut.
Pada 8 September 2024, DKP Banten kembali melakukan patroli dengan melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).
Kala itu, DKP Banten mengaku telah menginstruksikan agar aktivitas pemagaran dihentikan.
Ombudsman RI Banten saat ini juga telah turun tangan melakukan investigasi untuk mengungkap siapa dalang di balik pembangunan pagar laut di Tangerang itu.
Mereka akan memanggil pihak terkait, termasuk DKP Banten dan pihak lainnya yang dinilai mempunyai informasi vital.
(Rakli/Hasanudin Aco/Endrapta Ibrahim Pramudhiaz) (TribunTangerang.com) (Kompas.com) (Kompas.tv)