Cuaca Dingin Ekstrem & Banjir Membuat Warga Palestina di Gaza Berada dalam Risiko Serius, Kata PBB
TRIBUNNEWS.COM- PBB memperingatkan bahwa cuaca ekstrem telah menyebabkan ratusan ribu warga Palestina di Gaza terpapar kondisi dingin dan basah.
Badan Pengungsi PBB (UNRWA) mengeluarkan peringatan mendesak, pada hari Kamis, mengenai memburuknya kondisi yang dialami ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi secara paksa di Gaza, karena hujan lebat dan angin kencang meningkatkan kerentanan mereka terhadap cuaca dingin, Anadolu Agency melaporkan.
Warga Palestina di Gaza telah kehilangan tempat tinggal karena agresi militer "Israel" yang berkepanjangan, yang berlangsung lebih dari 15 bulan hingga gencatan senjata ditetapkan pada tanggal 19 Januari.
“Banyak keluarga masih tinggal di tempat penampungan sementara karena kerusakan yang meluas,” kata UNRWA.
Badan tersebut menyoroti bahwa cuaca ekstrem telah menyebabkan ratusan ribu orang terpapar kondisi dingin dan basah.
Tim UNRWA secara aktif mendistribusikan “bantuan yang mendesak dan telah lama ditunggu-tunggu—tenda, kasur, selimut, dan pakaian—kepada orang-orang yang mengungsi di seluruh Gaza.”
Sebuah video yang dibagikan oleh UNRWA menangkap angin kencang yang merobek tenda-tenda rapuh yang terbuat dari kain dan nilon, menyebarkan barang-barang pribadi di daerah al-Mawasi, barat laut Khan Younis di Gaza selatan.
Juru bicara Hamas, Abdel Latif Al-Qanou, menggambarkan malam itu sebagai “malam yang keras dan penuh bencana” bagi warga Palestina yang tinggal di tempat penampungan sementara, ditambah cuaca buruk yang memperburuk keadaan mereka yang sudah buruk.
“Realitas bencana di Gaza akibat musim dingin dan kondisi cuaca mengharuskan tekanan internasional dan tindakan mendesak untuk memaksa Pendudukan (Israel) menerapkan protokol kemanusiaan,” ungkapnya.
Hujan yang tak henti-hentinya sepanjang malam, menurut badan tersebut, telah menggenangi tenda-tenda dan tempat penampungan di seluruh Gaza utara dan selatan, semakin memperburuk krisis kemanusiaan bagi warga Palestina yang mengungsi secara paksa, banyak di antara mereka terpaksa hidup di antara reruntuhan rumah mereka yang hancur.
Para penyintas serangan Israel berlindung di tenda-tenda darurat yang terbuat dari kain dan nilon, banyak di antaranya mencari perlindungan di al-Mawasi dan di tengah reruntuhan lingkungan tempat tinggal mereka yang hancur.
Yang lain tidak punya pilihan selain bertahan hidup di tengah cuaca buruk di pinggir jalan, di lapangan olahraga, alun-alun, dan sekolah, tanpa perlindungan apa pun dari cuaca dingin dan badai.
Kantor Media Gaza melaporkan bahwa hampir 88 persen infrastruktur daerah kantong itu—termasuk rumah, fasilitas penting, dan layanan publik—telah dihancurkan oleh pemboman Israel.
Gaza peringatkan krisis akibat banjir yang menyebabkan warga sipil mengungsi
Dalam konteks terkait, otoritas setempat di Kota Gaza mengeluarkan peringatan keras pada hari Kamis tentang bencana kemanusiaan yang akan terjadi setelah air hujan dan limbah menggenangi tenda-tenda warga sipil yang mengungsi, memperburuk kehancuran yang disebabkan oleh serangan militer "Israel", Anadolu Agency melaporkan.
“Kota ini menghadapi bencana kemanusiaan yang menyesakkan karena kerusakan parah pada infrastruktur dan kekurangan sumber daya dan peralatan yang dibutuhkan untuk menyediakan layanan dasar,” kata juru bicara Pemerintah Kota Gaza, Hosni Muhanna.
Ia menjelaskan bahwa angin kencang baru-baru ini “telah memperburuk penderitaan para pengungsi di kamp-kamp dan tempat penampungan, karena air hujan dan limbah menyapu ratusan tenda, menyebabkan puluhan tenda beterbangan.”
Muhanna selanjutnya merinci kerusakan parah yang terjadi pada infrastruktur Gaza, melaporkan bahwa delapan stasiun pemompaan limbah, tiga bak penampung air hujan, dan lebih dari 175.000 meter linier jaringan pembuangan limbah telah hancur.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), perang selama lima belas bulan telah menimbulkan dampak besar pada sistem kesehatan Gaza, dengan hanya 18 dari 36 rumah sakit di wilayah tersebut yang masih beroperasi.
“Hal ini mengakibatkan luapan air limbah di beberapa wilayah yang membanjiri jalan dan bercampur dengan air hujan di bak penampung,” imbuhnya.
Juru bicara itu juga mencatat bahwa kekurangan listrik dan bahan bakar yang sedang berlangsung memperparah krisis, sehingga mencegah pemerintah kota mengelola banjir secara efektif.
Perlu dicatat bahwa jumlah korban tewas di Gaza telah meningkat menjadi 47.583, dengan 111.633 orang terluka sejak 7 Oktober 2023, menurut laporan statistik harian terbaru.
Dalam 24 jam, rumah sakit di Gaza menerima 31 korban, termasuk 28 jenazah yang ditemukan dari reruntuhan, satu orang yang meninggal karena luka-luka yang diderita sebelumnya, dan dua orang tewas, beserta empat orang yang terluka.
Pihak berwenang memperingatkan bahwa banyak korban masih terjebak di bawah reruntuhan dan di jalan, karena tim tanggap darurat dan pertahanan sipil tidak dapat menjangkau mereka.
SUMBER: AL MAYADEEN