TRIBUNNEWS.COM, ISRAEL - Warga Israel menanggapi usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang akan mengambilalih Gaza, Palestina.
Reaksi warga Israel beragam.
Ada yang gembira, tidak percaya, dan ada yang menganggapnya hanya humor belaka dan delusi.
Di di jalan-jalan utama Tel Aviv, Israel, berdiri sebuah papan iklan raksasa baru berbendera Amerika dengan foto Donald Trump.
Di bawahnya tertulis pesan dalam bahasa Inggris “Terima kasih, Tuan Presiden.”
Papan reklame yang dipasang oleh Republicans Overseas Israel itu tidak menyebutkan alasan mereka mengucapkan terima kasih kepada Trump.
Namun warga Israel menebak ucapan terima kasih untuk Trump terkait rencana AS mau ambilalih Gaza.
Itu adalah janji dari Trump yang membuat kelompok sayap kanan di Israel senang sekaligus muncul pertanyaan siapa yang akan memerintah Gaza setelah perang.
Namun terlepas dari papan reklame itu, warga Israel bereaksi dengan berbagai emosi.
Sebagian gembira. Namun yang lain skeptis, bingung atau ngeri.
“Saya terbangun dalam keadaan sangat terkejut. Saya selalu berpikir, sudah cukup, kita sudah mencapai titik terendah, tetapi kemudian saya terkejut lagi,” kata Orian Canetti, yang sedang duduk di kedai kopi Jaffa di seberang jalan dari sekolah bilingual Ibrani-Arab tempat anak-anaknya bersekolah.
“Saya ingin membayangkan bahwa dia (Trump) punya rencana tetapi saya tidak punya alat untuk mulai memahaminya. Apa yang dia katakan tidak masuk akal.”
Barak Moore, yang berasal dari blok pemukiman Gush Etzion di Tepi Barat, juga memiliki keraguan tentang rencana tersebut.
Namun dia mengatakan tanah Israel adalah milik orang Yahudi, bukan Amerika Serikat.
"Ini adalah berita yang luar biasa, selain dari bagian tentang Amerika yang mengambil alih kepemilikan tanah yang diberikan Tuhan kepada orang-orang Yahudi," katanya.
"Meskipun demikian, jika Presiden Trump mampu membubarkan kultus maut Hamas dan membebaskan banyak warga Gaza yang putus asa untuk melarikan diri darinya, itu akan menjadi salah satu pencapaian politik terbesar yang pernah ada."
"Kami terbangun di Israel dengan berita yang luar biasa!" kata Adalia Citron, dari kota Beit Shemesh di Israel bagian tengah.
"Jelas Trump tidak harus 'menguasai Gaza' tetapi dia serius dan mengirimkan pesan yang jelas dan kuat bahwa kami tidak akan membiarkan sejarah terulang lagi.
Berita tersebut juga mendominasi media sosial Israel, di mana satu meme menunjukkan peta Gaza yang diubah namanya menjadi “Jalur Magaza,” gabungan slogan khas Trump, MAGA.
Yang lain menempatkan Trump International Hotel di Las Vegas pada adegan warga Gaza utara yang kembali ke rumah mereka di tengah hamparan puing-puing.
Visual yang mengingatkan pada laporan Wall Street Journal yang mengatakan bahwa Trump telah mendesak Netanyahu musim panas lalu untuk "memikirkan jenis hotel apa yang dapat dibangun di Gaza".
Seorang Israel-Amerika berkelakar di Facebook, “Wah, bolehkah kami membawa Starbucks dan Sephora di Gaza?”
Yang ditanggapi oleh yang lain, “Mari kita bermimpi besar: Nordstrom.”
Pada Rabu malam, Gedung Putih menarik kembali pernyataan Trump, dengan mengatakan bahwa Trump tidak bermaksud untuk menyediakan uang atau pasukan AS untuk membantu pembangunan kembali Gaza.
Huda, seorang ibu Arab yang duduk di samping Canetti di kafe Jaffa dan tidak menyebutkan nama belakangnya, mengatakan bahwa Trump tidak memahami orang-orang Palestina dan
"Iman mereka yang tak tergoyahkan kepada Tuhan untuk terus memperjuangkan hak-hak dasar mereka dan hubungan mereka dengan tanah."
Ia menambahkan, “Mereka lebih suka tinggal di gubuk di Gaza daripada tempat mewah yang ditawarkan Trump kepada mereka.”
Tidak jauh dari Huda, Avner Goren, seorang karyawan di kafe itu, tidak yakin apa yang harus dipikirkan.
"Trump memang tidak bisa ditebak, tetapi saya tetap terkejut mendengarnya," katanya.
"Dan karena itu, saya belum punya pendapat. Itu mungkin hal terpenting yang akan saya katakan. Orang-orang selalu cepat sekali membentuk opini."
Sementara yang lain mengatakan mereka tidak percaya Amerika Serikat mampu mengelola proyek besar memindahkan seluruh penduduk Gaza, membersihkan berton-ton puing, dan membangunnya kembali.
Daniel Ohana, seorang pengungsi dari utara, berkata “Jika Trump berhasil mengeluarkan 20 persen penduduk Gaza, saya akan menganggapnya sebagai sebuah keberhasilan.”
Matthew Kalman, seorang jurnalis yang berbasis di Yerusalem, menggambarkan gagasan itu sebagai delusi.
Sumber: Times of Israel