TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ratusan pengunjuk rasa tergabung dalam beberapa aliansi masyarakat menggelar unjuk rasa di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Aksi ini digelar untuk mendesak PTUN Jakarta agar menolak gugatan PT Sentosa Kurnia Bahagia (SKB) yang saat ini naik ke tingkat banding.
Unjuk rasa ini semula berjalan damai, namun berakhir memanas setelah gabungan massa terdiri dari Aliansi Masyarakat dan Pemuda Musi Rawas Utara (Ampura), Jaring Hijau Hitam, dan Himpunan Masyarakat Kaum Buruh Tertindas (HMKBT) membakar ban di depan gedung PTUN Jakarta.
Gesekan itu terjadi saat petugas keamanan dari kepolisian dan PTUN mencoba memadamkan ban yang dibakar para demonstran. Aksi dorong sempat terjadi antara kedua pihak.
Koordinator aksi, Hamid, mengatakan pihaknya hadir ke PTUN untuk menyampaikan aspirasi dari masyarakat Musi Rawas Utara yang merasa terganggu dengan putusan tersebut.
Dia mempertanyakan sikap PTUN yang menerima banding dari PT SKB mengingat gugatan sebelumnya telah ditolak PTUN pada 29 Agustus 2023.
Tak hanya itu, kata dia, mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara ditegaskan bahwa tenggat waktu mengajukan upaya banding hanya 90 hari, sedangkan upaya banding itu dilakukan PT SKB pada 18 Januari 2024.
"Dengan masuknya gugatan tersebut dari PT SKB, hal ini patut dipertanyakan karena terdapat gejala aneh seharusnya Pengadilan Tata Usaha Negara menolak gugatan PT SKB berdasarkan pada UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara posisinya di Pasal 55 ada tenggang waktu 90 hari setelah putusan itu dibuat, tetapi kenapa gugatan ini diterima, pertanyaan dasar kita itu," kata Hamid di Gedung PTUN Jakarta.
Hamid menilai, keputusan PTUN menerima banding itu jelas mengganggu aktivitas masyarakat di Musi Rawas Utara, terutama buruh yang bekerja di PT GPU karena adanya intervensi dari oknum tidak kenal.
Di sisi lain, Hamid menduga permohonan PT SKB bakal dikabulkan oleh hakim-hakim yang telah ditunjuk secara khusus.
Oleh karena itu, ia mendesak agar Komisi Yudisial (KY) untuk memantau jalannya perkara sengketa antara PT GPU dengan PT SKB ini guna mencegah praktik jual beli perkara.
Sementara itu, Abdillah selaku koordinator lapangan Lingkar Hijau Hitam menuntut majelis hakim menolak segala bentuk suap agar penegakan hukum dapat ditegakkan seadil-adilnya. Dia juga meminta agar tidak ada intervensi kepada majelis hakim dalam mengadili permasalahan di Musi Rawas Utara.
"Ini supaya masyarakat Musi Rawas Utara mendapatkan keadilan dalam permasalahan ada ini," katanya.
Dia juga menyampaikan ada kecurigaan dugaan adanya mafia peradilan dan kasus yang bergerak mengondisikan majelis hakim.
Dia menekankan pihaknya tidak akan tinggal diam jika aspirasi yang disampaikan hari ini tidak diindahkan PTUN. Abdillah mengatakan akan membawa ribuan massa untuk kembali melakukan aksi di PTUN dan KY.
"Kami akan datang kembali bersama ribuan mahasiswa, masyarakat, buruh, sopir angkutan tambang, dan semua kelompok yang peduli dengan kepentingan pekerja tambang karena kasus ini ribuan pekerja tambang beserta anak dan istri sangat bergantung," katanya.
Kasus ini bermula dari adanya keinginan PT SKB untuk menguasai lokasi tambang di Musi Rawas Utara. Di antaranya dengan penerbitan izin perkebunan sawit yang diduga tidak sah dengan bantuan pejabat setempat.
Padahal, di lokasi tersebut yang diterbitkan sesuai Permen 76 Tahun 2014 masuk ke wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara. Sehingga muncul pertanyaan bagaimana bisa izin bisa terbit di dua kabupaten berbeda padahal di lokasi tersebut ada beberapa perusahaan beroperasi sejak 2009.