TIMESINDONESIA, MALANG – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Universitas Islam Malang (PMII UNISMA) menyampaikan sikap, menyusul nasib dan perjuangan ribuan petani penggarap lahan perkebunan eks PT. Perkebunan Nusantara (PTPN).
Ini mengingat konflik agraria yang sudah lama terjadi di Kabupaten Malang ini. Dimana, ribuan petani dari enam desa (Desa Simojayan, Tlogosari, Tirtoyudo, Kepatihan, Baturetno, Bumirejo) sampai hari ini masih bergejolak dan menunggu kepastian penyelesaiannya.
Kepada TIMES Indonesia, Ketua Umum PMII Komisariat UNISMA, Agus Purnomo menegaskan, pemenuhan janji pemerintah untuk penyelesaian konflik perlu diutamakan, khususnya terhadap masalah yang sedang menjerat masyarakat petani penggarap.
Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Malang masih saja acuh terhadap jeritan-jeritan masyarakat kecil yang meminta hak dan kewajibannya demi kebutuhan hidup keluarganya, daripada untuk kepentingan bisnis kelompok tertentu.
Potensi kekayaan alam Kabupaten Malang sektor pertanian cukup besar dan bernilai ekonomis yang prospek untuk kemandirian ekonomi dan kesejahteraan masyarakat kecil.
Melimpahnya tanaman buah tropika seperti komoditas kopi dan coklat di wilayah Kalibakar, kata Agus, faktanya mampu dimanfaatkan dan dikembangkan oleh masyarakat desa sekitar.
"Namun, kami melihat ketidakseriusan tindakan dari aparatur Pemkab Malang dalam mengawal penyelesaian konflik ini," tandas Agus dalam pernyataan sikapnya, Jum'at (10/1/2025).
Bahkan, lanjutnya, ada kecurigaan hegemoni kekuasaan yang kini sedang bergerak masif melalui kebijakan-kebijakannya anti-rakyat.
Dan, itu diperkuat pula dugaan adanya upaya intimidasi dan pembelokan, atas tujuan perjuangan hak atas tanah petani penggarap eks perkebunan Kalibakar dari keenam desa di atas.
Oleh karena itu, kata Agus, komitmen PMII UNISMA mendukung perjuangan petani Kabupaten Malang, khususnya enam desa yang telah melakukan penolakan, baik secara langsung di lapangan maupun secara administratif.
Ditegaskan, sudah seharusnya masyarakat kecil menjadi prioritas untuk dipikirkan pemerintah daerah.
Dalam hal ini, butuh dorongan dan pengawalan intens dari Pemkab Malang dan pihak-pihak terkait, untuk penyelesaian konflik yang sedang terjadi,
"Dalam hal ini, PMII UNISMA mendesak pemerintah Kabupaten Malang untuk mengawal dengan serius penyelesaikan konflik agraria yang pro terhadap petani, sesuai skema regulasi terbaru Peraturan Presiden 62/2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria," tandasnya.
Ia menjelaskan, dalam bab ketentuan umum PP 62/2023 tersebut, salah satu poinnya pentingnya penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan, melalui penataan aset dan penataan akses untuk kemakmuran rakyat.
Dengan demikian, kata Agus, sudah seharusnya ketimpangan yang sedang terjadi di Kabupaten Malang ini dapat segera terselesaikan dengan baik dan benar, sesuai definisi “RAHMAT” dalam perspektif Islam yakni yang mencakup visi kemanusiaan yang egaliter, menolak segala bentuk ketimpangan dan penindasan.
Dikatakan, PMII UNISMA juga mengajak kepada semua elemen aktivis mahasiswa untuk andil mengawal persoalan yang sedang membelit masyarakat petani di enam desa di Kabupaten Malang tersebut.
Untuk diketahui, sesuai tuntutan masyarakat penggarap eks perkebunan Kalibakar tersebut, adalah redistribusi tanah terhadap para perani penggarap. Redistribusi lahan bagi petani penggarap ini sudah dinantikan petani selama hampir 27 tahun samapai sekarang.
"Pemerintah Kabupaten Malang wajib hukumnya untuk mengawal dengan serius proses penyelesaian konflik. Yakni dengan meredistribusi tanah negara eks PT. Perkebuan Nusantara (PTPN) kepada petani penggarap, untuk hak kepemilikan individu maupun kolektif," demikian Agus Purnomo. (*)