TIMESINDONESIA, BANTUL – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul terus mengintensifkan upaya pencegahan dan penanganan stunting melalui berbagai program terpadu. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Bantul pada 2023 tercatat sebesar 20,5 persen, meningkat dari 14,9 persen pada 2022. Namun, hasil survei SSGI 2024 masih menunggu rilis resmi dari pemerintah pusat.
"Target nasional untuk prevalensi stunting tahun 2024 sebesar 14 persen, tetapi hasil SSGI 2024 untuk Bantul belum dirilis. Sementara itu, target pemerintah pusat untuk 2025 naik menjadi 18,8 persen," ujar Kepala Seksi Gizi, Kesehatan Keluarga, dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Bantul, Siti Marlina kepada TIMES Indonesia, Senin (13/1/2025).
Sebaran Kasus Stunting
Berdasarkan penimbangan balita pada Juni 2024, tercatat 3.417 balita atau 7,01 persen mengalami stunting di Bantul. Kasus ini tersebar di 17 kecamatan, dengan prevalensi tertinggi berada di Imogiri, Srandakan, dan Pundong. Secara jumlah kasus, wilayah Imogiri, Jetis, dan Piyungan menjadi penyumbang terbesar.
Program Pencegahan Stunting
Pemkab Bantul menjalankan berbagai langkah pencegahan stunting yang dimulai dari usia remaja hingga balita. Program-program tersebut diantaranya sebagai berikut.
1. Pemeriksaan Anemia pada Remaja
Siswa kelas 7 SMP dan kelas 10 SMA menjalani pemeriksaan anemia. Remaja putri yang terdeteksi anemia diberikan tablet tambah darah untuk mencegah anemia berkelanjutan
2. Edukasi Calon Pengantin
Calon pengantin diwajibkan menjalani pemeriksaan kesehatan, termasuk pemberian vitamin, tablet tambah darah, dan asam folat.
3. Pemantauan Ibu Hamil
Pemeriksaan ibu hamil dilakukan minimal enam kali selama masa kehamilan, baik di puskesmas maupun rumah sakit rujukan. Pemerintah menyediakan tablet tambah darah selama 180 hari untuk ibu hamil.
4. Dukungan ASI Eksklusif dan Program Makanan Tambahan (PMT)
Bayi mendapatkan dukungan untuk ASI eksklusif selama enam bulan. Balita dengan gizi kurang atau berat badan tidak naik mendapatkan PMT lokal yang didanai pemerintah pusat sebesar Rp12 miliar.
5. Intervensi Gizi Buruk
Balita dengan gizi buruk diberikan pangan medis khusus, suplementasi nutrisi, dan tablet tambah darah.
Tantangan dan Solusi
Pemkab Bantul mengakui masih ada kendala dalam optimalisasi penimbangan balita, terutama karena rendahnya partisipasi masyarakat.
"Masih banyak balita yang tidak ditimbang setiap bulan di posyandu, sehingga data kesehatan gizi mereka belum sepenuhnya terpantau," ungkap Siti Marlina.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mendorong masyarakat untuk lebih aktif dalam penimbangan balita dan memberdayakan kader posyandu. Pada 2024, Pemkab Bantul mengalokasikan anggaran sekitar Rp140 juta dari APBD untuk mendukung program posyandu.
Harapan Menuju Target Nasional
Dengan berbagai upaya dan sinergi antara pemerintah, masyarakat, serta tenaga kesehatan, Pemkab Bantul optimis prevalensi stunting dapat terus ditekan hingga mencapai target nasional. Kolaborasi ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan masyarakat secara berkelanjutan. (*)