Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengapresiasi langkah cepat pemerintah dalam menangani kasus pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten.
Wakil Ketua Umum DPP PSI Andy Budiman menilai Pemerintah serius menangani polemik pagar laut ini.
"PSI mengapresiasi pemerintah yang bergerak cepat dan cermat dalam mengatasi persoalan pagar laut di Kabupaten Tangerang," kata Andy dalam keterangan tertulis, Jumat (24/1/2025).
"Ini merupakan wujud nyata keseriusan pemerintah dalam menegakkan peraturan perundangundangan," tambah Andy.
Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid telah membatalkan 50 Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB) di perairan Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.
Pembatalan merupakan tindak lanjut adanya pagar bambu sepanjang 30 kilometer di kawasan tersebut.
"Kami berharap kasus ini menjadi yang terakhir kali, tidak terjadi lagi di masa mendatang. Aturan hukum harus ditaati dan ditegakkan," pungkas Andy.
Peraturan perundangundangan jelas melarang penerbitan sertifikat HGB untuk perairan atau laut.
Diberitakan sebelumnya, Nusron mengatakan, 50 sertifikat bidang tanah yang memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, resmi dicabut atau dibatalkan.
“Hari ini, kami bersama tim melakukan proses pembatalan sertifikat, baik itu hak milik SHM maupun itu Hak Guna Bangunan (HGB),” tegas Nusron.
"Satu satu, dicek satusatu, karena pengaturannya begitu. Ini aku belum tahu ada berapa itu yang jelas Hari ini ada lah. Kalau sekitar 50an ada kali," ungkapnya.
50 sertifikat yang dibatalkan tersebut terdiri dari sebagian milik SHGB PT Intan Agung Makmur atau IAM, serta sebagian SHM atau perorangan.
Proses pembatalan tersebut dimulai dari pengecekan dokumen yuridis, prosedur, hingga fisik atau material.
Kemudian, kata Nusron, langkah selanjutnya adalah melakukan pengecekan fisik materialnya.
“Nah, tapi karena ini menyangkut pembatalan, ada langkah selanjutnya terakhir adalah ngecek fisik materialnya kayak apa,” jelas Nusron.
Sebelumnya, ada 263 SHGB dan 17 bidang SHM di kawasan pagar laut Tangerang.
Jumlah SHGB tersebut IAM sebanyak 243 bidang, 20 bidang PT Cahaya Intan Sentosa atau CIS bidang, serta 17 bidang SHM milik perorangan.
Meski begitu, Nusron tidak merinci siapa pemilik 17 bidang SHM perorangan tersebut.
Sempat Ada PerdebatanNusron mengatakan, saat pihaknya membatalkan sertifikat HGB milik IAM, sempat terjadi perdebatan.
Perdebatan itu terjadi dengan Kades Arsin, terkait keberadaan HGB di area pagar laut.
Nusron mengatakan, perdebatan berkutat pada pernyataan Arsin yang menyebut bahwa dulunya, titik pagar laut yang terdapat sertifikat HGB itu merupakan daratan, kemudian tertutup air laut setelah terimbas abrasi.
Meski begitu, Nusron mengaku tetap membatalkan SHGB itu.
Pasalnya, saat ini, fisik tanahnya telah hilang.
Dengan demikian, Nusron menjelaskan, jika tanah sudah tidak bisa dilihat fisiknya, maka dikategorikan sebagai tanah musnah.
"Mau Pak Lurah bilang empang. Nah yang jelas secara faktual material, tadi kita lihat samasama fisiknya udah nggak ada tanahnya," kata Nusron kepada awak media, Jumat, dikutip dari TribunTangerang.com.
"Karena udah nggak ada tanahnya, saya nggak mau debat soal masalah garis pantai apa nggak mau itu dulu."
"Itu toh kalau dulunya empang, kalau yang di sono tadi, karena udah nggak ada fisiknya, maka itu masuk kategori tanah musnah," sambungnya.
Kini, pagar laut di Tangerang itu telah dibongkar sejak Senin (20/1/2025) lalu.
Kemudian, proses pembongkaran pagar laut telah dilanjutkan kembali, sejak Rabu (22/1/2025).
KKP Tegaskan Laut Tak Bisa Diberi Hak KepemilikanSebelumnya, Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Doni Ismanto Darwin menegaskan bahwa ruang laut tidak bisa dimiliki.
Hal tersebut disampaikan Doni saat menanggapi soal keberadaan sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan hak milik (SHM) di pagar laut perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
"Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUUVIII/2010 ruang laut tidak dapat diberikan hak kepemilikan," ujar Doni, saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (21/1/2025).
Kendati demikian, kata Doni, ruang laut bisa saja dimanfaatkan, asalkan memiliki izin sesuai aturan yang berlaku.
"Pemanfaatan ruang laut diberikan melalui mekanisme KKPRL dan perizinan lainnya sesuai aturan yang berlaku," jelas Doni.
Doni lantas menjelaskan tiga aturan yang berkaitan dengan hal tersebut.
Pertama, Undangundang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Aturan ini mewajibkan setiap pemanfaatan ruang laut menetap di perairan memiliki kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut.
Kedua, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Aturan ini mengatur persyaratan dasar perizinan berusaha, termasuk kesesuaian pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan, dan sertifikat laik fungsi.
Ketiga, PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Aturan ini menyebutkan pemanfaatan ruang di perairan pesisir, perairan, dan wilayah yurisdiksi harus memiliki KKPRL yang diterbitkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.