Abaikan Sanksi DPR AS, Jaksa ICC Tegaskan Proses Hukum atas Tuduhan Kejahatan Perang Netanyahu
Bobby Wiratama January 18, 2025 04:31 AM

TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Karim Khan, kembali menegaskan keputusannya untuk mengajukan tuduhan kejahatan perang terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. 

Dalam wawancara dengan Reuters, Khan menekankan bahwa Israel belum menunjukkan 'upaya nyata' untuk menyelidiki tuduhan kejahatan perang yang diarahkan pada pemimpin negara tersebut.

Dengan keputusan Khan ini tentunya menjawab sanksi yang diberikan oleh DPR Amerika Serikat pekan lalu.

Di mana pada saat itu, DPR AS memberikan suara untuk memberikan sanksi kepada ICC sebagai bentuk protes terkait surat penangkapan terjadap Netanyahu.

Para legislator di majelis rendah Kongres AS meloloskan “Undang-Undang Penanggulangan Pengadilan yang Tidak Sah” dengan margin yang sangat besar, 243 berbanding 140, pada hari Kamis sebagai sinyal dukungan yang kuat bagi Israel.

Sebanyak 45 anggota Demokrat bergabung dengan 198 anggota Republik dalam mendukung RUU tersebut. 

Sanksi tersebut akan mencakup pembekuan aset properti, serta penolakan visa bagi warga negara asing yang secara material atau finansial memberikan kontribusi terhadap upaya pengadilan.

"Amerika meloloskan undang-undang ini karena pengadilan yang tidak jujur ​​berusaha menangkap perdana menteri sekutu besar kita, Israel," kata Perwakilan Brian Mast, ketua Partai Republik dari Komite Urusan Luar Negeri DPR, dikutip dari Al Jazeera.

Khan menyebut tindakan tersebut sebagai sesuatu yang 'tidak diinginkan dan tidak disambut baik'.

Sebagai informasi, ICC telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Israel Yoav GallanT.

Surat perintah penangkapan tersebut telah dikeluarkan oleh ICC pada bulan November lalu.

Tuduhan ini mencakup dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi selama konflik di Gaza.

Meski begitu, kantor Perdana Menteri Israel hingga saat ini belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan Khan tersebut.

Sebelum adanya pernyataan Khan, Israel secara konsisten menolak yurisdiksi ICC.

Israel mengklaim ICC tidak memiliki kewenangan atas negaranya. 

Selain itu, sekutu utama Israel yaitu AS yang juga bukan anggota ICC secara terbuka merasa tidak terima dengan surat yang dikeluarkan hakim kepada Netanyahu.

Pengadilan Pilihan Terakhir Netanyahu

Dalam wawancaranya, Khan menegaskan bahwa ICC berfungsi sebagai pengadilan pilihan terakhir.

Tidak hanya itu, Khan menyoroti tindakan Israel yang hingga saat ini tidak melakukan penyelidikan atas tuduhan tersebut.

"Kami di sini sebagai pengadilan pilihan terakhir dan...saat kita berbicara sekarang, kami belum melihat upaya nyata dari Negara Israel untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan yurisprudensi yang berlaku, yaitu penyelidikan terhadap tersangka yang sama untuk tindakan yang sama," kata Khan, dikutip dari Al-Arabiya.

Namun apabila Israel memilih untuk melakukan penyelidikan mandiri, Khan akan mengubah keputusannya.

"Itu bisa berubah dan saya harap itu terjadi," katanya dalam wawancara hari Kamis (16/1/2025).

Menurutnya, investigasi domestik yang kredibel dapat membuat kasus tersebut dialihkan kembali ke sistem peradilan Israel berdasarkan prinsip pelengkap yang diadopsi ICC. 

"Penyelidikan Israel dapat menyebabkan kasus tersebut dikembalikan ke pengadilan Israel berdasarkan apa yang disebut prinsip pelengkap. Israel masih dapat menunjukkan kesediaannya untuk melakukan penyelidikan, bahkan setelah surat perintah dikeluarkan," katanya.

Namun hingga kini, hal tersebut belum terjadi.

Sebagai salah satu pengadilan permanen dunia yang menangani kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, dan agresi, ICC menghadapi tantangan besar dalam menjalankan yurisdiksinya. 

Dengan 125 negara anggota, pengadilan ini tetap berpegang pada prinsip hukum internasional meski menghadapi penolakan dari negara-negara seperti Israel dan Amerika Serikat.

Khan menyoroti bahwa Israel sebenarnya memiliki sistem hukum yang sangat maju.

Namun sayangnya hingga saat ini, Israel belum melakukan upaya apapun dalam menyelidiki ini.

"Pertanyaannya adalah apakah para hakim, jaksa, dan instrumen hukum tersebut telah digunakan untuk meneliti dengan benar tuduhan yang telah kita lihat di wilayah Palestina yang diduduki, di Negara Palestina? Dan saya pikir jawabannya adalah 'tidak'," tegasnya.

Pernyataan ini muncul sehari setelah Israel dan kelompok Palestina Hamas mencapai kesepakatan untuk gencatan senjata di Gaza.

Khan menyampaikan harapannya agar Israel mengambil langkah konkret untuk menyelidiki tuduhan ini, demi menunjukkan komitmen pada hukum internasional dan keadilan global.

Konflik Palestina vs Israel

Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.

Mereka mengabaikan resolusi DK PBB yang menuntut gencatan senjata segera dan terus melancarkan serangan tanpa henti hingga saat ini.

Serangan Israel ini telah menewaskan lebih dari 46.800 warga Palestina.

Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.

Sejak saat itu, militer Israel telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza, mengusir hampir seluruh penduduknya yang berjumlah 2,3 juta orang dari rumah mereka.

(Farrah)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.