Tak Sekadar Minyak dan Haji, Arab Saudi Juga Pusat Kebudayaan Kuno
Tim Intisari January 24, 2025 04:34 PM

Soal Arab Saudi, yang langsung teringat adalah tentang haji dan minyaknya yang melimpah. Yang banyak orang belum tahu, Arab Saudi juga menyimpan situs-situs peradaban kuno.

Artikel ini gubahan dan terjemahan dari artikel Dora Jane Hamblin, pernah tayang di Majalah Intisari edisi Desember 1983

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Bisa dibilang, modernisasi belum berusia lama di Arab Saudi. Ia baru datang sekitar tahun 70-an, seiring dengan gelombang duit yang negara gurun pasir itu.

Sejak itu, Arab Saudi tak bisa disamakan lagi dengan wajahnya yang dulu. Gedung-gedung tinggi pencakar langit bukan sesuatu yang asing lagi di situ.

Seiring dengan mengalirnya duit minyak, pendapatan per kapita penduduk Arab Saudi melonjak drastis, bahkan disebut lebih tinggi dibanding penduduk AS yang jumlahnya jauh lebih banyak.

Begitulah Arab Saudi yang kita kenal sekarang. Tiga ribu tahun yang lalu Jazirah Arab dikenal di Barat sebagai tempat yang mendatangkan kemenyan, dupa, rempah-rempah dan emas.

Kemudian perdagangan mati akibat runtuhnya kerajaan-kerajaan di Barat. Agama Islam, tempat-tempat suci, dan jalan yang ditempuh oleh orang yang datang ke tempat sucilah yang menyelamatkan Arab dari kemusnahan pada abad ke-7.

Beberapa jalan bekas caravan menjadi jalan untuk haji dan kota-kota yang merana pun hidup kembali. Perubahan dramatis baru terjadi lagi ketika minyak ditemukan pada tahun 1930-an.

Berlainan dengan dugaan banyak orang, Semenanjung Arab tidak hanya terdiri atas padang pasir yang tidak nampak ujungnya. la mempunyai pegunungan yang tingginya 3.000 meter, beberapa sungai kecil, dan beberapa oase.

Namun sebagian besar memang gurun, sih.

Dalam penggalian-penggalian arkeologis yang mulai dilakukan pada 1960-an, diketahui bahwa Semenanjung Arab itu tadinya bukanlah gurun yang tidak berpenghuni.

Para arkeolog menemukan kota-kota yang mempunyai dinding pelindung, menara, istana yang megah dengan lukisan dinding dan juga tempat-tempat pemujaan para dewa yang kini sudah terlupakan.

Bendungan-bendungan yang kokoh, yang memiliki jaringan saluran irigasi dan terusan untuk mengairi ladang gandum, untuk tempat minum domba-domba dan untuk melayani kebutuhan caravan tampak memotong sungai-sungai yang sekarang kering.

Mereka juga menemukan berton-ton peralatan manusia zaman batu dan ribuan lukisan pemburu serta binatang buruannya di tempat-tempat yang pada zaman Pleistosen merupakan danau-danau.

Mengapa Arab Saudi baru diteliti sekarang, sedangkan rahasia Mesopotamia, Lembah Indus, Mesir, dan Israel sudah terungkap lama?

Rupanya para arkeolog teralang oleh gurun yang luas, juga kekurangan jalan maupun landasan terbang dan air. Baru setelah uang hasil minyak mengalir masuk, Arab Saudi menemukan dirinya sendiri.

"Kami hampir ketinggalan," kata seorang arkeolog Saudi.

"Tetapi kami bertekad untuk mengejar ketinggalan kami. Kami menangani daerah luas yang tidak dikenal di Barat, tidak pula kami kenal sendiri," kata Abdullah H. Masry yang berpendidikan Amerika. Pangkatnya adalah Direktur Lembaga Purbakala dan Museum Kerajaan. Dia juga Asisten Wakil Menteri Kebudayaan.

Dia mulai dengan mengirimkan suatu tim penelitian yang mengadakan penelitian permulaan ke situs-situs, di mana dilaporkan ada temuan purbakala. Hasilnya ternyata mencengangkan. Peninggalan-peninggalan itu sebagian besar terungkap tanpa harus menggali satu sekop pasir pun.

Tahun berikutnya, dia mulai melancarkan survei luas yang direncanakan akan makan waktu lima tahun. Uang bukan soal.

Arab Saudi dibagi dalam enam daerah yang masing-masing diteliti oleh suatu tim kecil. Peneliti-peneliti itu naik kendaraan sejauh mungkin, lalu diteruskan dengan berjalan kaki.

Pedoman yang mereka miliki cuma kisah-kisah perjalanan yang diromantisasi, peta yang tidak tepat, peta survei geologi buatan Amerika Serikat, dan kesabaran mewawancarai setiap penduduk yang mereka jumpai.

