Selain simbol tongkat asklepius yang prestisius, kutipan di atas merupakan biografi Instagram mahasiswa kedokteran paling romantis yang pernah Saya baca saat menjadi mahasiswa baru dibandingkan biografi Instagram mahasiswa kedokteran lainnya. Saat tulisan ini ditulis, Saya sudah menjadi mahasiswa lama (dibaca: Dokter Muda) yang melewati 7 semester pendidikan preklinik dan 14 stase pendidikan klinik yang sedikit banyak sudah terpapar dengan status quo kesehatan di Indonesia. Kutipan di atas yang dahulu terasa romantis saat ini berubah menjadi terasa ironis. Mengapa demikian? Pada tulisan ini Saya akan membahasnya menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Assessment, dan Planning) yang merupakan metode dokumentasi di fasilitas kesehatan.
Subjective
Selama 5,5 tahun terpapar dengan status quo kesehatan di Indonesia, salah 2 hal dari sekian banyak hal yang memuakkan bagi Saya adalah mengenai kesehatan dan kesejahteraan tenaga kesehatan di Indonesia yang menghantarkan mereka kepada kematian (dan itu berarti Saya sebagai calon tenaga kesehatan akan seperti mereka). Pernahkah Anda mendengar gurauan "Ikuti nasihat tenaga kesehatan, jangan ikuti gaya hidupnya"? Dahulu Saya menganggap kalimat tersebut sebagai gurauan belaka, namun saat ini nyatanya kalimat tersebut merupakan petaka. Bukankah gaya hidup yang tidak sehat akan meningkatkan faktor risiko terjadinya all-cause mortality atau kematian? Karena beban kerja dan waktu kerja yang berlebih di fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan cenderung untuk kekurangan tidur, kekurangan olahraga, merokok, memakan makanan cepat saji, meminum minuman berkafein dengan tinggi gula (dibaca: Kopi Kekinian), dan gaya hidup yang tidak sehat lainnya.
Selain gaya hidup yang tidak sehat, penghasilan yang main-main dari tenaga kesehatan pun tidak kalah memuakkan di tengah profesi yang serius. Beberapa kali Saya berbincang dengan tenaga kesehatan, ada perawat yang baru pertama kali bekerja dengan gaji Rp400 ribu per bulan, ada bidan yang sudah 12 tahun bekerja dengan gaji Rp1,2 juta per bulan, ada dokter internship dengan bantuan biaya hidup Rp3,2 juta per bulan, ada dokter umum dengan uang duduk Rp150 ribu per malam, dan curhatan-curhatan mengenai penghasilan lainnya. Penghasilan-penghasilan tersebut masih jauh (bahkan sangat jauh) dari angka Upah Minimum Regional (UMR) yang merupakan cerminan dari biaya kebutuhan hidup layak di suatu daerah. Oleh karena itu, terdapat 2 kata yang dapat merepresentasikan permasalahan kesehatan dan kesejahteraan tenaga kesehatan di Indonesia: Underpaid dan overwork.
Objective
Status Kesehatan Tenaga Kesehatan
Sangat sulit untuk mencari literatur mengenai status kesehatan tenaga kesehatan di Indonesia, namun terdapat beberapa literatur mengenai status kesehatan tenaga kesehatan di dunia. Berdasarkan penelitian (Holtzclaw et al., 2020) menunjukkan bahwa tenaga kesehatan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena penyakit arteri koroner, diabetes tipe 2, obesitas, cedera muskuloskeletal, beberapa jenis kanker, mengalami stres, kurang aktivitas fisik, dan kurang tidur. Berdasarkan penelitian (Khubchandani et al., 2024) menunjukkan bahwa tenaga kesehatan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk tertusuk jarum suntik, terpapar bahan kimia, mengalami gangguan tidur, tertular penyakit menular, mengalami depresi, dan mengalami kekerasan verbal serta fisik. Berdasarkan penelitian (Joseph & Joseph, 2016) menunjukkan bahwa tenaga kesehatan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terpapar tuberkulosis, Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan hepatitis.
Tenaga Kesehatan Underpaid
Berdasarkan penelitian (Nur, 2021), hasil survei Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menunjukkan bahwa 83,35% dokter berpenghasilan di bawah rekomendasi dengan rata-rata waktu kerja 66,27 jam per minggu. Hasil survei Junior Doctor Network (JDN) Indonesia pada tahun 2018 menunjukan bahwa 26,24% gaji dokter umum di bawah Rp3 juta per bulan, sedangkan 8,89% di bawah Rp1,5 juta per bulan dengan rata-rata waktu kerja 42 jam per minggu. Hasil survei Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 68,7% gaji perawat di bawah UMR ataupun UMP. Selain itu, berdasarkan penelitian (Santoso et al., 2021) melalui data Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2017 menunjukkan bahwa 28,4% gaji perawat rumah sakit masih di bawah UMP daerah masing-masing, 28,6% gaji bidan Puskesmas masih di bawah UMP daerah masing-masing, bahkan terdapat banyak provinsi yang memberikan upah minimal bidan dan perawat sebesar Rp50.000.
