Pemilik panti asuhan di Surabaya berinisial NK ditetapkan sebagai tersangka pemerkosaan anak asuhnya. Aksi bejat itu sudah dilakukan NK selama tiga tahun.
Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Farman menyebut, serangkaian penyelidikan dan penyidikan langsung dilakukan pihaknya usai menerima laporan polisi dari korban pada 30 Januari 2025.
"Hasil dari laporan korban didampingi LBH dari Unair, peran tersangka NK ini yaitu melakukan persetubuhan dan atau pencabulan terhadap korban dan melakukan kekerasan seksual secara fisik pada para korban," kata Farman saat konferensi pers di Bidhumas Polda Jatim Jalan Ahmad Yani Surabaya, Senin (3/2/2025).
Farman mengatakan aksi bejat itu dilakukan tersangka usai berpisah dengan istrinya. Pemerkosaan terjadi sejah Januari 2022.
"Dilakukan sejak Januari 2022 sampai Januari 2025," imbuhnya.
Dari hasil penyidikan, modus operandi yang dilakukan pemilik rumah sekaligus panti penampungan anak asuh yang dulunya merupakan panti asuhan itu, berawal usai NK berpisah dengan istrinya pada Januari 2022. Sang istri mengaku kerap menjadi korban KDRT.
Usai istri meninggalkan rumah sekaligus panti tersebut, NK mulai melancarkan aksi bejatnya.
"Mulanya dikelola bersama istri, namun 2022 istrinya ajukan cerai dan tinggalkan tersangka dengan alasan sering alami kekerasan verbal dan psikis," ujarnya.
Selain mengamankan NK, polisi juga menyita 1 lembar fotocopy legalisir kartu keluarga, akta kelahiran korban, kaus hitam milik korban, dan celana dalam warna biru muda milik korban sebagai barang bukti.
Akibat ulahnya itu, NK terancam pasal 81 Juncto Pasal 76 D dan atau Pasal 82 Juncto Pasal 76 E UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU RI Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 6 Huruf b UU Nomor 12 tahun 2022 tentang tindak Pidana Kekerasan Seksual, Pasal 81 Ayat (1) dan (3), Pasal 76 D, Pasal 82 Ayat (1) dan (2) KUHP, hingga Pasal 6 Huruf b UU RI Nomor 12 Tahun 2022 terkait kekerasan seksual dan persetubuhan pada anak.
"Ancaman pidana paling singkat 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara. Dalam hal ini dilakukan oleh pengasuh pendidik atau wali, maka pidananya ditambah 1/3 dari pidananya," tutur mantan Dirreskrimsus Polda Jatim itu.