TRIBUNNEWS.COM – Beberapa hari belakangan muncul kabar Israel bersiap menghadapi perang melawan Turki.
Perang itu disebut bisa terjadi karena persoalan Suriah yang baru saja ditinggalkan oleh rezim Bashar al-Assad.
Namun, seorang pakar politik Israel bernama Ori Goldberg meyakini perang Israel-Turki tak akan terjadi dalam waktu dekat.
"Perang melawan Suriah, Turki, dan negara-negara lain yang akan terjadi itu hanya taktik pengalihan, ditujukan untuk mengalihkan perhatian dari cara Israel yang sepenuhnya tak masuk akal mengenai fase akhir Gaza atau arahan mengenai Gaza," kata Goldberg, dikutip dari Sputnik.
Sebelumnya, Komite Nagel Israel menyebutkan Israel harus bersiap menghadapi potensi perang melawan Turki dan faksi-faksi di Suriah.
Komite Nagel sendiri didirikan tahun 2023 guna membuat rekomendasi kepada Kementerian Pertahanan Israel perihal konflik yang mungkin dihadapi Israel beberapa tahun mendatang.
Adapun media-media Turki telah memperingatkan, Israel mungkin berupaya merebut ibu kota Suriah, Damaskus, sebagai cara untuk membatasi pilihan strategis Turki di Suriah.
"Israel mengeluarkan pernyataan yang sangat agresif, tetapi Israel tak benar-benar punya kekuatan atau kemampuan untuk tetap menduduki Suriah atau merampas Damaskus," ujar Goldberg.
"Israel sangat terbebani."
Dia juga mempertanyakan apakah Amerika Serikat (AS) di bawah Donald Trump nantinya akan mendukung kebijakan agresif Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Goldberg menyinggung video yang dibagikan Trump di media sosial Truth Social miliknya.
Video itu memperlihatkan seorang profesor Universitas Columbia yang menuding Netanyahu sebagai pengobar perang dan berupanya menyeret AS ke dalam perang melawan Iran.
"Israel tak punya gambaran jelas tentang apa yang diinginkannya," ujar Goldberg.
Tempo hari, Komite Nagel telah memperingatkan potensi konflik Israel-Turki dalam laporan terbarunya.
Konflik itu mungkin terjadi setelah rezim Bashar al-Assad di Suriah runtuh dan bangkitnya faksi-faksi terafiliasi Turki untuk memimpin pemerintahan baru di sana.
Turki merupakan salah satu pemain utama di Timur Tengah dan militernya juga ditempatkan di luar perbatasannya. Negara itu terlibat dalam perang saudara di Suriah dan Libya.
Komite Nagel mendesak Israel untuk memperhatikan munculnya tantangan strategis dari Turki.
Komite itu menyinggung adanya perubahan peta kekuataan setelah Israel berperang melawan Hizbullah dan Hamas, lalu kemampuan Turki untuk mempengaruhi negara-negara lain di Timur Tengah.
Oleh karena itu, Komite Nagel menyarankan Israel untuk bersiap menghadapi skenario perang di Suriah utara. Di wilayah itu Turki menggelontorkan banyak investasi uang dan pasukan.
"Masalah itu akan meningkat jika kekuatan di Suriah menjadi utusan Turki, sebagai realisasi mimpi Turki untuk mengembalikan Ottoman ke masa kejayaannya," kata komite itu, dikutip dari All Israel News.
"Keberadaan utusan Turki atau pasukan Turki di Suriah bertanggung jawab atas meningkatnya bahaya langsung dalam perseteruan Turki-Israel."
Komite itu mengklaim perkembangan hubungan erat antara pemerintah baru Suriah dan Turki akan mempersingkat munculnya ancaman dari Suriah-Turki.
Turki saat ini menjadi pesaing Israel dalam hal eksor senjata ke seluruh dunia. Industri Turki yang lebih mapan memungkinkan negara itu menjual senjata dengan harga lebih murah.
Nagel menyarankan Israel untuk memastikan keunggulan teknologinya dan menjaga keunggulan operasionalnya dalam pasar senjata.
Laporan itu juga menyoroti kemungkinan tekanan diplomatik Turki terhadap negara-negara yang mempertimbangkan untuk membeli senjata dari Israel. Hal itu bisa mempengaruhi posisi strategis Israel.
Lalu, komite itu menyarankan Israel untuk mulai menyiapkan pasukan dan senjata yang diperlukan untuk menyerang Iran dan menghadapi perang melawan Turki.
(*)