DPR Bisa Copot Pejabat Negara, Pimpinan KPK Sebut Bertentangan dengan Undang-Undang
GH News February 06, 2025 01:06 PM

Langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi peraturan tentang tata tertib (tatib) di mana mereka bisa mengevaluasi para pejabat negara yang ditetapkan melalui uji kelayakan dan kepatutan dinilai melanggar undangundang (UU).

"Iya betul (bertentangan dengan undangundang), dan hal itu yang dapat dijadikan alasan untuk mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Agung RI," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, kepada wartawan, Kamis (6/2/2025).

Adapun pimpinan KPK jadi satu di antara pejabat yang terdampak revisi aturan ini. 

Proses pemilihan komisioner KPK melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR.

DPR bisa mengevaluasi kinerja para pimpinan KPK hingga berujung rekomendasi pemberhentian bagi yang dianggap tidak bekerja optimal.

Tanak menjelaskan, bila ditinjau dari sudut pandang hukum administrasi negara, surat keputusan pemberhentian pejabat hanya dapat dilakukan oleh pejabat dari lembaga yang mengangkat pejabat tersebut. Dalam hal itu, pimpinan KPK diberhentikan oleh presiden.

"Iya betul (hanya presiden yang bisa memberhentikan pimpinan KPK), tapi surat keputusan pemberhentiannya harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 19 Tahun 2019 yang mengatur mengenai syarat pemberhentian pimpinan KPK," kata Tanak.

Di samping itu, Tanak mengatakan bahwa pejabat bisa diberhentikan jika surat keputusan pengangkatan dinyatakan batal atau tidak sah oleh putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), berdasarkan gugatan yang diajukan oleh orang atau suatu badan yang merasa kepentingannya dirugikan sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN.

Diberitakan sebelumnya, DPR kini memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi berkala terhadap pejabat negara yang sebelumnya telah melewati proses uji kelayakan dan kepatutan di DPR.

Hal ini tertuang dalam revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib yang telah disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (4/2/2025).

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan, mengatakan revisi ini memberi DPR ruang untuk meninjau kembali kinerja pejabat yang telah mereka tetapkan dalam rapat paripurna.

Jika dalam evaluasi ditemukan kinerja yang tidak memenuhi harapan, DPR dapat memberikan rekomendasi pemberhentian.

“Dengan pasal 228A diselipkan, DPR memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap jabatan caloncalon yang sebelumnya dilakukan fit and proper test melalui DPR,” kata Bob Hasan, di Gedung DPR RI, Selasa (4/2/2025).

Bob menegaskan bahwa hasil evaluasi ini bisa berujung pada rekomendasi pemberhentian bagi pejabat yang dianggap tidak menunjukkan kinerja optimal.

“Iya, itu kan ujungnya masalah pemberhentian dan keberlanjutan daripada pejabat ataupun calon yang telah diparipurnakan melalui fit and proper test DPR itu. Itu kan pejabat yang berwenang, mekanisme yang berlaku itu kan pejabat yang berwenang, ya kan,” kata Bob.

Dengan adanya revisi tata tertib ini, sejumlah pejabat yang telah ditetapkan DPR melalui rapat paripurna dapat dievaluasi kinerjanya secara berkala.

Pejabat tersebut antara lain adalah komisioner dan Dewan Pengawas KPK, hakim Mahkamah Konstitusi (MK), dan Mahkamah Agung (MA).

Sebelumnya, komisioner dan para hakim menjalani fit and proper test di Komisi III DPR RI sebelum ditetapkan dalam rapat paripurna.

Tak hanya itu, panglima TNI dan kapolri sebelum dilantik oleh presiden juga harus melewati fit and proper test di Komisi I DPR RI dan disetujui dalam rapat paripurna DPR.

Kemudian, penyelenggara pemilu, misalnya komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), juga menjalani fit and proper test di Komisi II DPR RI sebelum ditetapkan melalui rapat paripurna.

Wakil Ketua Baleg DPR, Sturman Panjaitan, menjelaskan bahwa revisi tata tertib DPR ini disusun dan dibahas secara cepat pada 30 Februari 2025.

Setelah mendengar pertimbangan dari seluruh fraksi, DPR sepakat untuk mengesahkan perubahan tersebut.

“Materi muatan yang dirumuskan dalam Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib yaitu, di antara Pasal 228 dan Pasal 229 disisipkan 1 Pasal, yakni Pasal 228A,” kata Sturman.

Pasal 228A memiliki dua ayat yang mengatur mekanisme evaluasi berkala terhadap pejabat yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.

Evaluasi ini bersifat mengikat dan hasilnya akan disampaikan kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti.

“Sehingga berbunyi Ayat 1, Pasal 228A, dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 227 Ayat 2, DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR,” ujar Sturman.

“Ayat 2, hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 bersifat mengikat dan disampaikan oleh Komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku,” imbuhnya

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.