AJB Kalah dari SHM di Kasus Cluster Tambun, Menteri Nusron Beri Penjelasan
kumparanNEWS February 09, 2025 02:23 AM
Menteri ATR/BPN, Nurson Wahid, menjelaskan duduk perkara tentang sengketa tanah di Cluster Setia Mekar 2 , Tambun Selatan, Bekasi. Di kasus itu, warga dieksekusi oleh PN Cikarang padahal punya sertifikat hak milik (SHM).
Sedangkan, orang yang memenangkan gugatan kepemilikan tanah, Mimi Jamilah, hanya memegang akta jual beli (AJB).
Berikut adalah duduk perkaranya versi Nusron:
“Gini, ada orang namanya Djuju (Djuju Saribanon Dolly). Punya SHM tahun 1973. Djuju menjualkan tanahnya dalam bentuk AJB, akta jual beli tahun 1976, kepada orang namanya Abdul Hamid. Abdul Hamid kelemahannya dia tidak menindaklanjuti balik nama,” ujar Nusron dalam Program Info A1 kumparan, dikutip pada Sabtu (8/2).
Menurut Nusron, Djuju adalah pihak yang ‘nakal’ dalam kasus ini.
“Problem kedua muncul, Djujunya agak nakal. Djuju, Almarhum Djuju pada tahun 1982 menjual kembali kepada orang namanya Kayat,” tuturnya.
“Kayat langsung membalikkan nama. Menjadi 4 sertifikat. Tadi jumlahnya 3,6 (hektare) tuh,” jelasnya.
Keempat bidang tanah pecahan Kayat bernomor M704, M705, M706, dan M707. “Dibuatlah cluster-cluster. Salah satunya tadi yang di cluster Setia Mekar tadi tuh,” ujar Nusron.
“Anaknya (Abdul) namanya Mimi Jamilah menggugat. ‘Loh ini kami sudah AJB tahun 1976, kok ada AJB lagi?’ Kemudian bersengketa di pengadilan,” ucapnya.
Lalu, kenapa bisa AJB menang lawan SHM di pengadilan?
“Kenapa ini punya sertifikat kok dikalahkan AJB? Karena sertifikat ini berbasis pada AJB (tahun) 82,” kata Nusron.
“Harusnya ketika orang sudah AJB, jangan di-AJB-kan lagi. Tapi kan kita gak ngerti, siapa tau AJB-nya ini dulu ternyata udah batal. Kan ada uangnya belum lunas atau gimana kan kita gak tau,” sambungnya.
Menurut Nusron, masalah dari polemik ini ada di PN Cikarang yang langsung melakukan eksekusi tanpa terlebih dahulu berkomunikasi dengan BPN.
“Kenapa? Hasil keputusan pengadilannya itu adalah pertama, AJB tahun ‘82 itu tidak punya dasar hukum. Karena gak punya dasar hukum, maka sertifikat M704, M705, M706, M707 dinyatakan tidak punya kekuatan hukum. Tidak ada perintah dari pengadilan untuk membatalkan sertifikat turunan dari M704, M705 (dan seterusnya) ini. Karena M704, M705, M706, M707 ini sudah mecah-mecah,” tuturnya.
“Harusnya prosedurnya begini. Dengan adanya keputusan pengadilan bahwa ini dinyatakan tidak berkekuatan hukum, maka si pemohon itu menggugat sekali lagi kepada PTUN, meminta pengadilan, perintah pengadilan kepada BPN. Akibat ada keputusan pengadilan ini, MA ini, maka sertifikat, semua sertifikat turunan dari transaksi AJB M07 ini semua harus dibatalkan. Sehingga dinyatakan kosong. Ini tidak pernah dilakukan,” kata dia.
“Harusnya sebelum kita melakukan eksekusi itu, terlebih dahulu pengadilan negeri meminta, meminta permohonan pengukuran objek yang akan dieksekusi. Lokasinya di mana? Sampai level mana ukurannya? Ini enggak diukur. Tiba-tiba dieksekusi,” lanjut Nusron.
Rupanya, rumah warga yang digusur berada di luar peta tanah yang bersengketa.
“Nah setelah kita cek, cocokin dengan peta, tanah yang ada tadi itu, yang dibangun oleh Ibu Asmawati itu, yang digusur, di luar peta yang jadi objek sengketa. Jadi ini salah eksekusi,” jelas Nusron.
Lantas, bagaimana solusinya menurut Nusron?
“Solusinya, sertifikatnya masih sah. Kami akan minta panggil pengadilan negeri, pemohon yang mengeksekusi dan pengadilan, saya akan minta untuk membangun, mengembalikan bangunan rumahnya. Kalau tidak, kami tidak akan mau untuk menerbitkan sertifikat kepada yang lain. Karena dia sudah ini dulu,” tuturnya.