Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita empat barang saat menggeledah rumah mantan Wakil Ketua Umum NasDem, Ahmad Ali, di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa (4/2/2025).
Empat barang itu terdiri dari dokumen, uang dalam mata uang rupiah dan valas, jam tangan, serta tas.
"Info sementara secara umum ditemukan dan disita dokumen, barang bukti elektronik, uang ada juga, tas, dan jam (tangan)" ungkap Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, Selasa.
Lebih lanjut, Tessa menjelaskan, penggeledahan terhadap rumah Ahmad Ali, memang terkait kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari (RW).
Meski demikian, kata Tessa, surat perintah penggeledahan rumah Ahmad Ali bukan berdasarkan TPPU, melainkan tindak pidana korupsi (TPK).
"Kalau surat perintah penyidikannya atas dasar geledahnya itu menggunakan TPK gratifikasi, ya, bukan TPPU," jelas Tessa, dikutip dari Kompas.com.
Meski demikian, Tessa enggan membeberkan secara rinci dugaan keterlibatan Ahmad Ali dalam kasus Rita Widyasari.
Ia hanya menyampaikan, detail terkai Ahmad Ali akan disampaikan oleh penyidik KPK.
"Detailnya nanti kita menunggu rilis resmi dari penyidik karena kegiatan ini (penggeledahan) juga baru selesai dilakukan," imbuh dia.
Sebelumnya, Tessa membenarkan KPK menggeledah rumah Ahmad Ali.
Tessa menyebut penggeledahan itu memang terkait kasus Rita Widyasari. Penggeledahan juga hanya dilakukan di satu lokasi, yaitu rumah elite NasDem tersebut.
"Lokasi penggeledahan adalah rumah Ahmad Ali. Penggeledahan (terkait) perkara tersangka RW (Rita)" kata Tessa.
Kasus Rita WidyasariDiketahui, kasus TPPU yang menjerat Rita Widyasari sudah bergulir sejak 2017.
Tetapi, Rita baru ditetapkan sebagai tersangka TPPU pada 16 Januari 2018, bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin.
Pada Juli 2024, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan Rita telah menerima suap terkait pertambangan batu bara.
Suap itu senilai 3,3 dolar AS hingga 5 dolar AS per metrik ton batu bara.
Nilai uang suap yang diterima Rita bisa dipastikan fantastis. Sebab, Asep meyebut perusahaan batu bara bisa menghasilkan jutaan metrik ton dari hasil eksplorasi.
"RW selaku Bupati Kukar waktu itu mendapat gratifikasi dari sejumlah perusahaan dari hasil eksplorasi bentuknya metrik ton ya batu bara."
"Itu ada nilainya antara 3,3 dolar AS sampai yang terakhir itu adalah 5 dolar AS per metrik ton," terang Asep kala itu.
"Nah, bisa dibayangkan karena perusahaan itu bisa jutaan metrik ton menghasilkan hasil eksplorasinya," lanjut dia.
Asep menjelaskan, Rita diduga telah menyamarkan penerimaan uang suap itu. Sehingga, KPK pun menerapkan pasal TPPU terhadap mantan Bupati Kukar tersebut.
Hingga saat ini, penyidik KPK sempat memeriksa beberapa pihak, termasuk Direktur PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin alias Paulin Tan.
Pasalnya, uang suap yang diterima Rita mengalir ke beberapa perusahana, termasuk PT Sentosa Laju Energy.
Diketahui, Rita dan Khairudin diduga melakukan TPPU dari hasil suap dalam sejumlah proyek dan perizinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kukar senilai Rp436 miliar.
Sejumlah barang bukti telah disita KPK, di antaranya 104 kendaraan dengan rincian 72 mobil dan 32 motor, serta ratusan dokumen dan barang bukti elektronik.
Selain itu, KPK juga telah menyita uang hampir setelah triliun rupiah terkait kasus Rita. Berikut rinciannya:
Dalam mata uang rupiah sebesar Rp350.865.006.126,78. Uang ini disita dari 36 rekening atas nama tersangka dan atas nama pihak pihak terkait lainnya. Dalam mata uang dolar Amerika sebesar USD6.284.712,77. Uang ini disita dari 15 rekening atas nama tersangka dan atas nama pihakpihak terkait lainnya. Dalam mata uang dolar Singapura sebesar SGD2.005.082. Uang ini disita dari 1 rekening atas nama pihak terkait lainnya.Apabila hasil sitaan KPK dijumlahkan ke dalam bentuk rupiah, maka totalnya adalah Rp476.973.951.797,48 (Rp476,9 miliar).