TRIBUNNEWS.COM - Proses penahanan I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung diwarnai tangisan dari keluarga.
Agus yang berstatus tersangka pelecehan seksual akan menjalani penahanan selama 20 hari kedepan mulai Kamis (9/1/2025).
Saat berada di Lapas Kelas IIA Kuripan, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Agus meminta jaksa menjadikannya tahanan rumah.
Agus mengaku tak dapat melakukan aktivitas sendiri dan perlu bantuan orang lain.
"Saya mohon pak biar saya di rumah, karena saya tidak biasa, ini saja terus terang saya tahan kencing," ucap Agus sambil menangis di hadapan Kepala Kejaksaan Negeri Mataram, Ivan Jaka.
Penyandang tunadaksa tersebut membantah melakukan pelecehan ke mahasiswi.
"Kebenaran pasti akan terungkap, kebenaran pasti akan terungkap," imbuhnya, dikutip dari TribunLombok.com.
Ibu Agus, Ni Gusti Ayu Ari Padni tak kuat melihat anaknya terus menangis meminta dibebaskan.
Ia khawatir dengan kondisi Agus yang tak memiliki kedua tangan dan harus menjalani masa tahanan.
"Tidak bisa sendiri, mau cebok mau apa, kalau dia normal saya lepas," tuturnya.
Hal senada diungkapkan kuasa hukum Agus, Kurniadi yang menganggap penahanan Agus melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Tadi teriak-teriak di dalam itu merupakan dampak psikologis, Agus ini membayangkan sejak lahir sampai sekarang bergantung dengan ibunya," tegasnya.
Kurniadi telah mengajukan permohonan agar Agus kembali dijadikan tahanan rumah.
"Pelaku ini penyandang disabilitas harus dilakukan perhatian khusus, jangan ujug-ujug tanpa dasar yang jelas melakukan penahan rutan," katanya.
Agus yang tak memiliki tangan ditempatkan di ruang khusus Lapas Kelas IIA Kuripan Kabupaten Lombok Barat.
Kepala Kejari Mataram, Ivan Jaka, mengatakan Agus akan mendapat tenaga pendamping selama menjalani masa tahanan.
Meski Agus berstatus penyandang disabilitas, namun penahanan Agus sudah memenuhi aspek hasil visum, psikolog forensik hingga psikolog kriminal.
"Yang bersangkutan terpenuhi syarat objektif dan perbuatannya," katanya, dikutip dari TribunLombok.com.
Jaksa peneliti Kejaksaan Tinggi NTB, Dina Kurniawati, menyatakan Agus menolak untuk ditahan di lapas dan meminta dijadikan tahanan rumah.
"Kalau penolakan setiap tahanan rata-rata seperti itu, kita maklumi dengan kita antisipasi dan kita jaga," ucapnya.
Ruang tahanan yang akan ditempati Agus sudah dicek oleh Polda NTB, Kejaksaan Tinggi NTB dan Komisi Disabilitas Daerah (KDD).
"Kami sudah lakukan pemeriksaan sebelumnya di Lapas. Di sana sudah disiapkan ruangan khusus untuk disabilitas," jelasnya.
Ditreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, menyatakan berkas perkara juga diserahkan penyidik setelah dinyatakan P21 pada 7 Januari 2025.
"Berdasarkan koordinasi dengan Kejaksaan, hari ini 9 Januari kita sepakati untuk tersangka Agus kita lakukan penyerahan barang bukti dan tersangka di Kejaksaan," bebernya.
Sebelum dibawa ke Kejari Mataram, Agus telah menjalani sejumlah pemeriksaan.
"Kewajiban kami untuk melakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap tersangka, apakah tersangka dalam keadaan sehat secara jasmani untuk diserahkan ke Kejaksaan," tandasnya.
Penetapan tersangka terhadap Agus dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara dan memeriksa sejumlah saksi.
Dalam kasus ini, Agus dijerat pasal 6 huruf A dan atau huruf E atau pasal 15 huruf E Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), juncto Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp 600 juta.
(Mohay) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah)