Belajar dari Jepang: Mesin Kasir, Uang dan Nasionalisme
Rasminto January 13, 2025 03:44 PM
Pengalaman pertama saat menginjak kaki di tanah Jepang pada akhir Desember 2024, ada rasa kagum yang begitu mendalam. Jepang yang juga identik dengan julukan sebagai Negeri Sakura dan Negeri Matahari Terbit ini, merupakan bagian negara maju dan begitu pesat perkembangan teknologinya di kawasan Asia. Negara Jepang pun memiliki kekhasannya dengan perpaduan tradisi kuno dan modernitas yang memikat, menyuguhkan pengalaman yang tak hanya indah secara visual, tetapi juga kaya akan pelajaran berharga.
Selama tujuh hari perjalanan, saya tidak hanya menyaksikan keindahan alam dan budaya yang mempesona, tetapi juga merasakan bagaimana kedisiplinan, teknologi, dan penghormatan terhadap nilai-nilai dasar kehidupan dapat menciptakan harmoni yang luar biasa.
Penerapan mesin kasir di berbagai outlet perbelanjaan, hotel, dan fasilitas publik merupakan hal sederhana, namun manfaatnya sungguh luar biasa karena dapat membangun ekosistem keuangan di Jepang yang transparan dan akuntabel. Sebab, keberadaan mesin kasir memastikan semua pemasukan tercatat dengan rapi, akurat, dan transparan.
Sistem ini memungkinkan setiap transaksi terdokumentasi secara otomatis, sehingga memudahkan penghitungan nilai pajak atau retribusi yang harus dibayarkan dengan jelas dan sesuai peraturan. Sehingga, mesin kasir tidak hanya mendukung kelancaran operasional, tetapi juga membantu menciptakan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan serta mencegah potensi kesalahan atau ketidaksesuaian data. Hal ini jelas meminimalkan peluang terjadinya perilaku menyimpang seperti korupsi.
Penggunaan teknologi ini tidak hanya memudahkan proses administrasi, tetapi juga mendorong akuntabilitas. Melalui sistem yang sederhana ini, setiap transaksi tercatat secara otomatis, sehingga kecil kemungkinan terjadi penyimpangan dalam pelaporan pajak. Hal ini sangat relevan bagi Indonesia, yang masih menghadapi tantangan dalam meningkatkan penerimaan pajak dan meminimalkan kebocoran.
Selain itu, pengalaman di Jepang juga menunjukkan bagaimana mereka menghormati mata uang nasional, bahkan dalam bentuk fisik terkecil. Uang koin recehan seperti 1 yen masih aktif digunakan dalam transaksi sehari-hari. Mesin-mesin kasir, termasuk mesin penjualan tiket, dirancang untuk menerima berbagai jenis pecahan uang, termasuk koin kecil. Hal ini mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga nilai mata uang nasional, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Republik Indonesia, yang menekankan bahwa setiap pecahan uang adalah alat pembayaran yang sah.
Yang menarik, sistem digitalisasi di Jepang tetap memberikan pilihan kepada masyarakat dan konsumen, apakah ingin menggunakan uang digital atau uang fisik. Kedua opsi ini sama-sama diterima tanpa meminggirkan nilai salah satunya. Sebaliknya, di Indonesia, pengembangan digitalisasi sering kali justru meniadakan transaksi uang fisik dengan alasan cashless dan efisiensi.
Hal ini menjadi catatan penting, sebab jika kita berbicara tentang nilai uang, ia bukan hanya bersifat materialistik, tetapi juga mengandung nilai nasionalisme. Desain uang Republik Indonesia, misalnya, mengandung makna keindahan dan pesona budaya serta alam Indonesia, yang seharusnya tetap dihargai dan digunakan secara luas, serta sebagai media promosi kebudayaan nasional.
Budaya penghormatan terhadap mata uang ini mendorong masyarakat untuk menggunakan uang secara bijak. Bahkan, uang receh yang sering dianggap tidak bernilai di Indonesia, namun tetap dihormati di Jepang. Pengalaman ini mengingatkan kita bahwa setiap satuan uang memiliki peran penting dalam ekonomi, baik untuk transaksi kecil maupun besar.
Lebih jauh lagi, budaya efisiensi Jepang juga terlihat dari desain fasilitas publik yang memudahkan masyarakat dalam membayar pajak atau retribusi. Tidak hanya menghemat waktu, sistem ini juga mengurangi potensi kesalahan manual dalam pencatatan. Indonesia, yang sedang gencar mengembangkan digitalisasi, dapat belajar banyak dari pendekatan ini untuk meningkatkan layanan publik.
Jepang juga mengajarkan pentingnya edukasi masyarakat dalam menggunakan teknologi keuangan. Keberhasilan sistem kasir dan mesin tiket di Jepang tidak terlepas dari pemahaman masyarakat yang baik tentang cara penggunaannya. Ini menjadi pengingat bagi kita bahwa penerapan teknologi harus diiringi dengan edukasi yang memadai agar masyarakat dapat menggunakannya secara bertanggungjawab dan efektif.
Perjalanan ke Jepang ini membuka mata kita tentang banyak hal yang dapat diterapkan di Indonesia. Melalui perpaduan teknologi, transparansi, dan penghormatan terhadap mata uang, kita dapat menciptakan sistem keuangan yang lebih efisien dan akuntabel serta dapat memompa semangat nasionalisme. Semoga pengalaman ini menjadi inspirasi bagi kita untuk terus belajar dan berinovasi demi kemajuan bangsa.
Rasminto, Akademisi Prodi Geografi Universitas Islam 45 (UNISMA), Direktur Eksekutif Human Studies Institute dan Anggota Pusat Pendidikan Wawasan Kebangsaan (PPWK) Provinsi DKI Jakarta.