GAZA - Tim Presiden AS Donald Trump sedang mempertimbangkan untuk "sementara" merelokasi sebagian dari dua juta warga Palestina di Gaza di luar daerah kantong yang dikepung sementara daerah kantong itu dibangun kembali.

Itu diungkap jaringan NBC. Jaringan tersebut mengutip seorang pejabat transisi anonim yang mengatakan bahwa salah satu negara tuan rumah sementara yang dipertimbangkan untuk pengungsi adalah Indonesia.

NBC juga melaporkan bahwa utusan Timur Tengah yang baru Steve Witkoff sedang mempertimbangkan kunjungan ke Gaza yang dilanda perang, sebagai bagian dari upaya untuk mempertahankan kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel.

3 Alasan Donald Trump Ingin Pindahkan 2 Juta Warga Gaza ke Indonesia

1. Stabilitas Jangka Panjang di Gaza

"Anda harus melihatnya, Anda harus merasakannya," kata pejabat transisi tersebut, seraya menambahkan bahwa dengan melakukan hal itu akan memungkinkan Witkoff untuk melihat sendiri "dinamika yang terjadi di lapangan, daripada mempercayai perkataan Israel begitu saja."

Menurut sumber tersebut, Witkoff berupaya untuk mencapai stabilitas jangka panjang bagi Israel dan dua juta warga Palestina yang mengungsi, jalan yang tercakup dalam tiga tahap kesepakatan yang diselesaikan minggu lalu.

2. Memberikan Kehidupan Lebih Baik bagi Warga Gaza versi AS

Pejabat yang mendapat informasi tersebut mengatakan bahwa "Jika kita tidak membantu warga Gaza, jika kita tidak membuat hidup mereka lebih baik, jika kita tidak memberi mereka harapan, akan ada pemberontakan."

Pertemuan Witkoff dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 11 Januari sangat penting dalam penyelesaian kesepakatan.

3. Netanyahu Merupakan Sekutu Utama Trump

Pejabat Amerika tersebut secara terbuka mengonfrontasi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan mengatakan, "Jika Anda tidak berniat membuat kesepakatan, katakan saja, dan saya akan naik pesawat dan pulang," tambah pejabat tersebut.

Dia menambahkan bahwa Witkoff menyoroti kepada Netanyahu seberapa besar yang telah dilakukan Trump untuk Israel pada masa jabatan pertamanya.