Tempat Nabi Musa bertemu anak Syu’aib

Delapan tahun kemudian terbentuklah suatu gambaran kasar. Konon 15, 17, atau bahkan mungkin 20 juta tahun yang lalu, Semenanjung Arab menempel ke Afrika Timur.

Binatang-binatang besar seperti gajah, jerapah, badak berkeliaran bebas dari Afrika melewati Arab sampai ke Nepal. Kira-kira 12 juta tahun yang lalu ada hominoid yang kini sudah punah yang disebut Dryopithecus, yang mungkin sekali sejenis protohuman yang lebih dikenal dari Afrika Timur.

Setelah mereka, sekitar 1 juta tahun yang lalu ada manusia zaman batu yang kerjanya berburu.

Peralatan mereka yang berupa kapak, pisau, mata panah, dan sebagainya didapati tersebar di semenanjung itu dari ujung ke ujung. Bahkan juga di daerah kosong yang kini ditakuti seperti Rub'al Khali. .

Tebalnya tanah yang mengandung alat-alat itu dan banyaknya alat-alat itu di situs-situs seperti Dawadini yang bisa dicapai dalam setengah hari bermobil dari Riyadh, sungguh mencengangkan.

Tetapi peninggalan berupa bangunan permanen kurang sekali. Rupanya sejak ribuan tahun mereka tinggal dalam tempat-tempat tinggal sementara yang tidak kokoh.

Di zaman batu, wadi-wadi dan sungai-sungai yang kini kering itu mestinya penuh dengan air, tetapi kira-kira 15.000 tahun yang lalu air mulai kering. Ketika danau-danau menciut lalu lenyap, sungai pun mati.

Maka mengembara pun menjadi cara hidup hampir di seluruh jazirah. Namun ada juga orang-orang yang menetap di Teluk Persia, yang oleh Arab Saudi disebut Teluk Arab.

Penghuni gubuk-gubuk ilalang itu tidak meninggalkan peninggalan tertulis, tetapi ada bukti-bukti positif bahwa mereka mengadakan semacam hubungan dagang dengan Mesopotamia sekitar lima ratus tahun sebelum Masehi.

Dr. Masry sendiri pernah menemukan gerabah yang juga ditemukan di Mesopotamia Selatan. Benda itu tersebar di beberapa situs di benua Asia dan di pulau-pulau lepas pantai sampai Bahrain.

Dalam musim penggalian tahun 1983, Dr. Juris Zarins dari Southwest Missouri State University, AS, yang dulu teman setingkat Masry di University of Chicago, mengepalai tim penggalian di daerah dekat Dhahran yang ada makam besarnya.

Di tempat yang letaknya cuma satu kilometer dari Teluk Arab itu mereka menemukan pelbagai bandar dari gerabah zaman Mesopotamia sampai scarab (kumbang dibuat dari batu) Mesir.

Para arkeolog kini yakin bahwa legenda Sumeria mengenai 'Dilmun' dan Taman Firdaus yang diceritakan dalam Injil letaknya di suatu tempat di tepi timur Jazirah Arab, termasuk P. Bahrain.

Beberapa ribu tahun kemudian kebudayaan baru berkembang di Arab Tengah dan Selatan, yaitu yang oleh orang Barat dikenal sebagai Saba atau Sheba dan kini disebut Yaman. Daerah itu kaya dan mengandung cukup air.

Di sanalah dihasilkan tulisan Arab sekitar tujuh ratus tahun sebelum Masehi.

Di Barat Laut, dekat Phoenicia, timbul kerajaan Dedan (sekarang dikenal sebagai Al-`Ula) yang peninggalannya kini berupa makam-makam berpahatkan singa yang dibuat 2.500 tahun yang lalu. Di sinilah Nabi Musa bertemu dengan anak perempuan Syu'aib di sumur.

Kini unta naik Toyota

Kira-kira 2.500 tahun sebelum Masehi, suku-suku di selatan menjinakkan unta yang sejak itu terikat erat pada Arab.

Dokumen-dokumen Asiria yang berasal dari tahun 854 sebelum Masehi menceritakan bagaimana Gindibu dengan 1.000 pengendara unta dari negara Aribi membantu raja Damaskus melawan Raja Shalmaneser III dari Asiria pada pertempuran Karkor.

Kini unta tetap bisa dijumpai di mana-mana di Saudi Arabia. Mereka berjalan dengan tegap menuruni lembah-lembah yang luas, beristirahat di sisi perkemahan orang Beduin atau bahkan naik truk Datsun atau Toyota.

