Ratusan dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) menggelar aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (3/2/2025).
Para dosen yang datang dari sejumlah wilayah di Indonesia itu menuntut pencairan tunjangan kinerja (Tukin) 5 tahun tak kunjung dibayarkan.
Dalam orasinya dosen Institut Seni Budaya Indonesia Bandung, bernama Imam menyatakan dosen diperlakukan tak adil tukin tak kunjung dibayar. Harapan Indonesia emas 2045 hanya akan menjadi anganangan.
"Bapak ibu marilah kita lihat dosen di kementerian lain dapat tunjangan kinerja. Pegawai di Kemendikti Saintek dapat tunjangan kinerja," kata Imam dalam orasinya di mobil komando.
"Tapi kita dosen ASN tidak dapat tunjangan kinerja. Halo bapak, ayolah jadi pemimpin yang pro kepada pegawainya, kepada dosen," harapannya.
Kemudian ia menyampaikan Indonesia emas 2044 hanya jadi anganangan karena dosen diperlakukan tak adil.
"Kita memimpikan Indonesia emas 2045. Tapi kalau dosennya diperlukan dengan tidak adil itu hanya anganangan belaka," kata Imam.
Ia melanjutkan pasti pendidikan akan terus kalah. Impian Indonesia emas hanya impian berganti menjadi Indonesia cemas.
"Hidup dosen ASN, hidup pendidikan, hidup kaum intelektual," teriak Imam.
Diberitakan Kompas.com pemerintah memang akan mencairkan tunjangan kinerja (tukin) dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) untuk tahun 2025.
Namun dana tukin yang cair itu, tidak diberikan serta merta kepada semua dosen.
"Ini (tukin) bukan otomatis, tetapi berdasarkan pada evaluasi kinerja. Diukur dulu kinerjanya dan dari kinerja itulah ditetapkan besaran tukin dan selisihnya terhadap tunjangan profesi. Ini adalah untuk PTN Satker dan PTN BLU yang belum memiliki remun," kata Sekretaris Jenderal Kemendikti Saintek Prof. Togar M Simatupang, Jumat (31/1/2025).
Prof. Togar mengatakan, pihaknya akan berupaya mencukupkan anggaran sebesar Rp 2,5 triliun untuk memberikan tukin pada semua dosen ASN Kemendikti Saintek.
Ia berharap kedepannya anggaran tukin Kemendikti Saintek akan bertambah dan bisa mencakup memberikan tukin untuk semua dosen.
"Iya dicukupkan, sama dengan pengalaman dari kementerian lain dimulai dengan 80 persen dan 20 persen adalah ruang perbaikan yang bisa ditingkatkan sampai dengan 100 persen," ujarnya.
Prof. Togar juga menegaskan, pihaknya tidak bisa membayarkan tukin sejak tahun 2020 karena kementerian terdahulu yakni Kementerian Pendidikan, kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) tidak mengajukan alokasi anggaran tukin ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Iya, tidak bisa (dibayarkan tukin 20202024) kepatuhan parsial dan tutup buku, itu karena "ketidaksempatan" dari kementerian yang lalu. Itu fakta yang terjadi. Kecuali ada penjelasan lain yang lebih populi," ujarnya.