Pajak karbon : Langkah Strategis Menuju Target Net Zero Emissions
Arief Hakim Rabbani February 09, 2025 01:23 AM
Perubahan iklim dan pemanasan global merupakan isu yang mampu menarik perhatian serius dari berbagai negara di dunia tak terkecuali, Indonesia. Dalam upaya untuk mengatasi permasalahan ini, banyak negara telah berkomitkmen untuk mencapai target NZE (Net Zero Emission). Net Zero Emissions (NZE) yang juga dikenal sebagai nol emisi karbon adalah situasi ketika jumlah karbon yang dilepaskan ke atmosfer sama dengan jumlah karbon yang mampu diserap oleh bumi.
Salah satu pertimbangannya adalah pengurangan emisi gas karbon yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas manusia selama periode waktu tertentu. Emisi gas karbon yang dihasilkan berdampak buruk pada kehidupan di Bumi, seperti kekeringan, penurunan sumber air bersih, cuaca ekstrem, dan banyak bencana alam lainnya. Sebagai negara dengan jumlah populasi penduduk terbesar keempat di dunia menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara penghasil emisi Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar di dunia. Dengan tekanan Global untuk mengurangi emisi gas karbon, Indonesia harus mempercepat transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Pemerintah Indonesia berkomitmen penuh dalam mencapai target Net Zero Emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat. Komitmen tersebut dibuktikan dengan diratifikasinya Perjanjian Iklim Paris tahun 2015 tentang perubahan iklim menjadi Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2016. Pemerintah Indonesia telah membuat perencanaan energi yang komprehensif untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai ketahanan energi. Pemerintah Indonesia telah membuat perencanaan energi yang komprehensif untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai ketahanan energi.
Pajak karbon menjadi salah satu instrumen yang dicanangkan oleh pemerintah dalam rangka pengendalian emisi karbon di Indonesia. Sebagaimana diatur pada Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi atau penggunaan atas bahan bakar fosil atau aktivitas lain yang menghasilkan emisi karbon (CO2).
Berdasarkan Pasal 13 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), subjek pajak karbon merupakan orang pribadi atau badan yang menghasilkan emisi karbon dan/ atau membeli barang yang mengandung karbon dalam proses pembuatannya. Sedangkan objek pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbom atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. Kondisi terutang sebagaimana dimaksud pada pasal 13 mengacu pada kondisi sebagai berikut :
• Pada saat pembelian barang yang terkandung karbon didalamnya;
• Pada akhir periode tahun pajak dari aktivitas yang menghasilkan emisi karbon (CO2) dalam jumlah tertentu; dan/atau
• Saat lain yang diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah (PP).
Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau menyesuaikan dengan tarif harga karbon di pasar karbon. Dalam hal ini, tarif harga karbon kurang dari Rp 30.000 per kilogram karbondioksida (CO2e) sehingga tarif pajak karbon minimal sebesar Rp 30.000 per kilogram karbon dioksida (CO2e).
Pajak karbon memiliki peran fungsi regulerend (mengatur), dalam hal ini pajak karbon digunakan pemerintah sebagai biaya atas eksternalitas negatif yang dihasilkan oleh emisi karbon atau gas rumah kaca terhadap lingkungan hidup. Melalui pengenaan pajak karbon, pemerintah mendorong perubahan pola konsumsi masyarakat menuju produk dan layanan yang lebih ramah ligkungan.
Dengan mengenakan biaya atas emisi karbon, pajak karbon dapat memberikan insentif bagi pelaku industri untuk mengurangi emisi karbon dari proses bisnisnya. Hal tersebut dilakukan sebagai tindakan responsif untuk mengurangi biaya produksi akibat pengenaan pajak karbon. Oleh karena itu, pajak karbon akan mendorong para pelaku industri untuk mengurangi ketergantungannya pada energi fosil dan akan mendorong industri untuk melakukan inovasi di sektor energi hijau atau energi terbarukan. Secara lambat laun, para pelaku indusri akan beralih dari penggunaan energi fosil menuju energi terbarukan.
Perbesar
Emisi Gas Rumah Kaca (ribu ton CO2e), 2016-2019 (sumber : Laporan Inventarisasi GRK dan MPV 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia)
Berdasarkan data histori jumlah emisi karbon dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, dengan asumsi pertumbuhan jumlah emisi karbon di Indonesia sebesar 3%, dan asumsi tarif pajak karbon sebesar Rp 30.000/Kg CO2 maka proyeksi penerimaan pajak karbon pada tahun 2025 sebesar 55.97 Triliun rupiah. Penerimaan dari pajak karbon dapat dialokasikan untuk mendanai atau memberikan subsidi bagi proyek inovasi energi terbarukan yang ramah lingkungan. Dengan demikian, pajak karbon tidak hanya berdampak langsung terhadap penurunan emisi karbon, tetapi juga menjadi katalis untuk mempercepat transisi menuju energi hijau di Indonesia.
Pajak karbon dapat menjadi langkah yang strategis untuk menuju masa depan lingkungan yang lebih berkelanjutan dan mencapai target Net Zero Emisions pada tahun 2060 atau lebih cepat. Dengan begitu, Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam upaya global mengatasi perubahan iklim sekaligus membangun ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan.