Sejarah Aksara Sunda, Jejak Budaya yang Tetap Lestari
Sejarah dan Sosial January 11, 2025 05:00 PM
Sejarah aksara Sunda mencerminkan kekayaan budaya dan intelektual masyarakat Sunda sejak berabad-abad silam. Aksara ini digunakan untuk menuliskan bahasa Sunda Kuno dalam berbagai naskah dan prasasti.
Perjalanan panjang aksara Sunda menunjukkan adaptasi dan transformasi yang signifikan seiring dengan perubahan zaman.

Sejarah Aksara Sunda

Ilustrasi Sejarah aksara Sunda. Foto: Pexels.com/Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sejarah aksara Sunda. Foto: Pexels.com/Pixabay
Mengutip dari Buku Belajar dan Mengenal Aksara Sunda: Ngamumule Budaya, Hendrawa, R Ayi. Supriadi, (2020:15), sejarah aksara Sunda berawal dari adaptasi aksara Pallawa yang berkembang di India Selatan.
Aksara Pallawa masuk ke Nusantara melalui interaksi perdagangan dan penyebaran agama Hindu-Buddha.
Masyarakat Sunda kemudian memodifikasi aksara Pallawa menjadi aksara Sunda Kuno yang sesuai dengan fonologi bahasa Sunda.
Aksara ini digunakan secara luas antara abad ke-14 hingga abad ke-18 untuk menuliskan berbagai karya sastra, dokumen keagamaan, dan catatan sejarah.
Salah satu bukti tertua penggunaan aksara Sunda Kuno adalah prasasti Kawali yang ditemukan di Ciamis, Jawa Barat.
Prasasti ini diperkirakan berasal dari abad ke-14 dan berisi informasi tentang Kerajaan Sunda pada masa itu.
Selain itu, naskah-naskah lontar yang ditulis dengan aksara Sunda Kuno juga ditemukan, menunjukkan tradisi literasi yang kuat di kalangan masyarakat Sunda.
Pada awal masa kolonial, penggunaan aksara Sunda mulai berkurang.
Pengaruh Mataram Islam dan kebijakan pemerintah kolonial Belanda mendorong masyarakat Sunda untuk beralih menggunakan aksara lain, seperti aksara Jawa (cacarakan), aksara Arab Pegon, dan akhirnya aksara Latin.
Surat resmi pemerintah kolonial tertanggal 3 November 1705 mewajibkan penggunaan aksara Latin, Arab gundul (Pegon), dan aksara Jawa modifikasi (cacarakan) sebagai aksara resmi di wilayah Sunda.
Kebijakan ini menyebabkan punahnya penggunaan aksara Sunda Kuno dalam tradisi tulis masyarakat Sunda.
Meskipun demikian, upaya pelestarian aksara Sunda terus dilakukan. Pada tahun 1996, pemerintah Jawa Barat menginisiasi pengenalan kembali aksara Sunda sebagai bagian dari identitas budaya.
Aksara Sunda yang distandardisasi, dikenal sebagai Aksara Sunda Baku, diperkenalkan untuk digunakan dalam penulisan bahasa Sunda modern.
Aksara ini merupakan hasil modifikasi dari aksara Sunda Kuno dengan penambahan beberapa karakter untuk menyesuaikan dengan perkembangan bahasa Sunda kontemporer.
Aksara Sunda Baku memiliki 32 karakter dasar yang terdiri dari tujuh vokal dan 23 konsonan, serta beberapa tanda diakritik untuk melambangkan bunyi tertentu.
Selain itu, aksara ini juga dilengkapi dengan angka dan tanda baca yang disesuaikan dengan kebutuhan penulisan modern.
Penggunaan aksara Sunda Baku diajarkan di sekolah-sekolah di Jawa Barat dan Banten sebagai bagian dari kurikulum muatan lokal, dengan tujuan mengenalkan kembali warisan budaya leluhur kepada generasi muda.
Selain dalam pendidikan formal, aksara Sunda juga mulai digunakan dalam berbagai media publik, seperti papan nama jalan, gedung pemerintahan, dan media cetak.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan aksara Sunda sebagai bagian dari identitas budaya.
Beberapa komunitas dan pegiat budaya juga aktif mengadakan lokakarya dan pelatihan untuk mengajarkan cara membaca dan menulis aksara Sunda kepada masyarakat luas.
Dengan demikian, sejarah aksara Sunda mencerminkan dinamika budaya dan adaptasi masyarakat Sunda terhadap perubahan zaman.
Dari masa kejayaannya sebagai alat tulis utama hingga periode penurunan penggunaan, dan kini upaya revitalisasi yang gencar dilakukan, aksara Sunda tetap menjadi simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Sunda. (Shofia)
Baca juga: Asal-usul Tradisi Ma'Nene di Toraja
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.