Swasembada Pangan Beras dan Bangunan Anti Gempa Bumi di Kampung Adat Baduy
Ariel Guslandi January 27, 2025 01:42 PM
Suku Baduy adalah salah satu sub-suku Sunda yang mendiami di Provinsi Banten, Indonesia. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat adat Baduy adalah bahasa Sunda. Perbedaan utama antara suku Baduy dengan suku Sunda adalah suku Baduy masih mempertahankan adat-istiadat leluhurnya dan belum terpengaruh terhadap globalisasi, sedangkan suku Sunda sudah banyak terpengaruh terhadap globalisasi.
Suku Baduy terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Baduy Luar yang mendiami Desa Kaduketug, Leuwi Buleud, Ciboleger, Cicatang dan Baduy Dalam yang mendiami Desa Cikeusik, Cikertawarna, Cibeo. Perbedaan Baduy Luar dan Baduy Dalam terlihat dari pakaian dan kebiasaan hidupnya. Penasaran apa saja 5 fakta menarik tentang suku Baduy berdasarkan hasil wawancara secara langsung dengan Ayah Kasip, Kang Endri, dan Kang Aja (masyarakat adat Baduy Dalam), simak di bawah ini!
1. Pakaian Adat Baduy Luar dan Baduy Dalam
Masyarakat adat Baduy Luar mengenakan pakaian berwarna hitam baik pria maupun wanita. Sarung yang digunakan oleh wanita Baduy Luar berwarna biru dan ikat kelapa yang digunakan oleh pria Baduy Luar berwarna biru. Bahkan, Kampung Adat Baduy Luar sudah ada tenun khas Baduy yang warna-warni dan terbuat dari katun dengan alat tradisional namanya gedogan.
Tenun khas Baduy yang warna-warni memiliki makna bahwa masyarakat adat Baduy Luar sudah membuka diri dengan dunia luar walaupun terbatas.
Sedangkan, masyarakat adat Baduy Dalam mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna putih. Pakaiannya masih tergolong sederhana. Sebab, mereka masih mempertahankan adat-istiadat leluhurnya.
2. Memiliki Pengetahuan Tradisional tentang Konstruksi Bangunan Tahan Gempa Bumi
Di Kampung Adat Baduy, terdapat rumah adat Baduy namanya sulah nyanda. Atapnya terbuat dari daun sagu yang tahan lama hingga 5 tahun. Sedangkan, dindingnya terbuat dari bambu yang tahan lama hingga 20 tahun.
Rahasia rumah adat Baduy tahan lama dari perubahan cuaca karena bambunya dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Kemudian, rumah tersebut bisa tahan gempa bumi karena dibangunnya dengan sistem puzzle. Konstruksinya berdiri di atas batu karena menurut hukum adat Baduy, menggali tanah itu merusak alam dan dilarang.
3. Kebiasaan Hidup Baduy Luar dan Baduy Dalam
Masyarakat adat Baduy Luar sudah menerima teknologi modern dan dunia luar, tetapi masih terbatas seperti tidak menerima aliran kabel listrik. Saat ini, masyarakat disana menggunakan lampu gantung bertenaga sel surya sebagai penerang pada malam hari. Untuk mandi dan sikat gigi, mereka sudah menggunakan sabun, shampoo, dan odol.
Akan tetapi, masyarakat adat Baduy Dalam tidak menerima teknologi modern dan dunia luar seperti tidak menerima aliran kabel listrik. Masyarakat adat Baduy Dalam masih menggunakan lampu minyak sebagai penerang pada malam hari. Kemudian, masyarakat disana mandi dengan honje atau batang kecombrang.
4. Memiliki Pengetahuan Tradisional tentang Pertanian Berkelanjutan
Masyarakat adat Baduy sudah mengenal pelestarian ekosistem alam berkelanjutan sejak zaman dulu. Disana, hutan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hutan larangan dan hutan tutupan. Hutan larangan atau hutan lindung tidak boleh ditebang sama sekali karena hutan tersebut memiliki nilai guna sebagai penyimpanan cadangan air ketika musim kemarau.
Hutan larangan adalah hutan yang boleh digunakan untuk membuka lahan pertanian dengan sistem berpindah-pindah setiap 3 tahun. Alasannya untuk mendapatkan zat hara yang cukup bagi tanaman-tanaman. Biasanya, lahan tersebut ditanam padi huma, jagung, durian, rambutan, duku, kencur, jahe merah, dan kunyit.
5. Memiliki Pengetahuan Tradisional tentang Swasembada Pangan
Masyarakat adat Baduy tidak membeli bahan pangan dari luar kampung adatnya. Sejak zaman dahulu, mereka sudah memiliki pengetahuan tradisional mengenai pengawetan pangan. Bahkan, mereka juga mandiri dalam memproduksi pangan yaitu padi huma.
Mereka menanam padi tanpa sistem pengairan atau disebut juga sebagai huma alias sawah tadah hujan. Penanaman padi tersebut dilakukan pada musim hujan setahun sekali dan panennya ketika musim kemarau. Padi yang telah dipanen, dijemur hingga kering, lalu disimpan di leuit atau lumbung padi yang mampu tahan lama hingga 90 tahun dan bisa dikonsumsi untuk satu kampung adat.
Intinya, walaupun masyarakat adat Baduy masih membatasi diri dari globalisasi, mereka memiliki pengetahuan tradisional yang luar biasa terutama konstruksi bangunan anti gempa bumi dan swasembada pangan.
Terkait swasembada pangan yang dilakukan oleh masyarakat adat Baduy bisa menjadi contoh bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, perusahaan BUMN, perusahaan swasta, dan masyarakat umum dalam pengembangan program food estate berbasis ramah lingkungan.
Ayo, dukung pelestarian budaya Baduy dalam program pertanian berkelanjutan berbasis ramah lingkungan!