Unta pernah mengubah kehidupan di jazirah yang tadinya hampir mati kekeringan itu. Binatang itu bisa menghasilkan susu, daging, bahan untuk tempat tinggal dari bulunya, dan juga bisa menjadi kendaraan di gurun yang tidak bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Untalah yang memungkinkan adanya caravan pengangkut barang dagangan. Laut Merah sangat berbahaya karena banyak pulau-pulau kecil di pantai, karang-karang, dan juga bajak laut.

Jadi barang-barang dari Timur dibawa dengan kapal cuma sampai pantai selatan Arab. Dari sana diangkut lewat darat ke Eropa. Timbullah caravan dan Arab menguasainya.

Pada tahun 1983 ini, insinyur-insinyur pertambangan dari Colorado membantu arkeolog-arkeolog Saudi di daerah pegunungan terpencil yang kurang aman karena dekat perbatasan Yaman.

Para ahli itu merasa jerih payah mereka tidak sia-sia. Setiap situs menghasilkan berton-ton ampas bijih dan sisa-sisa tempat peleburan. Banyak sejarawan dan ahli ilmu purbakala mengira di sekitar tempat inilah letaknya tambang Raja Sulaiman.

Kota-kota terpencil dekat oase ada yang menjadi makmur dan besar, yang kemudian jadi pusat internasional. Umpamanya saja Taima di Utara.

Raja Babilonia bernama Nabonidus pindah dari Babilonia ke tempat ini. Istananya pasti masih terkubur dalam pasir sekitar tempat itu.

Dinding kotanya saja panjangnya sekitar 10 km dan sumurnya yang berumur 3.000 tahun yang dilapisi dinding batu itu hingga kini masih mengeluarkan air. Orang Prancis sudah menemukan tempat itu seabad yang lalu dan di Museum Louvre di Paris ada "Batu Taima" yang diambil dari sini.

Tim Saudi menemukan batu lain yang memadukan lambang-lambang keagamaan Babilonia, Mesir, dan Mesopotamia yang membuktikan toleransi agama di Taima.

Ada juga Najran (kota berdinding dan bermenara di Selatan) yang pernah menjadi pusat agama Kristen pada sepuluh abad pertama sesudah Masehi dan diserang raja Yahudi pada abad ke-6.

Sebagai tindak lanjut, tim arkeolog juga membangun museum-museum diTaima, Najran, Jizan, Hofuf, Al Jauf dan 'Ula, yang fungsinya bukan sekedar seperti museum, tetapi lebih sebagai pusat riset walaupun hasil penemuan dipamerkan. Tentu pengunjung bisa mendatanginya.

Selain itu, sudah digali juga cukup banyak situs baru di Qaryat al Fau yang letaknya hampir 200 km dari Najran. Tempat itu mengalami zaman keemasan selama sepuluh abad sebelum Masehi dan terletak pada jalan caravan yang sama dengan Najran.

Yang menemukannya adalah karyawan-karyawan Aramco pada tahun 40-an dan tahun 1972, Dr. Abdul Rahman al Ansari dari Universitas Riyadh melancarkan penggalian. Dia arkeolog didikan Inggris.

Usahanya itu rupanya membangkitkan benih semangat di kalangan orang-orang muda untuk menggali warisan nenek moyang mereka. Setelah sebelas musim penggalian, ditemukan sebuah pasar, istana yang memakai lukisan dinding dan kulia yang memiliki patung-patung perunggu.

Penemuan itu mengungkapkan bahwa di sana pernah hidup kebudayaan yang berasal dari lembah Sungai Nil, Laut Tengah, Suriah, dan Arab Selatan. Makam-makam yang mewah, tulisan, saluran-saluran air, gerabah dan mata uang mereka temukan juga.

Penemuan-pemenuan itu ternyata berdampak pada ramainya peminat di departemen arkeologi di KingSaud University.

Dibangun juga museum arkeologi di Riyadh yang terkelola dengan baik. Dibuat pula film yang panjangnya enam jam untuk memperkenalkan kepada orang asing maupun pribumi mengenai arkeologi Arab Saudi.

Penggalian terus dilaksanakan, antara lain mereka menemukan fosil-fosil yang umurnya antara 15 sampai 17 tahun. Juga ditemukan rahang Dryopithecus yang punah sekitar 12 juta tahun yang lalu.

Di Barat Laut, dekat perbatasan Yordania, bukan hanya ada makam-makam Singa, makam di Mada'in Saleh dan reruntuhan Benteng Mamluk, tetapi juga jalan kereta api Hijaz. Jalan kereta api itu dibuat oleh Jerman untuk Turki dan diledakkan oleh Lawrence of Arabia dalam Perang Dunia I.

Penggalian-penggalian itu memunculkan harapan, suatu saat turisme bisa "menggantikan" posisi minyak sebagai milik nasional yang menghasilkan banyak cuan. Unta-unta mungkin akan turun lagi ke pasir dari pick-up buatan Jepang, untuk mengangkut caravan modern yang berbekal kamera. (Dora Jane Hamblin)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.