TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDIP, Said Abdullah, mengatakan target pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen ala Presiden Prabowo Subianto bisa saja tercapai.
Namun, untuk itu membutuhkan reformasi besar di berbagai sektor strategis.
Hal ini merespons Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2024 tumbuh sebesar 5,03 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Said menyebut, dengan pertumbuhan ekonomi 5 persenan ini, belum menjadi pijakan yang memadai menuju negara berpendapatan tinggi di 2045.
"Presiden Prabowo Subianto menargetkan pada masa pemerintahannya, perekonomian nasional bisa tumbuh mencapai 8 persen. Mungkinkah hal itu tercapai?" kata Said dalam keterangannya, Kamis (6/2/2025).
Dia menyebut bahwa target tersebut bisa dicapai asalkan keluar dari jebakan pertumbuhan 5 persen dan memastikan bahwa pertumbuhan tersebut bersifat inklusif, bukan hanya dinikmati kelompok tertentu.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 10 tahun terakhir cenderung stagnan di angka 5 persen. Pada 2024, ekonomi hanya tumbuh 5,03 persen.
Menurut Said, model pertumbuhan yang selama ini dijalankan cenderung mengikuti konsep trickle-down effect, yakni memberi insentif kepada kelompok atas dengan harapan manfaatnya merembes ke bawah.
Namun, model ini dinilai Said belum efektif dalam mengatasi kesenjangan ekonomi. Hal tersebut, kata dia, diterapkan sejak Orde Baru hingga sekarang.
"Pasca-Orde Baru hingga kini, rasio gini tidak pernah turun di bawah 0,33. Bahkan pernah mencapai 0,437 di tahun 2013. Sepuluh tahun terakhir rasio gini di rentang 0,38 hingga 0,40. Artinya kesenjangan sosial masih tinggi," ujar Said
Selain itu, Said memaparkan bahwa adanya kesenjangan semakin nyata jika melihat data kekayaan.
Menurutnya, laporan Credit Suisse 2022 mencatat 66,8 persen penduduk dewasa Indonesia memiliki kekayaan di bawah 10 ribu USD, sementara hanya 2 persen yang memiliki kekayaan di atas 100 ribu USD. Rasio gini kekayaan bahkan mencapai 0,78, menunjukkan ketimpangan.
Said mengapresiasi langkah Prabowo dalam mengonsolidasikan sumber anggaran untuk mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi dan merata. Salah satu kebijakan yang dinilai strategis adalah efisiensi belanja negara agar APBN lebih fokus membiayai sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, dan energi.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu contoh kebijakan yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dari bawah. Program ini tidak hanya bertujuan meningkatkan gizi anak-anak, tetapi juga memberdayakan usaha mikro dan kecil (UMK) sebagai pemasok.
"Permintaan berskala besar ini akan memberi nyawa rangkap bagi para petani dan peternak lokal. Dari sisi subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR), pemerintah bisa fokuskan pada petani, peternak dan UMK yang menopang Program MBG ini. Program MBG juga bisa menjadi pijakan awal kita memulai kemandirian pangan nasional," jelas Said.
Selain mengoptimalkan APBN, Said menyoroti pentingnya peran BUMN dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi. Pembentukan super holding Danantara, misalnya, diharapkan dapat menjadi motor investasi dan industrialisasi nasional.
"Dua kata kunci dari Danantara; investasi dan industrialisasi yang terarah. Langkah ini bisa menjadi tonggak penting bagi perluasan program hilirisasi yang dikelola langsung oleh BUMN," tegasnya .
Namun, kata dia, sasarannya harus fokus pada pengelolaan sumber daya alam menjadi barang industri yang menjadi rantai pasok global.
"Saya berkeyakinan, jika dua pilar APBN dan BUMN programnya dapat terorganisasi dengan baik, maka kita bisa meraih dua hal sekaligus, yakni pertumbuhan ekonomi tinggi, keluar dari jebakan 5 persenan, dan pertumbuhan ekonomi yang di topang oleh para pelaku ekonomi arus bawah hingga menengah, dengan sendirinya pertumbuhan ekonomi kita jauh lebih inklusif," ungkap Said.