BI Rate Turun, Ekonom: di Luar Ekspektasi
GH News January 15, 2025 08:05 PM

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan alias BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,75% pada Januari 2025. Keputusan menurunkan BI Rate ini membuat sejumlah ekonom terkejut. Pasalnya keputusan ini diambil ketika nilai tukar rupiah sedang tertekan.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan keputusan menurunkan BI rate tidak sesuai dengan perkiraanya. Meskipun dari segi inflasi di Indonesia saat ini masih terkendali.

"Ini di luar ekspektasi. Dari segi inflasi memang sangat terkendali sehingga masih ada ruang untuk menstimulasi pertumbuhan via kebijakan moneter," katanya kepada detikcom, Rabu (15/1/2025).

David mengatakan meskipun saat ini nilai tukar rupiah dalam kondisi tertekan. Nampaknya BI mencoba menjaga daya tarik rupiah dengan menawarkan Suku Bunga Reverse Repo BI (SRBI) yang kompetitif.

SRBI adalah instrumen moneter yang digunakan BI untuk menyerap atau menyalurkan likuiditas di pasar uang. Di mana tingkat suku bunga SRBI yang relatif tinggi dapat menarik minat investor untuk tetap memegang aset dalam rupiah, sehingga mendukung stabilitas nilai tukar.

"Tapi memang kurs juga agak tertekan. BI coba jaga attractiveness Rupiah via SRBI rate yang relatif menarik," katanya.

Selain itu, David mengatakan untuk menyeimbangkan antara mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas nilai tukar pemerintah bisa saja menyediakan outlet instrumen investasi yang menarik untuk investor asing dan mendiversifikasi instrumen dan pendalaman pasar dengan biaya pendanaan yang relatif murah.

"Misalnya dengan menerbitkan dimsum bonds untuk menarik investasi dari luar," katanya.

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo mengatakan bahwa keputusan penurunan BI Rate tersebut sejalan dengan pelemahan nilai tukar rupiah pada Januari 2025 yang lebih rendah dibandingkan pelemahan nilai tukar negara yang sebanding dengan Indonesia.

Hanya saja, keputusan menurunkan BI rate saat ini yang mengejutkan. Hal ini lantaran adanya tekanan terhadap surat berharga dalam negeri.

"Tetapi timingnya cukup surprising, mengingat ada tekanan ke surat berharga dalam negeri. Upside nya memang masih ada ruang karena suku bunga The Fed (AS) dan BI rate ada selisih sebesar 1,5%, dan ini membantu mengurangi beban hutang pemerintah," katanya saat dihubungi detikcom.

Disisi lain, Chief Economist PermataBank Josua Pardede mengatakan keputusan BI untuk memotong BI-rate sebesar 25bps ke 5,75% tidak terlalu mengejutkan.

"Karena sebenarnya ruang pemotongan sudah ada sejak Desember 2024 seperti penjelasan kami bulan Desember lalu. Meski Rupiah memang cenderung melemah bulan Januari 2025 ini, namun ini merupakan fenomena global karena mata uang Amerika menguat hampir ke semua mata uang dunia," katanya.

Namun di satu sisi, Josua mengatakan penurunan BI rate ini menimbulkan risiko pada sisi pertumbuhan ekonomi semakin meningkat.

Di mana pertumbuhan ekonomi tahun 2025 kemungkinan akan tertekan baik dari faktor dalam maupun luar negeri. Dari luar negeri, Josua mengatakan konflik perdagangan internasional besar-besaran akan berisiko menurunkan kinerja ekspor Indonesia.

Sementara itu, dari dalam negeri, risiko pelemahan tingkat permintaan akan berlanjut, seperti yang terindikasi dari inflasi yang sangat rendah mendekati batas bawah target sasaran dan ini menunjukkan lemahnya tingkat permintaan.

"Jadi langkah BI ini sebenarnya sudah seusai dengan view kami sebelumnya, namun pemotongan di Desember tertunda ke Januari," katanya.

Adapun Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan untuk menurunkan suku bunga acuan alias BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,75% pada Januari 202 sudah berdasarkan dinamika yang terjadi baik di global maupun domestik. Ke depan ia masih melihat terbukanya peluang penurunan suku bunga lagi.

"Ketika kita menurunkan BI rate itu sebenarnya perubahan stand itu sudah ada, yaitu stability and growth. Kami juga terus menyampaikan bahwa mencermati, masih terbukanya ruang penurunan suku bunga. Nah waktunya tentu saja sesuai dinamika yang terjadi di global dan nasional dan itu terus kami ulang-ulang dari bulan ke bulan," kata Perry dalam konferensi pers, Rabu (15/1/2025).

Alasan pertama terkait dinamika global, BI mengaku sudah melihat arah kejelasan kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Fed Fund Rate (FFR). Arah kebijakan yang sudah lebih jelas ini membuat BI untuk menurunkan suku bunga.

"Karena kejelasan arah kebijakan pemerintahan AS khususnya setelah terpilihnya Presiden Trump dan juga arah kebijakan FFR. Kami ikuti dari bulan ke bulan yang dari bulan ke bulan sebelumnya ini ketidakpastiannya masih besar. Bulan ini ketidakpastiannya masih ada, tapi kami bisa menakar," ucap Perry.

Perry menyebut yang selama ini menjadi perhatiannya adalah ketidakjelasan kondisi global dan dampaknya terhadap nilai tukar. Saat ini pihaknya mengaku sudah menakar nilai tukar rupiah saat ini yang diklaim relatif stabil dan sejalan dengan nilai fundamentalnya ke depan.

"Kami dalam dua hari ini melakukan exercise, skenario-skenario nilai tukar. Kesimpulannya nilai tukar sekarang dan ke depan masih konsisten dengan nilai fundamental," ucap Perry.

Kedua, dari sisi domestik, BI mencermati bahwa inflasi dalam negeri cukup rendah dan akan tetap rendah ke depannya. Dengan inflasi rendah, maka ruang penurunan suku bunga terbuka.

"Inflasinya rendah dibandingkan dengan 2,5±1% sasaran dan kami perkirakan di dua tahun ini juga masih akan tetap rendah. Dengan inflasinya rendah, terbuka untuk menurunkan suku bunga kan," tutur Perry.

Pertimbangan ketiga adalah data survei ekonomi BI. Perry melihat ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih rendah dari perkiraan pada 2025 sehingga penurunan suku bunga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan.

"(Pertumbuhan ekonomi) 2024 sedikit lebih rendah dari titik tengah, berarti masih di atas 5% tapi mungkin di bawah 5,1%. Tahun 2025 yang semula kisarannya 4,8-5,6% titik tengahnya 5,2% itu lebih rendah menjadi 4,7-5,5% jadi titik tengah 5,1%. Oleh karena itu this is the timing untuk menurunkan suku bunga supaya bisa menciptakan growth story yang lebih baik," ungkapnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.