Ketua Komisi III DPR RI sekaligus Ketua Fraksi Gerindra MPR RI, Habiburokhman memberikan tanggapan soal polemik Valyano Boni Raphael.
Diketahui Valyano Boni Raphael dipecat dari Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Jawa Barat (Jabar) karena diduga mengidap Narcissistic Personality Disorder (NPD).
Komisi III DPR RI pun telah menggelar rapat kerja dengan SPN Polda Jabar di Gedung DPR, Jakarta Pusat, pada Kamis (6/2/2025).
Rapat ini membahas pemecatan calon Bintara tersebut yang dikeluarkan dari pendidikan, enam hari sebelum pelantikannya sebagai anggota Polri.
Habiburokhman mempertanyakan dasar hukum pemecatan Valyano, terutama karena ketidakhadirannya dalam jam pelajaran disebabkan oleh alasan medis yang sah.
Ia menyoroti bahwa ketidakhadiran Valyano hanya mencapai 19 persen, bukan lebih dari 50 persen.
Terlebih ketidakhadiran Valyano Boni disertai bukti medis yang seharusnya dapat ditoleransi oleh lembaga pendidikan mana pun.
“Secara hukum, alasan medis merupakan dasar yang sah. Jika memang ketidakhadiran Valyano hanya karena sakit dan bukan akibat tindakan indisipliner, maka keputusan ini perlu ditinjau ulang,” ujar Habiburokhman, mengutip unggahan media sosial Instagram @fraksipartaigerindra, Senin (10/2/2025).
Dalam rapat tersebut, Komisi III juga mengkritisi metode penilaian kondisi kesehatan Valyano yang dinilai berdasarkan informasi tidak langsung.
Mereka menilai keputusan yang diambil tidak didasarkan pada observasi langsung terhadap kondisi Valyano, melainkan hanya berdasarkan laporan yang belum terverifikasi secara ilmiah.
“Bagaimana mungkin seseorang divonis memiliki kondisi tertentu hanya berdasarkan informasi ‘katanya’? Kesimpulan semacam itu tidak memenuhi standar ilmiah dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan,” tegas Legislator Gerindra ini.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa keputusan yang diambil SPN Polda Jabar berpotensi mencerminkan ketidakadilan.
Apa itu NPD?Gangguan kepribadian narsistik atau NPD adalah kondisi kesehatan mental yang mempengaruhi harga diri, identitas, dan bagaimana mereka memperlakukan diri mereka sendiri dan orang lain.
Ini lebih dari arogansi atau keegoisan, memgutip clevelandclinic.org.
Dalam kasus terburuk, orang dengan NPD mungkin berjuang dengan perasaan gagal atau penolakan, menempatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka sendiri dalam risiko.
Orang dengan NPD sangat resisten terhadap perubahan perilaku mereka, bahkan ketika itu menyebabkan mereka masalah.
Mereka dengan NPD sangat sensitif dan bereaksi buruk bahkan terhadap kritik, ketidaksepakatan, atau penghinaan yang dirasakan.
Hal itu mereka pandang sebagai serangan pribadi.
Bagi orangorang dalam kehidupan narsistik, seringkali lebih mudah hanya untuk mengikuti tuntutan mereka untuk menghindari perilaku acuh orang lain terhadapnya serta kemarahan, mengutip helpguide.org.
GejalaGangguan NPD dikategorikan sebagai jenis gangguan kepribadian dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM5), yang mencantumkan sembilan kriteria untuk mendiagnosis kondisi tersebut, mengutip health.harvard.edu.
Menurut DSM5, seseorang dengan NPD dapat menampilkan gejala:
Rasa mementingkan diri sendiri yang terlalu tinggi. Keasyikan dengan fantasi kesuksesan, kekuatan, kecantikan, atau cinta yang sempurna Keyakinan bahwa mereka "istimewa" dan hanya dapat dipahami oleh orangorang khusus lainnya Kebutuhan untuk dipuji yang berlebihan Terlalu banyak mengharapkan hak, yang mungkin termasuk harapan yang tidak masuk akal untuk diperlakukan dengan baik atau bagi orang lain untuk mematuhi tuntutan dan harapan mereka Perilaku yang eksploitatif dan mengambil keuntungan dari orang lain untuk mencapai tujuan mereka sendiri Kurangnya empati atau keengganan untuk mengidentifikasi dengan kebutuhan orang lain Kecenderungan untuk iri pada orang lain atau keyakinan bahwa orang lain iri pada mereka. Kesombongan, perilaku nakal, dan sikap. Penyebab gangguan NPDPara peneliti mencoba untuk memahami penyebab NPD.
Para ahli percaya bahwa kombinasi riwayat keluarga NPD, serta pengalaman awal tertentu, mungkin merupakan faktor kunci yang mengarah ke kondisi tersebut.
Beberapa pengalaman anak usia dini yang dianggap berkontribusi pada NPD meliputi:
Ditolak sebagai seorang anak Pujian yang berlebihan yang dilakukan orang tua atau pengasuh Penilaian berlebihan yang dilakukan orang tua atau pengasuh Trauma atau pelecehan. Dipecat Sebelum PelantikanDiketahui, Valyano Dipecat SPN Polda Jabar beberapa hari sebelum pelantikannya.
Dilansir dari TribunnewsBogor.com, awal mula permasalahan terjadi ketika Valyano Boni yang merupakan siswa berpangkat Bintara di SPN Polda Jabar dipecat oleh institusi tempatnya belajar.
Pemecatan dilakukan pada tanggal 3 Desember 2024 atau hanya berselang enam hari dari tanggal pelantikan Valyano sebagai anggota Polri.
Merasa tidak terima dengan keputusan tersebut, orangtua Valyano akhirnya melaporkan peristiwa tersebut kepada Komisi III DPR RI.
Dalam rapat bersama DPR RI, ibu Valyano Boni, Veronica Putri Amalia mempertanyakan keputusan pemecatan anaknya dari SPN Polda Jabar.
Sang ibu mengakui Valyano Boni Raphael memang pernah dikeluarkan dari TNI AL karena saat itu anaknya memang mengalami depresi.
"Status anak kami dikeluarkan dari TNI betul depresi karena saya yang memaksa anak kami waktu masuk TNI, jadi tidak sesuai hati nurani karena dia ingin masuk polisi," katanya.
Namun, menurut Veronica, depresi bukanlah alasan Valyano Boni Raphael gagal lolos polisi. Melainkan, karena buta warna.
"Anak kami tidak bisa masuk polisi karena anak kami buta warna parsial dan bisa masuk TNI dengan jalur menembak. Depresinya anak kami karena memang tidak sesuai dengan keinginan hati nuraninya dia," katanya.
Veronica juga menyangsikan bila Valyano mengalami depresi selama menjalani pendidikan di SPN Polda Jabar.
"Kalau saya, dikatakan anak saya depresi di SPN, saya rasa tidak mungkin karena itu citacitanya di polisi atas kehendak dia," katanya.