Tenaga Kesehatan Overwork
Data di atas menunjukkan bahwa rata-rata waktu kerja dokter adalah dari 42 jam per minggu hingga 66,27 jam per minggu. Waktu kerja tersebut sudah melebihi ketentuan yang ditetapkan dalam Perppu Cipta Kerja yaitu 40 jam per minggu. Berdasarkan penelitian (Zurin & Dirdjo, 2020) menunjukkan bahwa rata-rata waktu kerja perawat di Intensive Care Unit RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda adalah 44,18 jam per minggu dengan waktu kerja maksimum mencapai 53 jam per minggu. Berdasarkan penelitian (Rusli et al., 2013) menunjukkan bahwa rata-rata waktu kerja yang dibutuhkan dokter umum di Puskesmas Kedaton Kota Bandar Lampung melakukan layanan kesehatan adalah 5 jam 46 menit per hari, sedangkan rata-rata waktu kerja yang tersedia adalah 4 jam 40 menit per hari. Selain itu, artikel (Ibrahim, 2024) menyebutkan bahwa mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis PPDS umumnya diminta bekerja dengan waktu kerja 84 jam per minggu di rumah sakit pemerintah.
Assessment
Penyebab Tenaga Kesehatan Underpaid dan Overwork
Bagaimana, apakah kutipan di atas yang terasa romantis sudah mulai berubah menjadi terasa ironis? Tenaga kesehatan secara harfiah dan kiasan menyerahkan hidupnya untuk menyelamatkan hidup orang lain dengan underpaid dan overwork. Mengapa itu dapat terjadi? Berdasarkan artikel (Adinda, 2024) yang mewawancara beberapa tenaga kesehatan, tenaga kesehatan cenderung mengalami underpaid karena ketidakpastian status kerja, tidak adanya upah lembur, insentif yang tidak cair, pandangan bahwa tugas tenaga kesehatan adalah mengabdi, ketiadaan serikat pekerja, hingga terdapat kalimat yang berbunyi "Kita ngurus orang kurang gizi padahal kita sendiri kurang gizi". Berdasarkan (Nur, 2021) menunjukkan tenaga kesehatan mengalami underpaid disebabkan oleh kelemahan peraturan perundang-undangan, kelemahan peraturan profesi tenaga kesehatan di Indonesia, dan kelemahan perjanjian kerja.
Selain itu, berdasarkan penelitian (Syafar et al., 2023) menunjukkan bahwa tenaga kesehatan cenderung mengalami overwork karena jumlah pasien yang harus dilayani, tugas tambahan, kurangnya fasilitas pendukung, kekurangan tenaga kesehatan, dan distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata. Berdasarkan penelitian (Sulaiman et al., 2024), kurangnya intensif menyebabkan tenaga kesehatan bekerja melebihi jam kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Berdasarkan penelitian (Sudrajat & Wahyuningsih, 2023), manajemen pengaturan waktu kerja bagi tenaga kesehatan di beberapa institusi masih belum sesuai dengan Undang-Undang.
Dampak Tenaga Kesehatan Underpaid dan Overwork
Lalu mengapa menurut Saya keadaan underpaid dan overwork ini memuakkan? Alasan utamanya adalah karena dampak dari keadaan tersebut. Berdasarkan (Nur, 2021), keadaan tenaga kesehatan yang underpaid dapat menyebabkan tenaga kesehatan harus bekerja dengan waktu kerja yang berlebih, membuat tenaga kesehatan apatis, sulit berempati, serta tidak memberikan layanan terbaik, dan menempuh jalan yang salah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Berdasarkan penelitian (Anasulfalah, 2024), menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang mendapatkan penghasilan tinggi memiliki kepuasan kerja 1,29 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang mendapatkan penghasilan rendah.
Selain itu, berdasarkan penelitian (Krisdiana et al., 2022) menunjukkan bahwa beban kerja yang tinggi berdampak pada kinerja yang menurun, menimbulkan stres kerja, depresi, serta kelelahan kerja, mengalami serangan jantung serta diabetes, dan menurunnya keselamatan pasien. Berdasarkan penelitian (Nur, 2021), waktu kerja yang berlebih berdampak pada kejadian malpraktik dan dapat membahayakan pasien. Berdasarkan penelitian (Sawitri, 2024) menunjukan bahwa stres kerja, kelelahan kerja, shift kerja, dan intensitas beban kerja berdampak pada insiden keselamatan pasien.
Bayangkan apabila Anda sedang menaiki sebuah pesawat dengan pilot yang mengalami kelelahan kerja akibat sudah terbang dengan waktu kerja yang melebihi ketentuan. Apakah Anda akan merasa aman? Saya rasa jawabannya adalah tidak. Sekarang, coba gantilah latar belakangnya. Bayangkan apabila Anda sedang berada di Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebuah rumah sakit dengan tenaga kesehatan yang mengalami kelelahan kerja akibat sudah bekerja dengan waktu kerja yang melebihi ketentuan. Apakah Anda akan merasa aman?
Planning
Sudah seharusnya rakyat Indonesia khawatir terhadap permasalahan kesehatan dan kesejahteraan tenaga kesehatan di Indonesia karena secara langsung dan tidak langsung akan berdampak kepada keselamatan rakyat. Jika melihat 2 permasalahan tersebut, ada sebuah kesamaan penyebab tenaga kesehatan mengalami underpaid dan overwork yaitu mengenai kebijakan yang tidak adekuat. Sudah banyak rekomendasi kebijakan dari hasil penelitian akademisi maupun organisasi profesi untuk mengatasi 2 permasalahan tersebut. Pertanyaannya adalah, apakah pemangku kebijakan kita peduli? Salus populi suprema lex esto: Hendaknya, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.